Mongabay.co.id

Mengapa Kota Batam jadi Langganan Banjir?

Banjir di Pasuruan pada Januari 2022. Foto: A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Emi Bersitungkin tengah menjemur pakaian hari itu. Pakaian basah bergelantungan, tak hanya di jemuran, juga sekeliling rumah semi permanen perempuan paruh baya ini. Ada jemur di atas bonsai pagar, tumpukan batu bata sampai di atap rumah. Kasur dan perabot juga keluar rumah untuk dikeringkan.

Banjir baru saja menerjang Kota Batam, Kepulauan Riau, termasuklah rumah Erni, Januari lalu.

“Ini masih banyak belum saya keringkan,” katanya sambil membalik pakaian.

Matahari tepat di atas ubun-ubun siang Januari lalu. Emi, warga Perumahan Putri Hijau, Kelurahan Tiban, ini bilang, hampir tiap tahun banjir datang menerjang.

Penebangan pohon, perusakan hutan mangrove, bukit terbabat, sampai danau penampung air tertutup untuk perumahan, antara lain penyebab ratusan rumah terendam banjir. Tahun ini, banjir lebih parah, tinggi air sampai sepinggang orang dewasa.

Emi sudah 25 tahun menetap di kawasan itu. Awalnya, perumahan ini danau. Kemudian ditimbun untuk perumahan. Air hujan yang datang tak ada ‘rumah’ lalu masuk ke pemukiman warga.

“Dulu, sampai ke mesjid sana, waduk, sekarang sudah jadi perumahan, seharusnya air hujan ngumpul di waduk,” kata Emi menunjukkan penampungan air jadi perumahan.

 


 

Bukit sekeliling danau juga habis terutama pada bagian belakang perumahan. Emi memperlihatkan, bukit dipotong jadi perumahan. “Dulu, disini banyak pohon. Rindang. Sekarang, tidak ada lagi, padahal ini pohon supaya meresap air agar tidak masuk ke perumahan warga,” katanya.

Rumah Emi paling pinggir di danau itu. Banjir pada pergantian tahun itu mencapai setinggi pinggang orang dewasa. “Ya Allah, dulu tidak kayak gini sekarang gini, dulu hujan tidak banjir seperti ini.:

Dia menunjukkan beberapa parit di perumahan itu jadi kebun warga. Hasilnya, parit makin mengecil.

Selamat Riadi, Ketua RT 01/ Rw03 Taman Sari Hijau, meminta pembangunan perumahan di sekitar Taman Sari Hijau dihentikan terutama penebangan pohon di bukit-bukit sekeliling danau. “Kita berharap hutan tersisa jadi hutan lindung, minimal ada hutan untuk menyerap air hujan,” katanya.

Selain pembangunan perumahan, banjir juga karena curah hujan tinggi, lalu parit tersumbat sampah. “Setidaknya, ada delapan rumah banjir masuk cukup tinggi, terutama yang berada di pingir danau,” katanya.

Dia tak membantah banjir karena air hujan tak tertampung di danau yang mengecil. “Fungsi danau ini menjadi resapan air hujan,” katanya.

Mereka biasa gotong royong bersama warga membersihkan sampah di parit perumahan. “Kerugian materil tidak tau berapa, tetapi kerugian sangat jelas, masyarakat sekitar trauma dan takut ketika hujan datang.”

 

Drainase amburadul

Drainase bermasalah juga menyebabkan titik banjir baru. Titik banjir, katanya, akan terus bertambah seiring peningkatan pembangunan di Kota Batam.

Salah satu, air dari Taman Sari mengenangi jalanan di Kawasan Tiban III, Kota Batam. Kawasan ini cukup rendah dari daerah lain. Drainase kecil dan berbelok membuat arus air terhambat dan menumpuk.

Manto, warga setempat mengatakan, banjir karena danau tertimbun dan hutan terbabat. “Di drainase ini sampah menumpuk, ya, banjirlah,” katanya.

Dulu, katanya, kalau hujan tergenang sejengkal. “Sekarang sampai satu meter.”

Baca juga: Pesan Presiden: Rawan Mangrove buat Jaga Pesisir, Ekonomi Masyarakat sampai Serap Emisi Karbon

Menjemur usai banjir di Batam, Januari 2022. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Banjir di Tiban III, tepat dekat SPBU Tiban III. Drainase melintasi jembatan. Di kawasan ini juga satu pusat keramaian karena ada beberapa ruko pedagang, mulai dari toko serba ada hingga toko bangunan.

Ada pemilik toko bangunan memagar toko dengan membangun tembok pembatas, supaya air tidak masuk ke toko. Banjir terjadi akhir 2021 menyebabkan toko bangunan terendam setinggi satu meter. Masih jelas bekas banjir di batu merah yang tersusun di luar toko.

Pemerintah Kota Batam mengatakan, titik banjir bertambah dari tahun 2020 ke 2021, total ada 28 titik. Banjir tak hanya perumahan, juga ruas jalan, pasar, dan lain-lain.

