Mongabay.co.id

Ekosistem Sungai Brantas Terancam Rusak Akibat Tambang Pasir Ilegal

 

 

Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Sungai sepanjang 320 km ini, alirannya melewati Kabupaten Tulungagung, di selatan Jawa Timur, yang menjadi sumber kehidupan masyarakat terutama untuk pertanian dan kebutuhan harian.

Penting bagi kehidupan masyarakat, kelestarian sungai ini terganggu adanya penambangan pasir ilegal di wilayah Tulungagung.

Juru Kampanye Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup [PPLH] Mangkubumi, Munif Rodaim, mengatakan aktivitas tersebut menyebabkan rusaknya ekosistem perairan sungai. Tim investigasi menemukan bekas lubang tambang dengan kedalaman 5-10 meter.

“Lubang itu dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya perbaikan. Dikhawatirkan membahayakan keselamatan warga,” terangnya kepada Mongabay, akhir Februari 2022.

Hasil pemantauan PPLH Mangkubumi bersama Perum Jasa Tirta pada Desember 2021 hingga Januari 2022, menemukan 3 unit eskavator, 41 mesin diesel untuk menambang pasir, dan 49 truk beroperasi. Lalu, 2 lokasi di bantaran sungai sebagai tempat penimbunan sampah dan 5 lokasi didirikan bangunan semi permanen. Pantauan dilakukan mulai Desa Rejotangan, Desa Buntaran, Desa Kaliwungu, Desa Ngunut, Desa Pulosari, Desa Pinggirsari, Desa Tapan, hingga Desa Jeli Kecamatan Ngantru.

Menurut Munif, tahun 2020 lalu, tercatat sekitar 60-100 truk beroperasi per hari. Setiap truk, mengangkut sekitar 10-15 kali muatan pasir ilegal.

“Diperkirakan, perputaran uang hasil penambangan pasir ilegal sebesar Rp500-600 juta lebih setiap harinya.”

PPLH Mangkubumi merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan BBWS Brantas melakukan upaya pembinaan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar sungai. Juga, penindakan ke pemodal yang menyebabkan penambangan ilegal tetap berlangsung.

“Pembinaan dan pendidikan lingkungan hidup penting dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sungai,” ujarnya.

Baca: Sungai Brantas Makin Memprihatinkan

 

Sungai Brantas yang mendangkal di Kediri. Terlihat sampan yang menambang pasir tengah beroperasi. Foto: Wikimedia Commons/Wibowo Djatmiko/CC BY-SA 3.0

 

Muhammad Ichwan, dari PPLH Mangkubumi menambahkan, masifnya aktivitas penambangan pasir liar menjadi penyebab meningkatnya degradasi Sungai Brantas.

“Mereka menggunakan mesin diesel dan alat berat.”

Menurut Ichwan, kegiatan tersebut telah berlangsung sejak 2006 dan meningkat setelah 2019. Data PPLH Mangkubumi menunjukkan, terjadi penurunan dasar Sungai Brantas di wilayah Tulungagung sekitar 4 hingga 7 meter sebelum 2019 dan 5-10 meter setelah 2019.

“Perlu keterbukaan para pihak untuk berkoordinasi dan menentukan arah penyelamatan Sungai Brantas dari kerusakan,” ujarnya.

Baca: Sungai Brantas di Malang dan Batu Terkontaminasi Mikroplastik, Langkah Lanjutan?

 

Warga terlihat menangkap ikan di lokasi bekas tambang pasir ilegal, dibantaran Sungai Brantas, Desa Buntaran, Tulungagung. Foto: Dok. PPLH Mangkubumi

 

Pemulihan lingkungan

Masyarakat Desa Buntaran melalui kelompok Buntar Tasik Agung, memanfaatkan lubang bekas tambang pasir ilegal di Sungai Brantas sebagai wisata pemancingan. Mereka menebar benih ikan, serta menanam pepohonan di sempadan.

“Kami menanam pohon lengkeng 50 batang dan menebar 5.000 benih ikan. Kami juga mendirikan gazebo sebagai pos pantau,” lanjut Munif.

Ketua Kelompok Buntar Tasik Agung, Sutikno, menjelaskan, penanaman pohon bertujuan mempercantik sempadan sekaligus memulihkan lingkungan. Sementara, benih ikan disebar dengan maksud menjadikan bekas lubang tambang seluas 50 m x 100 m itu sebagai kolam pemancingan.

“Bila sudah tinggi, pepohonan tersebut berfungsi sebagai tempat berteduh,” ujarnya, belum lama ini.

Cara ini, diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat.

“Dengan upaya ini, kerusakan dapat dicegah dan pemulihan dapat dijalankan bertahap. Masyarakat tetap memperoleh manfaat ekonomi dari Sungai Brantas tanpa merusaknya,” paparnya.

Baca juga: Gerak Cepat Gubernur Khofifah Tangani Sampah Popok di Sungai Brantas, Seperti Apa?

 

Lubang bekas tambang pasir di bantaran Sungai Brantas ini dijadikan lokasi wisata pemancingan di Desa Buntaran, Tulungagung. Foto: Dok. PPLH Mangkubumi

 

Mengutip Detikom, pada 2019, Pemerintah Provinsi Jawa Timu telah mengambil langkah persuasif guna menyelesaikan tambang pasir ilegal di Sungai Brantas, wilayah Tulungagung. Salah satunya dengan alih profesi para penambang.

Kepala Satpol PP Jawa Timur Budi Santosa mengatakan, tambang pasir tradisional dan mekanik di Sungai Brantas melibatkan ribuan orang. Sehingga, apabila dilakukan langkah penutupan secara langsung, akan menimbulkan masalah sosial baru.

“Ini urusannya adalah perut. Bila mereka memiliki keterampilan yang bisa diandalkan tidak masalah. Jika tidak, masalah baru akan muncul,” ujarnya, Selasa [10/9/2019] lalu.

Untuk menuntaskan masalah ini, sebanyak 13 organisasi perangkat daerah [OPD] di Jawa Timur dilibatkan. Tujuannya, menentukan langkah strategis guna menangani tambang pasir ilegal.

Budi menuturkan, sebagai langkah awal pihaknya telah melakukan pemasangan papan larangan di sejumlah lokasi.

“Para penambang juga diminta tidak menggunakan alat mekanik seperti mesin sedot pasir dan alat berat,” paparnya.

 

 

Exit mobile version