Mongabay.co.id

Selain Bertahan dari Predator, Ini Fungsi Tinta Hewan Chepalopoda untuk Manusia

Flamboyan cuttlefish atau sotong flamboyan (Metasepia pfefferi). Meski terlihat indah, tetapi jangan coba-coba memakannya, karena dagingnya beracun. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

 

Hewan-hewan dalam kelas chepalopoda seperti cumi-cumi, sotong, dan gurita sering kali mengeluarkan tinta berwarna hitam dari kantung tubuhnya. Seperti yang sudah banyak diketahui, tinta hitam tersebut berfungsi sebagai pertahanan diri dari serangan predator.

Tinta itu akan disemburkan seperti membentuk awan di sekeliling tubuh mereka, guna mengecoh musuhnya. Dengan begitu, mereka bisa menghindar dan melarikan diri.

Ternyata, tinta hitam ini sangat bermanfaat bagi manusia. Charles Derby dari Georgie State University dalam penelitiannya mengatakan, tinta hewan chepalopoda telah dimanfaatkan dalam industri makanan. Paling umum, sebagai penyedap makanan di seluruh dunia dan yang dikomersilkan adalah tinta sotong karena dianggap rasanya yang superior.

Bahkan, tinta chepalopoda sudah digunakan sejak zaman Yunani dan Romawi Kuno sebagai tinta untuk menulis, menggambar, dan melukis. Tidak hanya itu, tinta dari hewan laut ini dijadikan sebagai bahan produk kosmetik mata seperti maskara dan eyeshadow. Paling sering, digunakan untuk pengobatan.

“Tinta chepalopda memiliki sejarah panjang yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan manusia. Banyak manfaat kesehatan dianggap berasal dari tinta chepalopoda sebagai obat tradisional, baik dalam budaya barat yaitu Yunani dan Romawi Kuno, maupun dalam budaya timur, yakni China,” ungkap Charles dalam penelitiannya.

Baca: Unik, Gurita akan Mati Setelah Kawin dengan Pasangannya

 

Flamboyan cuttlefish atau sotong flamboyan [Metasepia pfefferi] yang terlihat indah, namun beracun. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Obat pelindung sel

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Diah Anggraini Wulandari dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, yang diterbitkan dalam Jurnal Oseana berjudul “Peranan Cumi-cumi Bagi Kesehatan” mengatakan bahwa tinta cumi-cumi maupun tinta sotong mengandung melanin, protein, lemak, glikosaminoglikan dan asam amino esensial berupa lisin, leusin, arginin, dan fenilalanin.

Menurut dia, tinta cumi-cumi dapat berperan sebagai obat pelindung sel pada pengobatan kanker dengan cara kemoterapi, melalui peningkatan jumlah sel leukosit dan sel nukleat sum-sum tulang, yang jumlahnya menurun akibat penggunaan obat pembunuh sel tumor tersebut.

“Melanin dari tinta cumi-cumi mempunyai aktivitas antitumor dengan menghambat aktivitas plasmin untuk meningkatkan thromboxan dan meningkatkan sistem imun untuk membunuh sel kanker. Melanin juga berperan sebagai antioksidan, antiradiasi, dan antirotavirus,” tulis Wulandari.

Baca: Gurita, Spesies Cerdas dengan Delapan Lengan

 

Sotong flamboyan [Metasepia pfefferi] merupakan jenis terkecil di kelompoknya. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Menurutnya lagi, tinta cumi-cumi bersifat alkaloid, sehingga tidak disukai predator, terutama ikan. Alkaloid merupakan kelompok terbesar dari metabolit sekunder yang beratom nitrogen dan bersifat basa.

Beberapa jenis alkaloid memiliki manfaat dalam pengobatan, seperti antiinflamasi, antihipertensi, antidiare, antidiabetes, antimikroba dan anti malaria. Namun, beberapa senyawa golongan alkaloid bersifat racun.

“Selain itu, tinta cumi-cumi mengandung butir-butir melanin atau pigmen hitam,” terangnya.

Baca: Indahnya Flamboyan Cuttlefish, Si Sotong Warna Warni

 

Amphioctopus marginatus alias gurita kelapa di perairan Lembeh, Sulawesi Utara. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pewarna alami

Menariknya lagi, selain penggunaan tinta chepalopoda untuk obat atau makanan, di salah satu tempat di Indonesia, yakni di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kabupaten Alor, tinta ini digunakan sebagai pewarna alami, dalam pembuatan kain tenun ikat.

Tenun merupakan bentuk industri rumah tangga turun–temurun dalam masyarakat. Untuk memperindah kain tenun ikat, diperlukan pewarna yang memberikan corak dan motif kain yang dihasilkan.

Penggunaan tinta cumi-cumi untuk kain tenun ikat, diungkapkan dalam penelitian berjudul “Uji Ketahanan Luntur dan Karakterisasi Serbuk Tinta Cumi-cumi” pada Jurnal Biota edisi, Oktober 2017, ditulis Merpiseldlin Nitsae dan kolega.

Berdasarkan penelitian mereka, zat melanin dapat digunakan sebagai pewarna alami maupun pewarna tekstil. Khususnya di Pulau Alor, NTT, digunakan sebagai pewarna kain tenun ikat yang dapat memberikan warna hitam.

Baca juga: Inilah Bobtail Squidfish, Cumi-Cumi Mungil Yang Cantik

 

Cumi-cumi dan telurnya. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Tinta cumi-cumi yang digunakan tidak diubah dalam bentuk lainnya. Tinta yang diambil langsung, diaplikasikan pada benang yang digunakan dalam proses pembentukan kain tenun ikat. Proses modifikasi tinta ke bentuk serbuk bertujuan untuk penyimpanan tinta sebagai pewarna kain tenun, dalam jangka waktu lama.

Selain dimanfaatkan sebagai pewarna kain tenun ikat, tinta cumi-cumi juga diubah menjadi bentuk serbuk dan dikarakterisasi berdasarkan gugus fungsi dan bentuk partikel.

“Hasil ini dapat dipergunakan untuk keperluan lain, karena partikel dari serbuk yang dihasilkan adalah serpihan amorf. Dibutuhkan penelitian mendalam agar penggunaan serpihan ini lebih luas manfaatnya,” ungkap para peneliti.

 

 

Exit mobile version