Muhammad Rudi, Walikota Batam mengatakan, titik banjir bertambah akhir 2021 dari 21 ke 28 titik banjir. Ia bisa terus bertambah seiring pembangunan di Kota Batam.

“Soal banjir setiap tahun kita alami,” katanya.

Tak ada daerah Batam yang terhindar banjir. Dia klaim, semua daerah yang sedang membangun menyebabkan resapan air tertutup. Solusi atasi banjir, katanya, membuat drainase cadangan.

Rudi sadari selesaikan masalah ini tak mudah. Pemerintah, katanya, akan berusaha mencari solusi.

Drainase di Kota Batam, katanya, banyak tumpang tindih dengan peruntukan langsung warga yang sudah ditetapkan sejak lama. “Yang jelas semua lahan di Batam ada peruntukan langsungnya.”

Saat ini, peruntukan fungsi aliran air belum baik. Dia tak mempunyai kuasa penuh mencabut peruntukan langsung yang tumpang tindih dengan peruntukan aliran air.

Nawaitu saya ingin perbaiki ini, peruntukan untuk aliran air akan kita tarik, tetapi butuh waktu. Kita akan panggil warga merapatkan itu untuk kembalikan jadi fungsi aliran air.”

Dia contohkan, banjir di Batu Aji, seharusnya sebagai aliran air sudah jadi peruntukan langsung semua. “Peruntukan langsung itu sudah didapatkan warga 10-20 tahun lalu, ini proses perlu kita lewati, kalau tidak mau ya proses hukumlah.”

Tumbur Hutasoit, anggota Komisi III DPRD Kota Batam yang membidangi lingkungan hidup mengatakan, masalah banjir sudah sejak awal pembangunan Kota Batam. Terutama, ketika proses alokasi lahan dari BP Batam kepada pengembang.

 

Bukit terbabat di Kota Batam. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Alokasi lahan dari Badan Pengelola Batam tak pernah berkoordinasi dengan perangkat Pemerintah Kota Batam, termasuk di kelurahan dan kecamatan. “Begitu juga ketika kita panggil, BP Batam dulu tidak pernah hadir untuk bahas masalah banjir,” katanya.

Sekarang, katanya, setelah Kepala BP Batam dipegang sekaligus oleh Walikota Batam (ex-officio) koordinasi lebih mudah. Walikota Batam, katanya, cukup aktif dan cepat tanggap ketika terjadi banjir.

Salah satu penyebab banjir di Kota Batam, kata Turbur, pembangunan perumahan jauh dari pengawasan BP Batam, terutama tanggung jawab pengembang. “Developer juga tidak pernah mengikuti aturan BP Batam, salah satunya tak membuat drainase dengan benar.”

Ketika banjir, yang disalahkan Pemerintah Kota Batam. “Ada yang salah dari awal, tetapi Rudi (Walikota Batam) sudah mulai perbaiki itu,” kata politisi Partai Nasdem itu.

Dia berharap, pengawasan pembangunan dan kerusakan lingkungan hidup di Batam harus ketat. Dia juga melihat kerusakan hutan di Batam sangat masif. “Saya lihat Batam ini dari atas pesawat, hutan sudah habis, resapan air tidak ada.”

Dia setuju dengan pembangunan, tetapi tetap memperhatikan lingkungan hidup. “Kalau izin dari BP Batam, harusnya BP Batam bertangunjawab mengawasi, sekarang mulai dilakukan,” katanya.

Jadi, katanya, sangat penting, pembangunan Batam berbasis lingkungan hidup. “Jangan sampai lagi pembangunan merusak hutan atau lingkungan, bagus mencegah penebangan pohon, meskipun penanaman kita belum bisa pastikan tumbuh,” katanya.

Akar Bhumi Indonesia menyebut Kota Batam darurat lingkungan hidup. Kerusakan terjadi mulai dari perusakan hutan lingdung, alih fungsi hutan dan lahan, area resapan air kurang, banyak pembangunan tidak memerhatikan lingkungan. “Juga penebangan bakau, sampah dibuang sembarangan,” kata Hendrik, pendiri Akar Bhumi Indonesia.

Memang, katanya, masalah ini tak bisa dibebankan kepada pemerintah semata, juga perusahaan yang membangun perumahan harus bertangung jawab, Termasuklah, masyarakat Kota Batam.

Dia bilang, masyarakat masih belum paham soal menjaga lingkungan. “Itu juga jadi tugas kami, sosialisasi kepada masyarakat tentang menjaga lingkungan.”

Tidak hanya kerusakan di darat, katanya, perubahan iklim menyebabkan kenaikan air laut maupun faktor angin utara menambah parah banjir di Batam.

“Batam harus kita pikirkan sebagai kota beradab, punya toleransi tinggi tidak hanya kepada manusia tetapi lingkungan.”

 

Pohon yang ditebanfg, hutan yang terbabat untuk ‘pembangunan’ di Batam. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

*******

Foto utama: Ilustrasi. Banjir, salah satu penyebab kerusakan lingkungan hidup seperti yang terjadi di Kota Batam. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version