Mongabay.co.id

Nelayan Natuna Protes Jaring Tarik Berkantong mirip Cantrang

 

Satuan Polairud Polres Natuna menangkap kapal KM Sinar Samudra karena melanggar zona tangkap perikanan di perairan Pulau Subi, Kabupaten Natuna, Jumat (18/2/2022). Kapal 130 gross tonnage itu diamankan saat sedang menurunkan alat tangkap jaring tarik berkantong pada jarak 13 mil dari tepi pantai. Padahal dalam aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kapal tersebut harusnya melaut di atas 30 mil dari pesisir.

Kapal itu kemudian dibawa ke Pos Satpolairud Polres Natuna di Selat Lampa, Kabupaten Natuna. Kapal tersebut menangkap ikan menggunakan alat tangkap jaring tarik berkantong yang baru dilegalkan KKP melalui Peraturan Menteri (Permen) KP No.18/2021 menggantikan cantrang.

Kabar penangkapan kapal ini sampai ke nelayan Natuna yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Natuna (ANN) dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Natuna. “Ketika kami dapat info ada kapal di tangkap, kami langsung bersama-sama berangkat ke lokasi kapal (diamankan),” kata Hendri Ketua ANN kepada Mongabay Indonesia, Kamis (24/2/2022).

Sampai di lokasi, aparat selesai melakukan pemeriksaan. Nelayan mencoba masuk dan meminta izin kepada penjaga kapal untuk melihat alat tangkap yang digunakan. Nelayan curiga alat tangkap itu mirip dengan cantrang.

Setelah melihat alat tangkap jaring tarik berkantong yang digunakan nelayan KM Sinar Samudra, Hendri mengatakan, terdapat beberapa kejanggalan dari alat tersebut. Pertama, dalam Permen KP No.18/2021 disebutkan syarat jaring tarik berkantong adalah menggunakan mata jaring berbentuk persegi atau kotak. Namun, jaring kapal itu menggunakan mata jaring diamond yang hanya dipasang secara melintang, seolah-olah berbentuk kotak.

Selain itu, untuk memenuhi syarat Permen KP No.18/2021 tersebut mata jaring kotak hanya dipasang sepanjang tiga meter. “Padahal, kata ahli, jaring mata kotak belum ada dijual di pasaran,” kata Hendri.

Kejanggalan lainnya, dalam  Permen KP itu disebutkan panjang tali selambar jaring tarik berkantong maksimal 900 meter. Sedangkan, panjang tali selambar di kapal itu sekitar 4.800 meter. “Tidak masuk logika kalau syarat jaring tarik berkantong itu panjang tali selambarnya maksimal 900 meter, itu tidak akan sampai ke dasar laut, nelayan atau pengusaha kapal mana yang mau pakai,” katanya.

baca : Catatan Akhir Tahun: Masa Depan Laut Natuna Utara

 

Kapal KM Sinar Samudra dari Jawa ditangkap Polairud Natuna melanggar batas wilayah tangkap di Perairan Subi Kabupaten Natuna. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Ditemukan Cantrang

Nelayan juga curiga di dalam palka kapal masih ada alat tangkap lainnya, karena tidak masuk akal kapal sebesar itu hanya punya satu alat tangkap jaring tarik berkantong.

Nelayan bersama Wakil Bupati Kabupaten Natuna dan Anggota DPRD Natuna kemudian melakukan pemeriksaan kembali ke atas kapal pada Selasa (22/2/2022). Ternyata ditemukan alat tangkap cantrang di dalam palka kapal. Pemilik kapal mengaku cantrang itu hanya disimpan di atas kapal, tidak digunakan menangkap ikan.

Nelayan menuntut bahwa pelanggaran yang dilakukan KM Sinar Samudra ini tidak hanya melanggar zona tangkap saja, tetapi juga kapal membawa alat tangkap cantrang yang ilegal. “Katanya, polisi tidak mau menjadikan alat tangkap cantrang itu sebagai bukti lantaran nahkoda kapal mengaku tidak menggunakannya, mana mungkin maling mengaku,” kata Hendri.

Nelayan juga membandingkan jumlah alat tangkap jaring berkantong dan alat tangkap cantrang. Ketika dimasukan ke dalam palka terlihat alat tangkap cantrang memenuhi satu palka, sedangkan jaring tarik berkantong hanya menutupi lantai palka kapal. “Kami sebenarnya mau memastikan jumlah cantrang itu, tetapi pak Wabup bilang tidak perlu karena nahkoda kapal sudah mengakui alat itu cantrang,” katanya.

