Mongabay.co.id

Merawat Hutan Nagari Sako Utara, Menjaga Sumber Air Muara Labuh

 

 

 

 

 

Jalan berbatu, menanjak dan terjal kala melalui Hutan Nagari Sako Utara Pasir Utara (Sako Utara Pasie Talang), Kecamatan Muara Labuah di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Makin jauh dari pintu masuk hutan, jalanan makin mendaki sampai sekitar 80%.

“Bekas jejak kaki harimau. Sebulan lalu kami menemuinya di dalam hutan,”kata Elizon Amri, Ketua tim Patroli LPHN Sako Utara.

Matahari merangkak di timur, Desember lalu, saya bersama tiga tim patroli LPHN Sako Utara Pasir Talang dan tiga pendamping Institution Conservation Society (ICS) menyusuri hutan nagari ini.

Seringkali kami harus mendaki atau menuruni jalan terjal dan licin. Kami dengan sigap berpegangan pada akar-akar pohon. Baru setengah jam masuk hutan, kami harus memanjat bebatuan tegak lurus.

“Dulu, ini ada aliran air terjun menuju Sungai Talang,” kata Asrianto.

Batu ini berlumut di pinggir. Satu per satu batu dilewati. Tiba di ujung batu terakhir, kami harus merayap melewati tanah hitam gembur. Akar pohon jadi pengaman agar kuat menyisir pinggir tebing.

Zulex, pemuda dalam tim patroli bercerita, setiap patroli mereka menemukan berbagai macam satwa, jejak ataupun suara. Kerap mereka lihat adalah rangkong, dan jejak harimau, rusa maupun beruang.

Hutan Nagari Sako Utara, merupakan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat. Luas 204 hektar. Dulu, Masyarakat Sako Utara Pasir Talang menyebut hutan ini sebagai hutan lindung. Hutan ini jadi tempat jelajah harimau Sumatera. Ditandai dengan penamaan beberapa areal seperti calau harimau. Calau berarti goa pendek yang dipercaya masyarakat tempat peristirahatan harimau.

“Sejak 2017, diberikan penetapan hutan nagari, kami sudah mulai patroli, tapi sebatas rundo-rundo sajo (ronda, keliling).”

Patroli sekarang lebih terarah dari hanya keliling. Pemantauan dengan global positioning system (GPS) yang berfungsi menentukan posisi titik dalam sistem koordinat.

Pemakaian GPS ini sangat membantu, katanya, dalam menandai jejak satwa, pohon ataupun potensi hasil hutan bukan kayu lainnya.

“Kalau dari teman pendamping disebut smart patrol, kegiatan patroli yang kami lakukan setiap bulannya,” kata Asrianto.

Biasa patroli berlangsung 4-5 hari setiap bulan. Mereka bergantian dalam tim Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) , minimal lima orang sekali patrol.

 

Tim Patroli Hutan Nagari Sako Utara Pasir Utara sedang pengawasan di hutan. Foto: ELviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

“Kenapa hutan nagari ini perlu dijaga?”

Dulu, kata Asrianto, hutan nagari ini beberapa kali pernah ada pembalakan liar (menggesek) dalam TNKS. “Kami patroli menjaga hal itu tak terjadi. Alhamdulillah, tidak ada lagi sekarang.”

Saat pembalakan liar itu, kayu-kayu besar ditebang. Satu kubik kayu bisa menghasilkan 40 keping papan. Kayu-kayu yang ditumpuk di tepi jalan diambil tauke untuk jual ke kota. Dampak perusakan hutan itu, tak jadi parhitungan pembalak.

“Bagaimana dengan sumber air yang mengairi sawah di Nagari Sako Utara Pasie Talang , hingga sawah tepi jalan lintas Muara Labuah.”

 

Sumber air

Ada ratusan hektar sawah bergantung dari tiga sumber air di hutan nagari ini yakni, Sungai Talang, Sungai Mudik Laweh dan Sungai Siputu yang mengalir hingga jalan lintas Muara Labuah.

“Inilah yang kami jaga sumber air untuk persawahan. Bertani di sawah bukan janya mencukupi kebutuhan pangan, juga denyut ekonomi kami.”

