Mongabay.co.id

Pohon Malahengo, Apakah Endemik Gorontalo?

 

 

 

 

Namanya malahengo, ini nama lokal Gorontalo pada pohon yang juga dikenal dengan sebutan anggur Gorontalo (Gorontalo grapes). Pohon ini disebut-sebut sebagai endemik Gorontalo oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Gorontalo. Buah berwarna hitam dengan warna daging kemerah-merahan. Rasanya cukup manis.

Klaim sebagai tumbuhan endemik masih jadi perdebatan. Ada yang bilang itu pohon buni, juga ada di daerah lain. Jemi Monoarfa, pengiat lingkungan di Gorontalo mengatakan, malahengo bukan endemik Gorontalo, karena ada di daerah lain dengan nama buni. Nama lokal Gorontalo dia sebut pohon takuti.

Kata endemik, katanya, tak bisa disematkan ke pohon itu, karena indikator utama tak terpenuhi dan belum bisa dijelaskan secara ilmiah. Bahkan, katanya, belum ada naskah akademik yang menjelaskan malahengo sebagai pohon endemik Gorontalo.

“Saya kaget membaca pemberitaan di beberapa media yang menyatakan malahengo sebagai pohon endemik Gorontalo. Padahal, malahengo itu pohon buni, kalau dalam bahasa lokal Gorontalo, pohon takuti,” kata Jemi kepada Mongabay, awal Maret lalu.

Buah malahengo berwarna hitam dan warna daging kemerah-merahan sama dengan buni.

 

Pembibitan malahengo di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Karakteristik pohon dan buah tidak ada beda dengan buni. Seharusnya, Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Gorontalo lebih teliti mencari tahu pohon itu.

Wajir Tontoiyo, Manager Persemaian Permanen Gorontalo, Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Gorontalo membenarkan belum ada naskah akademik terkait malahengo. Dia bilang, belum ada surat penetapan atau keputusan dari lembaga berwenang yang menyatakan malahengo sebagai endemik Gorontalo.

Wajir bilang, klaim pohon malahengo sebagai endemik Gorontalo itu berasal dari cerita-cerita warga yang menyatakan, pohon ini hanya hidup di Gorontalo.

Pernyataan Gubernur Gorontalo dalam setiap kegiatan lingkungan yang menyatakan malahengo merupakan endemik Gorontalo juga turut jadi dasar.

Dia pernah survei ke beberapa kabupaten/kota di Gorontalo. Mayoritas masyarakat yang ditemui menyatakan pohon itu hanya ada di Gorontalo. Di daerah lain, termasuk provinsi tetangga seperti Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, tidak memiliki tanaman seperti itu.

“Memang malahengo ini hanya hidup di Gorontalo, hingga dikatakan sebagai endemik Gorontalo,” katanya.

Bagaimana Soal soal anggapan malahengo merupakan buni atau takuti? Dia bilang, semua orang berhak memberikan pernyataan soal ini, apalagi belum melakukan penelitian khusus untuk malahengo.

 

Warga sedang minta bibit malahengo ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Apa itu buni?

Buni (Antidesma bunius) adalah spesies pohondengan tinggi bisa mencapai 30 meter.

Pohon ini dapat menghasilkan buah berwarna hitam, dan warna daging kemerah-merahan yang bisa dimakan mentah. Buah kecil-kecil berwarna merah, dan tersusun dalam satu tangkai panjang, menyerupai rantai (ranti) seperti anggur.

Ni Luh Putu Indriyani dari Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika pernah melakukan penelitian soal buni dengan judul “Buni, Tanaman Buah yang Mulai Langka.”

Riset ini menjelaskan karakteristik Buni merupakan salah satu tanaman tropika, dan dapat tumbuh dengan baik di nusantara.

Penyebaran buni meliputi Asia Tenggara dan Australia. Buni dikenal sebagai bignai di Filipina, Brunei di Malaysia, ma mao luang di Thailand, dan kho lien tu di Laos. Juga, choi moi di Vietnam, moikin dan chunka di Queensland, wuni di Sunda dan Jawa, serta boni di Bali.

Di daerah tropis, buni dijumpai tumbuh sampai ketinggian 1.200 mdpl dan biasa di semak-semak, lahan terbuka dan hutan sekunder.