KKP telah melarang penggunaan cantrang melalui Permen KP No.59/2020, tetapi direvisi dengan Permen KP No.18/2021 dimana salah satunya melegalkan alat tangkap baru yang disebut jaring tarik berkantong. Menurut Hendri, Permen No.18/2021 hanya akal-akalan untuk melegalkan cantrang. Nelayan hanya tinggal memodifikasi sedikit cantrang kemudian bisa jadi legal dengan nama alat tangkap jaring tarik berkantong.

“Alat ini juga jadi kamuflase nelayan di atas kapal, ketika ada pemeriksaan yang dikeluarkan jaring tarik berkantong, tetapi yang digunakan di laut cantrang. Itu terjadi di KM Samudra ini. Tidak mungkin sudah 10 ton menangkap ikan, jaring tarik berkantongnya masih bersih seperti baru,” kata Hendri.

Dia mengatakan, hal ini menandakan ketidakseriusan pemerintah menanggapi keluhan nelayan Natuna. “Kita berharap jaring tarik berkantong itu dibatalkan, atau dimoratorium sampai kami tahu betul apa itu sebenarnya jaring tarik berkantong,” katanya.

baca juga : Babak Baru Polemik Cantrang

 

Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri saat memeriksa alat tangkap ikan di KM Sinar Samudra. Nelayan mencurigai kapal membawa alat tangkap cantrang. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Menanggapi temuan itu, Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda mengatakan pihaknya akan mengirimkan surat ke KKP terkait legalisasi penggunaan alat tangkap ikan jaring tarik berkantong itu. “Meskipun nahkoda mengaku itu alat cantrang lama yang tidak dipakai, tetapi kita tidak tahu pelaksanaan di laut,” katanya, Selasa (22/2/2022).

Menurutnya, alat tangkap pengganti cantrang itu sama saja penggunaannya dengan alat tangkap cantrang. “Model, cara kerja, dan dampak kerusakan jaring tarik berkantong sama dengan dampak negatif yang ditimbulkan cantrang,” katanya,

Sehingga, lanjut Rodhial, meskipun sudah diizinkan KKP melalui Permen KP No.18/2021, alat tangkap tersebut tetap sulit diterima nelayan Natuna karena hampir sama dengan cantrang.

Pemkab Natuna akan segera melakukan analisa terhadap persoalan ini bersama nelayan Natuna sebelum bersurat ke KKP. “Kami minta agar nelayan semua tenang, kami akan segera bersurat ke KKP. Kami minta agar legalitas alat tangkap ini dapat ditinjau kembali,” ujarnya.

Rodhial mengatakan, Pemkab Natuna berkepentingan untuk membela dan memperjuangkan hak nelayan daerahnya untuk kelestarian laut Natuna. “Kami apresiasi tindakan yang dilakukan Sat Polairud Natuna yang telah menangkap kapal ini. Selanjutnya kami minta proses hukum terhadap kapal dijalankan dengan seadil-adilnya,” tambahnya.

 

Mirip Cantrang

Awalnya, Satua Polairud Natuna mendapatkan laporan nelayan tentang keberadaan kapal cantrang di perairan Subi Natuna, Kamis (17/2/2022). Menggunakan titik koordinat yang diberikan nelayan, Polairud  melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap KM Sinar Samudra.

“Saat kami temukan, mereka sedang mengangkat jangkar dan jaring sudah dipasang (siap menangkap ikan),” kata Kasat Polairud Polres Natuna AKP Sandy Pratama Putra kepada Mongabay Indonesia, Jumat, 25 Februari 2022.

Setelah pemeriksaan, kapal diketahui memiliki semua izin mulai dari izin dokumen penangkap ikan, surat izin berlayar, surat izin usaha perikanan, izin penangkapan ikan dan surat layak operasi. “Surat mereka ada semua, termasuk surat keterangan aktif transmitter,” kata Sandy. Transmitter berguna untuk KKP melacak keberadaan kapal.

perlu dibaca : Pelegalan Cantrang Jadi Bukti Negara Berpihak kepada Investor

 

Pemda Natuna dan beberapa nelayan memeriksa alat tangkap ikan di kapal KM Sinar Samudra yang ditangkap Polairud Natuna karena melanggar zona tangkap. Foto : Polairud Natuna

 

Sandy mengatakan, dari dokumen perizinan tersebut kapal dibolehkan hanya menggunakan alat tangkap jaring tarik berkantong. Namun, beberapa nelayan mengindikasikan alat tangkap tersebut adalah cantrang dan mendatangi kapal.

Sandy mengaku, kesulitan membedakan jaring tarik berkantong dengan cantrang yang dilarang. Karena hanya bisa dibedakan dari mata jaring. Jaring mata jaring tarik berkantong berbentuk kotak, sedangkan cantrang diamond. “Awalnya saya mengira diamond, setelah kita datangi Syahbandar Perikanan yang juga ahli dibidang itu, menyebutkan itu mata jaring kotak,” katanya.

