Mongabay.co.id

Gembili, Pangan Alternatif Indonesia di Masa Depan

 

 

Masyarakat asli Papua dikenal memiliki beragam makanan pokok selain beras. Mulai dari sagu hingga beragam jenis umbi. Salah satunya adalah gembili [Dioscorea esculenta L], makanan pokok yang memiliki nilai kultural dan spiritual, khususnya bagi masyarakat adat Yanume, di kampung Yanggandur Kabupaten Merauke, serta masyarakat adat Kemtuk Gresi di Namblong, Sentani, Kabupaten Jayapura.

Dari kebudayaan masyarakat Papua dan pemanfaatan gembili sebagai makanan pokok, tanaman ini bisa dijadikan juga sebagai pangan alternatif Indonesia di masa depan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian tentang gembili di Papua, dan tempat lainnya di Indonesia. Sebagai contoh penelitian gembili yang diterbitkan dalam Jurnal Pangan dan Agroindustri yang ditulis oleh Aditya Yoga Prabowo, Teti Estiasih, dan Indria Purwantiningrum [2014].

Baca sebelumnya: Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar

 

Gembili, tanaman umbi-umbian yang kaya karbohidrat. Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa kegunaan utama gembili adalah sebagai pangan yang tinggi karbohidrat dan biasa dikonsumsi di wilayah tropis. Dengan ukuran yang relatif kecil dan permukaan lunak, gembili dapat dikukus tanpa dikupas terlebih dahulu. Karena keunggulannya yang mudah dicerna, gembili dapat diolah menjadi produk tinggi karbohidrat lainnya, seperi keripik. Sementara, bila ditepungkan, gembili dapat mendukung produk-produk seperti kue, roti dan cookies.

“Hal yang terpenting dalam pengembangan produk dioscorea adalah proses pengolahan yang dirancang harus mampu mempertahankan kandungan nutrisi yang berharga,” ungkap penelitian tersebut.

Gembili sendiri merupakan jenis tumbuhan yang berbuah di bawah tanah. Jenis umbi ini tumbuh merambat dan dapat mencapai tinggi antara 3-5 meter dengan daun berwarna hijau dan batang berduri di sekitar umbi, serta terdapat duri berwarna hitam. Umbi gembili menyerupai ubi jalar dengan ukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa, berwarna cokelat muda dan berkulit tipis.

Menurut peneliti, dioscorea belum menjadi produk pangan penting bagi masyarakat Indonesia meskipun di negara lain perannya di bidang pangan dan obat cukup besar. Ini dikarenakan, pengolahan dioscorea masih monoton, belum ada upaya untuk mengkombinasikan fungsi obat dan sumber energi.

“Perlu upaya pengembangan dan inovasi produk pengolahan umbi gembili dengan tujuan menghasilkan makanan fungsional berbasis dioscorea,” tulis Prabowo dan kolega dalam penelitian berjudul “Gembili, Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif”.

Baca: Gembili, Tanaman Adat Suku Kanume

 

Gembili, tumbuhan yang memiliki arti penting bagi masyarakat di Kabupaten Merauke dan Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Foto: Shutterstock

 

Kandungan gizi pada umbi gembili juga bervariasi sesuai dengan spesies dan varietasnya. Komponen terbesar adalah karbohidrat sebesar 27-37 persen. Bila ditinjau dari sifat fisiokimianya, gembili memiliki kadar protein tinggi dengan viskositas rendah sehingga baik dikembangkan sebagai tepung komposit untuk produk pangan.

Gembili juga mememiliki sifat hipolipidemik sehingga dapat menurunkan total kolesterol, kadar trigliserida, kolesterol LDL, dan kenaikan kolesterol HDL secara signifikan.

Ekstrak etanol dari gembili memiliki aktivitas anti-kanker yang berpengaruh secara signifikan terhadap siklus perkembangan sel kanker payudara. Penelitian pre-klinik pada objek diabetes menunjukkan bahwa pemberian tepung gembili dapat menurunkan kadar glukosa darah atau dengan kata lain memiliki efek anti-hiperglikemi.

Baca juga: Buah Merah, Tanaman Prasejarah dari Tanah Papua

 

Tanaman gembili yang merupakan jenis umbi-umbian. Foto: Wikimedia Commons/H Zell/CC BY-SA 3.0

 

Penelitian lainnya oleh Muhamad Sabda dan kolega, yang diterbitkan dalam Buletin Plasma Nutfah [Juni, 2019] disebutkan bahwa gembili memiliki kandungan karbohidrat yang hampir sama atau lebih dari kandungan padi atau nasi.

Jika nasi mengandung karbohidrat sekitar 28 persen, umbi gembili mengandung 22,5 persen. Artinya, ketika nasi dijadikan sebagai makanan pokok karena mengandung unsur karbohidrat sebagai sumber energi, harapannya gembili yang juga mengandung unsur karbohidrat dapat dijadikan pilihan atau alternatif makanan pokok. Terutama, pada masyarakat yang memang daerahnya bukan penghasil padi, seperti masyarakat lokal Papua.

“Untuk masa depan, ketergantungan terhadap nasi atau padi diharapkan dapat dikurangi karena kandungan karbohidrat keduanya hampir sama. Potensi gembili sebagai pangan alternatif perlu lebih disosialisasikan dan dibudayakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Papua yang bukan merupakan penghasil padi,” tulis para peneliti.

Kegiatan promosi dan sosialisasi dari semua pihak diharapkan dapat menjadikan Provinsi Papua berdaulat pangan dengan umbi-umbian lokal, khususnya gembili dan menjadi primadona makanan pokok.

“Pangan lokal diharapkan dapat menjadi tumpuan atau penyangga ketahanan pangan di tingkat regional maupun nasional,” jelas laporan tersebut.

 

 

Exit mobile version