Mongabay.co.id

Rawan Bawa Penyakit, Burung-burung dari Afrika Selatan Itu Dikembalikan ke Negara Asal

 

 

 

 

Setelah bertahan sekitar dua mingguan di Bandara Internasional Kualamanu (KNIA), akhirnya seribuan burung dikirim kembali ke negara asal, Afrika Selatan pada 15 Maret lalu. Burung-burung ini khawatir membawa virus berbahaya, terlebih dalam beberapa tahun ini di Afrika Selatan sedang terkena penyakit flu burung ganas. Negara itu pun masuk dalam daftar hitam Balai Karantina.

Burung-burung ini tiba di KNIA, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, 28 Februari dan dikirim kembali pada 15 Maret lalu.

CV LAS, pihak importir menyewa maskapai penerbangan Malaysia Airlines untuk membawa burung-burung ini.

Sebelum itu, burung-burung ini diturunkan begitu pesawat tiba di bandara. Pesawat pun terbang lagi. Sebelum barang dibawa pemesan, petugas memeriksa mulai dari kelengkapan dokumen sampai pembayaran pajak.

Karena barang impor ini jenis hewan, petugas Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan di Kualanamu memeriksa kesehatan, dokumen asal usul serta dokumen karantina dari negara asal.

 

 

 

Ketika pemeriksaan itu, petugas mengetahui kalau seribuan burung ini dari Afrika Selatan. Balai Karantina Kelas II Medan langsung mengambil tindakan dengan mengamankan satwa-satwa ini.

Irzal Ashar, Pelaksana Teknis Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumut tampak mondar-mandir sejak pagi hari di Bandara Kualanamu.

Saat dikonfirmasi, Irzal tak mau banyak bicara. Dia hanya bilang, impor burung-burung oleh pengedar tumbuhan dan satwa liar yang sudah teregister di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dokumen, katanya, sudah lengkap, ada SATS LN impor dan lain-lain. Terkoneksi dengan INSW system hingga satwa itu bisa masuk ke Medan. Namun dia tak menyebutkan siapa pemesan burung-burung itu.

Berapa angka pasti jumlah burung sesuai dokumen pengajuan ke KLHK dan jenis apa saja? Dia tak mau berkomentar.

Elfi Haris, Kepala Kantor Bea dan Cukai Kualanamu mengatakan, burung-burung yang masuk ke Bandara Kualanamu ada 1. 153 dengan 14 jenis burung.

Dia bilang, burung belum diberikan kepada pemesan karena sertifikat karantina dari negara asal tak bisa pengimpor tunjukkan. Petugas Karantina juga masih memeriksa kesehatan satwa untuk mengantisipasi Avian Influenza (Al) atau virus lain.

“Kalau nanti hasil pemeriksaan kesehatan hewan sudah selesai dan memang dianggap tidak bisa masuk ke Indonesia maka akan dikembalikan ke negara asal atau dimusnahkan,” katanya, beberapa hari sebelum burung dikembalikan ke negeri asal.

 

Antaa lain burung-burung yang dibawa dari Afrika Selatan ke Indonesia lewat KNIA. Burung-burung impor inipun ditolak dan dikembalikan lagi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Berisiko, larangan masuk

Mengapa Balai Karantina Kelas II Medan Kualanamu tak mengizinkan burung-burung ini keluar bandara? Ternyata ada aturan Kementerian Pertanian menyebutkan, larangan menerima atau memasukkan satwa dan tumbuhan dari Afrika Selatan ke Indonesia.

Hal ini, katanya, untuk mencegah virus atau berbagai penyakit lain yang bisa dibawa unggas dan sebagainya. Faktor lain, saat ini di Afsel itu sedang terjangkit virus flu burung ganas.

Leny Hartati Harahap, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan di Kualanamu saat keterangan kepada media 4 Maret lalu mengatakan, setelah mengetahui burung-burung dari Afrika Selatan, mereka langsung memeriksa dokumen impor perusahaan. Disebutkan kalau ada 962 burung dari 13 jenis.

Pemeriksaan mereka lakukan berdasarkan Undang-undang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Nomor 21/2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 82/2000 tentang Karantina Hewan.

Di negera asal burung-burung itu, Afrika Selatan, sedang ada wabah flu burung ganas (Highly Pathogenic Avian Influenza/HPAI). Ini merupakan virus influenza dengan serotype H7 terutama menginfeksi unggas yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kematian. Penyakit ini, katanya bisa menular ke manusia (zoonosis).

Di Indonesia, penyakit flu burung ganas ini tergolong hama penyakit hewan karantina (HPHK) golongan 1 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3.238 tahun 2009 soal penggolongan jenis-Jenis hama penyakit, penggolongan dan klasifikasi media pembawa.

Mengacu surat edaran Kepala Badan Karantina Pertanian mengenai pelarangan unggas dan produk unggas segar dari negara wabah flu burung ganas yang keluar 10 Desember 2020.

Dalam surat itu, katanya, menginstruksikan menolak masuk unggas dan produk unggas segar dari negara Afrika Selatan.

Surat itu juga menyebutkan, menolak atau memusnahkan setiap media pembawa HPAI yang dilarang, berasal atau transit dari negara sedang wabah.