Dia menjelaskan, Kepala Syahbandar Perikanan Natuna M. Solikhin diminta sebagai pakar alat tangkap karena memiliki sertifikasi. “Jadi kami tidak sembarangan ahli yang kami tunjuk, bukan orang sekedar tahu saja,” katanya.

Berdasarkan keterangan Syahbandar Perikanan Natuna, alat tangkap tersebut diputuskan jaring tarik berkantong sesuai Permen KP No.18/2021 yang sudah diizinkan. Sehingga Polairud melanjutkan kasus kapal ini hanya pelanggaran batas wilayah penangkapan ikan. “Seharusnya kapal ini menangkap 30 mil ke atas, mereka menangkap malahan di 13 mil. Pelanggaran itu yang dilimpahkan kepada PSDKP,” katanya.

Sandy membantah tuduhan nelayan yang menyebutkan dalam palka kapal juga terdapat cantrang. Pengakuan nahkoda kapal kepada Polairud, dulu jaring tersebut adalah cantrang, tetapi sekarang sudah dipotong-potong untuk dijadikan jaring cadangan penambal ketika jaring tarik berkantong rusak. “Selama alat itu tidak digunakan dan untuk perbaikan, tidak masalah,” katanya. Sandy juga mengaku tidak mungkin mengawasi pergerakan kapal setiap saat di laut.

Sedangkan terkait dugaan tidak sesuai aturan tali selambar yang digunakan kapal, menurut Sandy hal itu perlu diukur secara pasti. “Tali selambar yang tidak sesuai aturan Permen itu hanya analisis nelayan, belum diukur pasti panjangnnya. Kalau kami sebenarnya menyesuaikan apa yang ada di dokumen kapal yaitu panjang tali selambar 870 meter, alat tangkap juga sudah dilabel Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (KKP), tidak mungkin label diberikan kalau tidak sesuai,” katanya.

Menurut Sandy, kasus ini bisa dikembangkan kembali oleh PSDKP jika memang ada pelanggaran penggunaan alat tangkap oleh nelayan dari Pati Jawa tersebut. Pendapat nelayan menurut Sandy adalah opini masyarakat.

Alat tangkap jaring berkantong, lanjutnya, hampir sama dengan cantrang. Begitu juga kerusakan yang ditimbulkan tidak jauh berbeda. “Yang diganti cuma kantong dan mata jaring. Cara kerja hampir sama, ditarik juga dan sampai ke dasar. Kita inginkan bagaimana penangkapan ikan di Natuna ini tidak merusak, apalagi disini banyak nelayan kecil,” katanya.

baca juga : Tepatkah Operasional Kapal Cantrang Sekarang?

 

Kepala Syahbandar Natuna saat memeriksa jenis alat tangkap yang digunakan kapal KM Sinar Samudra saat ditangkap di Natuna. Foto : Polairud Natuna

 

Kepala Syahbandar Perikanan SKPT Selat Lampa Natuna M. Solikhin saat inspeksi di kapal bersama Wakil Bupati Natuna menegaskan bahwa alat yang digunakan nelayan adalah jaring tarik berkantong berdasarkan SIPI yang terdapat di kapal. “Kalau kuncinya jaring tarik berkantong adalah di mata jaring yaitu ukurannya dua inci. Kalau melihat jaring ini, ini jaring tarik berkantong,” kata Solikhin menunjukan jaring tarik berkantong yang dijadikan barang bukti kepolisian.

Saat dihubungi pada waktu berbeda, Solikhin tidak mau berkomentar terkait pendapatnya soal alat tangkap tersebut. Ia mengatakan, keterangan itu disampaikannya kepada kepolisian hanya sebatas pendapat sementara. “Keterangan resmi saya kalau sudah di BAP, karena (pemeriksaan) itu butuh waktu lama, melihat dan memutuskan alat itu cantrang atau tidak,” katanya, Minggu (27/2/2022).

Ia tidak mau berkomentar tanpa izin dari KKP pusat, pasalnya isu ini cukup sensitif. Solikhin memastikan, dirinya belum bisa dikatakan ahli dalam perkara tersebut karena tidak ada surat tugas dari pemerintah pusat. “Kemarin itu hanya keterangan sementara, ini kasus mau dibawa ke kasus zona tangkap atau alat tangkap, itu tergantung penyelidik,” katanya.

Kalaupun ditetapkan sebagai ahli, Solikhin harus meneliti lebih lanjut secara detail barang bukti yang terdapat di atas kapal. “Makanya saya belum bisa berani banyak komentar, takut salah ngomong, sekali lagi sebelum masuk BAP itu belum keterangan ahli,” katanya.

 

Exit mobile version