Buni tumbuh baik pada daerah yang tidak ternaungi dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Buni bisa mencapai 15-30 meter, batang pokok tegak dan biasa bercabang rendah.

Buni merupakan tanaman dioecious yang berarti bunga betina dan jantan terdapat pada tanaman terpisah. Sebagian besar pada tanaman betina bunga sempurna. Perbungaan berada di ujung atau ketiak daun, berbentuk bulir sempit atau tandan dan berbunga banyak.

Buah Buni mempunyai kulit yang tipis dan keras serta mengandung banyak sari buah. Tebal daging buah hanya tiga mm dan berwarna putih. Biji berbentuk bulat telur lonjong, berukuran 6-8 mm x 4,5-5,5 mm, berwarna terang dan keras. Budidaya tanaman buni juga sangat baik untuk reklamasi lahan kritis.

“Buah buni dapat dimakan dalam keadaan segar, biasa dipakai sebagai bahan rujak. Buah yang mentah rasanya agak asam dan agak manis ketika matang. Buah-buah dalam satu tandan matangnya tidak bersamaan hingga seringkali digunakan untuk membuat selai dan jeli.” tulis Ni Luh Putu Indriyani dalam penelitiannya.

Jemi Monoarfa bilang, karakteristik buni sama dengan malahengo. Wajir tak mengomentari banyak soal kesamaan itu. Dia bilang perlu ada penelitian khusus untuk mencari tahu pohon malahengo ini.

Sutan Sahala Muda Marpaung, Dosen Konservasi Kehutanan, Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo mengatakan, perlu ada penelitian lebih khusus dan lebih dalam terkait malahengo.

Berdasarkan dari penelitian bisa diketahui apakah malahengo pohon endemik Gorontalo atau tidak.

Dia katakan, penelitian harus menggunakan metode herbarium. Herbarium adalah suatu metode penelitian yang melakukan koleksi spesimen tumbuhan yang diawetkan untuk keperluan penelitian ilmiah. Dengan metode itu, bisa diketahui jenis dan famili malahengo.

 

 

Sutan berharap, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Provinsi Gorontalo studi lebih lanjut malahengo agar bisa ditetapkan sebagai tumbuhan endemik Gorontalo. Kalau jenis dan famili sama dengan buni, malahengo tidak bisa sebagai endemik Gorontalo.

Tanpa naskah akademik atau penelitian khusus, malahengo belum bisa ditetapkan sebagai endemik Gorontalo. Pemberitaan yang sudah banyak menyatakan malahengo sebagai endemik Gorontalo tak bisa menjadi dasar utama.

“Hanya sekilas malahengo terlihat sama dengan buni.”

 

Terancam punah

Terlepas endemik atau tidak, malahengo ternyata salah satu pohon yang terancam punah. Di Gorontalo sudah tidak banyak lagi, karena pohon ini kerap digunakan berlebihan sebagai bahan bangunan rumah.

Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Gorontalo hanya menemukan dua titik lokasi d Gorontalo yang masih ada induk pohon itu di hutan Tilongkabila dan hutan Bongohulawa.

Wajir bilang, rendahnya kesadaran masyarakat menanam pohon juga menjadi indikator pohon ini terancam. Dia bilang, sekitar empat tahun mencari pohon ini di beberapa wilayah di Gorontalo. Hasilnya, hanya di Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo. Untuk Kota Gorontalo, Gorontalo Utara, Boalemo dan Pohuwato, sudah tak ditemukan pohon itu.

Berdasarkan hal tersebut, pihaknya melakukan budidaya pohon tersebut dengan mengambil bibit dari induk pohon. Bibitnya itu dibawa ke Persemaian Permanen Gorontalo untuk di budidaya guna mempertahankan pohon tersebut dengan ancaman kepunahan. Setelah itu, pihaknya memberikan pohon itu kepada masyarakat untuk ditanam di kebun atau lahan mereka.

“Pada 2021, kami budidaya malahengo sekitar 10,000 bibit di Persemaian Permanen Gorontalo. Alhamdulillah, sudah banyak masyarakat meminta untuk ditanam.”

Malahengo, juga pohon mitigasi bencana di Gorontalo. Akar cukup besar, dan sering hidup di bantaran sungai, jadikan pohon bisa menangkal banjir.

 

Bibit malahengo. Apakah pohon ini endemik Gorontalo? Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

********

Exit mobile version