 

Pada 15 Maret lalu, burung-burung yang ditolak masuk ini dikembalikan ke negara asal, Afrika Selatan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Untuk itu, katanya, mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada, Karantina Medan menolak burung-burung dari Afrika Selatan ini.

Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, katanya, berusaha mencegah masuk dan tersebar penyakit flu burung ganas ke Indonesia. Indonesia merupakan negara bebas penyakit flu burung ganas ini.

“Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan berkomitmen dan senantiasa siaga memastikan hewan yang dilalulintaskan melalui tempat pemasukan dan tempat pengeluaran dilaporkan, memenuhi syarat dan terjamin kesehatannya, ” kata Leny.

Andi Sinaga dari Forum Investigator Zoo Indonesia mengapresiasi Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan di Kualanamu yang begitu teliti melihat dokumen imigrasi dari negara asal.

“Jika tidak teliti, selesailah sudah, burung-burung itu masuk Indonesia, rawan membawa virus, menyebar ke makhluk hidup termasuk manusia. Sangat mengerikan sekali.”

Mengenai jumlah dan jenis burung impor itu perlu dan penting diketahui karena kalau ada oknum-oknum atau pihak yang ingin memanfaatkan situasi ini bisa berbahaya.

Tak bisa dibayangkan, katanya, kalau sampai burung-burung itu bisa lolos. Makin berbahaya lagi kalau virus mematikan ini sampai terpapar pada salah satu burung yang diimpor itu.

“Itu merupakan kewenangan BBKSDA Sumut untuk menjawab pertanyaan dari media, berapa jumlah satwa yang masuk dan jenisnya karena merupakan otoritas mereka. Kalau Karantina itu lebih pada kesehatan, dan Bea Cukai tentang kelengkapan dokumen termasuk pembayaran pajak.”

 

Petgas Karantina Hewan dan Tumbuhan usai memeriksa burung-burung yang berasal dari Afrika Selatan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Bicara tentang kelengkapan dokumen impor perusahaan, mereka melakukan penelusuran dan pengecekan dokumen. Temuan mereka antara lain, izin dokumen impor sama sekali tidak ditemukan. Sedang sertifikat karantina dari negara asal hanya ada scan warna yang dilampirkan, tetapi ketika karantina meminta aslinya perusahaan tak bisa menunjukkan.

“Ini dikuatkan lagi dengan pernyataan dari Kepala Bea Cukai Kualanamu yang menyebutkan tidak ada sertifikat karantina dari negara asal, ” kata Andi.

Saat mereka telusuri, perusahaan itu merupakan perdagang ekspor impor. Dari website ini terlihat, mereka terdaftar di Bea Cukai, hingga kalau ada pihak-pihak lain yang ingin ekspor atau impor dan belum terdaftar bisa menggunakan perusahaan ini.

Lantas bagaimana statusnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan? Andi mengatakan, berdasarkan penelusuran mereka, termasuk dari laman resmi KLHK, perusahaan ini tak ditemukan terdaftar di kementerian ini.

 

Bg-burung dari Afrika Selatan, yang dikembalikan ke negeara asal. Afsel, salah satu negara yang masuk daftar hitam Kementerian Pertanian karena rawan kemasukan penyakit dari satwa dan tumbuhan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia.

 

Cuci dokumen?

Indonesia mulai memperketat masuknya barang-barang impor terutama tumbuhan dan satwa liar. Balai Karantina di bandara internasional berupaya menekan masuknya satwa dan tumbuhan yang berisiko membawa penyakit.

Jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, katanya, memutar otak mencari cara bagaimana bisa memasukkan barang-barang mereka ke Indonesia dengan aman.

Di Kementerian Pertanian, Afsel masuk negara rawan penyakit tumbuhan dan satwa liar. Meskipun ada aturan di Kementerian Pertanian itu, katanya, masih ada celah masuk melalui KLHK. Afrika, katanya, belum menjadi negara yang dilarang mengimpor tumbuhan dan satwa liar.

Menurut dia, kedua kementerian ini harus membicarakan serius dan menyatukan konsep guna mencegah kemasukan virus melalui satwa dan tumbuhan.

“Tak boleh merasa ada yang lebih berwenang karena ini bukan bicara tentang lembaga tetapi tentang keamanan rakyat Indonesia. yang berhak mendapatkan kesehatan dan hidup yang baik.”

Dia juga menduga ada upaya ‘pencucian’ dokumen. Burung-burung ini negara asal dari Afsel, katanya, agar bisa masuk Indonesia transit dahulu ke Malaysia. Malaysia, katanya, tak masuk dalam negara blacklist Indonesia (Kementan).

“Cuci dokumen melalui negara ini untuk memasukkan atau mengimpor tumbuhan dan satwa liar ke Indonesia. Nah, cara inilah yang dipergunakan jaringan internasional perdagangan satwa liar dilindungi supaya bisa masuk ke Indonesia,” kata Andi.

Dokumen-dokumen dari Afsel diganti. Setelah melengkapi dokumen-dokumen dari Malaysia, barulah satwa-satwa ini kirim ke Indonesia.

Jalurnya, semua barang dari Afsel itu kumpul dulu di Malaysia, kemudian dokumen berubah seolah-olah satwa dari Malaysia hingga bisa masuk Indonesia.

“Keseriusan petugas memeriksa teliti dokumen impor barang-barang dari luar negeri ini sangat penting.”

 

 

*******

Exit mobile version