Desember lalu, dikutip dari Topsatu.com, balai melalui Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, memberikan bantuan hampir setengah miliar rupiah kepada sejumlah kelompok masyarakat di sekitar dan hutan TNKS.

David, Kepala Seksi TNKS wilayah IV, mengatakan, bantuan itu bentuk kemitraan TNKS dengan masyarakat dalam mengkonvervasi hutan.

Kelompok penerima bantuan antara lain, KTH Liki Jaya Nagari Persuapan Lubuk Gadang Barat Daya, Kecamatan Sangir, KTH Sejahtera Bersama Nagari, dan KTH Citra Andalas Putra Nagari Luak Kapau, Kecamatan Alam Pauah Duo.

TNKS melaporkan terjadi penurunan luas hutan dalam tiga rahun terakhir. Dari 2017-2020, zona rehabilitasi TNKS mengalami penurunan dari 14.255 hektar jadi 13.237 hektar.

Patroli kami berakhir di sebuah bendungan besar. Masyarakat menamai irigasi Sungai Talang, terletak di bawah Hutan Nagari Sako Utara Pasie Talang. Bendungan setinggi tujuh meter dengan pohon mengelilingi danau.

“Bisa dibayangkan kalau penebangan pohon terus terjadi, air bendungan ini akan kering dan sawah di bawah tidak akan teraliri,” kata Elizon.

 

Para petani sedang menanam. Pasokan air irigasi mereka tergantung dari Hutan Nagari Sako Utara Pasir Utara. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Belakangan, petani di sini sudah mengalami perubahan pada persawahan mereka. Serangan hama mulai rutin datang yang membuat beberapa kali gagal panen.

“Sawah kami sekarang menghadapi hama tikus, ada juga hama wereng dan walang sangit mulai 90an rutin menghantui petani.”

Elizon bilang, hama rutin setiap lima tahun sekali dalam dua dekade terakhir bisa juga karena tutupan hutan makin sedikit.

Masyarakat adat mempunyai cara bagaimana mengelola hutan. Ada beberapa areal mereka anggap tempat istirahat harimau. Mereka juga tidak sembarangan membuka perladangan. Dengan ada patroli rutin, Elizon bilang, orang jadi takut menebang hutan sembarangan. Masyarakat harus meminta izin pada wali nagari dan LPHN. Keperluan tebang pohon juga hanya buat perbaikan rumah dan fasilitas umum, bukan diperjualbelikan.

ICS fokus memperkuat perhutanan sosial di Kabupaten Solok Selatan, dalam menjaga wilayah jelajah harimau Sumatera. Kegiatan ini juga didukung TFCA-Sumatera, suatu skema pendanaan bilateral pengalihan utang antara Pemerintah Amerika dan Pemerintah Indonesia.

Samedi, Direktur Program TFCA Sumatera mengatakan, sejak 2011, TFCA Sumatera memberikan pendampingan bersama delapan mitra, meliputi 61 desa di 12 kabupaten yang bersinggungan dengan bentang ekosistem Kerinci Seblat.

“Untuk bentang ekosistem Kerinci Seblat kita fokus di tiga provinsi, Jambi, Sumbar dan Bengkulu. Berbagai pendekatan dilakukan untuk mengurangi laju penurunan tutupan hutan. Di beberapa lokasi malah ada yang bertambah tutupan hutan dengan intervensi bersama mitra dan masyarakat.”

Salpayandri, Direktur ICS Solok Selatan, mengatakan, ICS sudah memfasilitasi pembentukan sembilan hutan nagari, enam di antaranya sudah ada surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Saat ini, katanya, dari enam yang memiliki SK pengelolaan hutan nagari, ICS fokus di dua lokasi yaitu LPHN Sako Utara Pasir Talang dan Lubuk Gadang Selatan.

“Kedua daerah ini wilayah jelajah harimau Sumatera juga berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat,” katanya.

Mereka juga mendampingi LPHN untuk pemetaan wilayah dengan pembagian tiga blok atau zonasi, yaitu lindung, rehabilitasi dan pemanfaatan.

“Pembagian ini didasarkan atas kondisi dari patroli yang mereka lakukan. Berdasarkan temuan-temuan jejak satwa ataupun potensi hasil hutan bukan kayu yang ada.”

 

Bendungan yang airnya bergantung dari Hutan Nagari Sako Utara Pasir Utara. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version