Mongabay.co.id

Jawa Timur Mulai Terdampak Perubahan Iklim, Seperti Apa?

 

 

 

 

Dampak perubahan iklim mulai dirasakan di Jawa Timur, seperti di Kota Batu maupun Pulau Madura. Di Kota Batu, perubahan cuaca dalam 10 tahun terakhir, menjadi salah satu penyebab produksi apel alami penurunan.

“Dari tadinya 62 ton per hektar, sekarang mungkin hanya … di bawah antara 10-15 ton per hektar,” kata Fifi Salma Safitri, Ketua Organisasi Suara Perempuan Desa di Kota Batu, beberapa waktu lalu.

Apel, katanya, perlu curah hujan tinggi dan suhu rendah. Tanaman itu dapat tumbuh bagus pada rata-rata suhu 20–21 derajat celsius. Kini, di Batu cuaca terlalu panas, suhu mencapai 24 derajat celsius hingga apel tak berkembang dengan baik.

“Sekarang, Batu sudah berubah dari kota yang pendapatan utama pertanian jadi kota yang pendapatan utama jasa,” kata Fifi.

 

Baca juga : Perlu Aksi Segera dan Serius Atasi Krisis Iklim

Pulau kecil bagian dari Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur. Pulau-pulau kecil seperti ini rawan terdampak perubahan iklim. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Faktor lain, yang menyebabkan produksi apel merosot, katanya, karena pemberian pupuk kimia selama puluhan tahun hingga tanah jenuh dan alih fungsi lahan menyebabkan daerah resapan air berkurang.

Di Kota Batu, hulu Sungai Brantas, tepatnya di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji.

Jadi, katanya, perlu menyelamatkan daerah hulu. Ini sama dengan menyelamatkan daerah aliran sungai (DAS) yang mengairi 15 kabupaten kota, bukan sekadar pertanian dan hutan di Batu.

Dampak perubahan iklim juga terjadi Madura, terutama di daerah kepulauan. Permukaan laut naik, cuaca ekstrem, dan musim tak menentu. Masyarakat pesisir dan para nelayan, katanya, jadi kelompok rentan.

Merujuk data Ardiansyah dkk (2017) dalam “Pemodelan genangan kenaikan muka air laut” dengan gunakan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi pesisir Selat Madura, muka air laut di selat ini meningkat 1,2 cm setiap tahun.

 

Baca juga : Adopsi Teknologi dan Jalin Kolaborasi, Cara Lain Hadapi Perubahan Iklim

Terdampak perubahan iklim? Petani apel Malang, sebagian mulai beralih ke tanaman lain. Dulu, hampir sebagian besar lahan pertanian tanam apel. Kini, berganti tanaman lain seperti jeruk Pontianak, tebu dan pohon sengon, aneka bunga potong dan sayuran. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, bilang, perubahan iklim memicu anomali cuaca hingga mengacaukan kalender musim nelayan.

Dampaknya, hasil tangkapan menurun dan keselamatan nelayan saat melaut rawan. “Itulah yang dialami nelayan tradisional di Masalembu, Sumenep dan Bawean, Gresik. Perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi mereka,” katanya.

Kenaikan permukaan laut, katanya, diperparah dengan kerusakan hutan mangrove di Madura. Di Madura, kawasan mangrove dalam kondisi baik seluas 8.794,1 hektar (58,2%) dan kondisi buruk 6.324,1 hektar (41,8%).

Hutan mangrove, katanya, mempunyai beberapa fungsi, seperti, pengikat karbon, penahan substrat pantai dari abrasi, penahan angin atau gelombang, maupun penahan intrusi air laut.

Selain itu, peningkatan suhu dampak perubahan iklim memicu kerusakan terumbu karang. Kerusakan karang, katanya, juga dipicu penggunaan cantrang dan peledak dalam menangkap ikan.

“Ketika terumbu karang rusak, ikan-ikan juga kehilangan rumah dan tempat makan, akhirnya mengurangi spesies ikan karang,” kata Wahyu.

Penggunaan bahan peledak saat menangkap ikan di kepulauan Sumenep masih ada dalam beberapa bulan terakhir. Misal, pada 6 Februari 2022, polisi Sumenep menangkap pelaku dynamite fishing di perairan Selangan, antara Pulau Saur dan Saebus, Kecamatan Sapeken, Sumenep.

“Ditemukan barang bukti berupa bahan peledak, hasil tangkapan ikan dengan bahan peledak,” kata Widiarti, Kepala Sub Bagian Humas Polres Sumenep dalam rilis 6 Februari lalu.

 

Nelayan tradisional di Pulau Madura. Mereka terdampak perubahan ikllim yang menyebabkan cuaca ekstrem dan tak menentu. Nelayan pun sulit memperkirakan akan melaut dan berujung hasil tangkap berkurang. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Jatna Supriatna, Kepala Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia, mengatakan, banyak ahli sudah memprediksi soal pemanasan global. Sekarang ini, katanya, suhu kutub sudah satu koma sekian derajat celcius. Bila suhu itu sampai dua derajat, maka es akan mencair sangat besar dan permukaan laut akan naik.

Selain kenaikan air laut, katanya, juga terjadi penurunan tanah.

Dia bilang, di seluruh dunia air naik, bahkan di negara-negara pasifik ada pulau tenggelam.

“Ini bukan temporary, ini betul-betul naik,” katamya, beberapa waktu lalu.

Efek rumah kaca, suhu bumi meningkat, musim menjadi tidak stabil di berbagai daerah.

“Dengan suhu udara lebih dari biasa, kestabilan suhu udara tidak seperti yang seharusnya,” kata dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Sains, Universitas Indonesia itu.

Pemanasan global mengancam keanekaragaman hayati di kepulauan, terutama pulau-pulau kecil dan punya satwa atau tumbuhan endemik.

Jatna bilang, hewan-hewan yang bergantung cuaca tidak akan bisa beradaptasi dengan baik.

Dia contohkan jamur. Jamur berkembang baik pada cuaca panas tetapi lembab. Jamur menyerang katak. Katak berjamur lalu mati.

Menurut dia, perlu usaha serius menghentikan laju emisi karbon supaya suhu bumi tak lebih dari dua derajat celcius.

Kalau lebih dari itu, katanya, hutan tropis akan merosot drastis karena kekeringan dan spesies-spesies akan punah. “Perlu upaya menghindari deforestasi, mengurangi produksi CO2, dan gunakan teknologi ramah lingkungan.”

Selain mitigasi, kata Jatna, perlu adaptasi dari berbagai masalah yang sudah dan akan datang.

“Perubahan iklim adalah isu global yang perlu ditangani bersama oleh semua stakeholder di dunia, bukan hanya Indonesia.”

 

Hutan mangrove yang terkikis. Kawasan mangrove mempunya banyak fungsi, seperti, pengikat karbon, penahan substrat pantai dari abrasi, penahan angin atau gelombang, maupun penahan intrusi air laut. Merehabilitasi mangrove itu penting. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

********

Exit mobile version