Mongabay.co.id

Waspada Karhutla, Riau Tetapkan Status Siaga Darurat

 

 

 

 

 

Riau sudah memasuki musim kemarau. Kebakaran hutan dan lahan mulai terjadi. Gubernur Riau, Syamsuar menetapkan status siaga darurat penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berlaku selama 255 hari, dari 21 Maret hingga akhir November 2022.

Penetapan status siaga sudah dipersiapkan sejak 14 Maret 2022. Sebelumnya, dua kabupaten telah menetapkan status serupa. Bupati Kepulauan Meranti memberlakukan mulai 2 Februari sampai akhir Oktober. Sementara Bupati Bengkalis mulai awal Maret sampai penghujung September. Belakangan, menyusul Kabupaten Pelalawan.

Pertimbangan lain, berdasarkan analisis cuaca oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, titik panas dan titik api maupun kejadian kebakaran terus meluas.

“Semua pihak beri pemaparan dan masukan hingga sampai pada kesimpulan penetapan status siaga darurat sebelum kebakaran meluas. Sekarang, seluruh sumberdaya bisa kita kerahkan untuk operasi pencegahan dan pemadaman. Kita sedia pasung sebelum hujan,” kata K M Edy Afrizal, Kepala Pelaksana BPBD Riau, via telepon, Rabu (23/3/22).

Berdasarkan informasi prakiraan awal kemarau 2022, yang diterima Mongabay dari Forecaster on Duty Stasiun Klimatologi Kampar, Sabila Rahmabudhi, 24 Maret, sebagian besar wilayah Riau akan memasuki kemarau antara dasarian III Mei hingga dasarian II Juni.

Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, Siak, Kampar Pelalawan dan Kota Pekanbaru akan puncak musim kemarau pada Juni. Selebihnya pada Juli. Selama musim kemarau, hujan diprakirakan bersifat normal. Sampai 22 Maret lalu, luas karhutla di Riau sekitar 168,66 hektar.

Sebarannya, Rokan Hulu dan Rokan Hilir, masing-masing tiga hektar, Dumai (5,1), Bengkalis (74,2) dan Kepulauan Meranti (6). Lalu Siak (4,28), Pekanbaru (3,13), Kampar (8), Pelalawan (22,7), Indragiri Hulu (6,75 )h serta Indragiri Hilir (32,5). Kuantan Singingi nihil.

 

 

Berdasarkan rekapitulasi data karhutla dari situs Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karhutla di Riau jauh lebih luas, sudah mencapai 421 hektar. Lebih rendah dibanding provinsi lain yang juga rawan kebakaran, seperti Kalimantan Barat sudah 1.000 hektar lebih.

Pasca penetapan status siaga darurat, Gubernur Syamsuar juga mengesahkan SK Tim Satgas Karhutla Riau. BPBD Riau juga mengajukan usulan tindakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menghindari kekeringan yang memicu kebakaran. Termasuk, minta bantuan heli patroli dan water boombing ke KLHK dan BNPB.

“Mudah-mudahan bisa disetujui hingga dalam waktu tidak lama alat itu sudah disiagakan di Pekanbaru. Begitu ada kejadian, kita dapat tangani karhutla dengan cepat. Jangan ada kejadian dulu baru alatnya sampai,” kata Edy.

BPBD Riau, katanya, juga gencar sosialisasi dan rutin rapat koordinasi. Dalam waktu dekat, akan diselenggarakan apel siaga tingkat provinsi, melibatkan seluruh pihak, seperti TNI, Polri termasuk BPBD kabupaten dan kota. Aktivitas lapangan tim juga terus berjalan untuk mendeteksi dini kebakaran, sembari menyebarkan edaran gubernur.

Pemadaman sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun, terutama di pesisir mulai dari Indragiri Hilir sampai Rokan Hilir. Bagian wilayah ini paling rawan karena dekat dengan laut dan perubahan cuaca sangat cepat.

Untuk antisipasi, BPBD Riau sudah menyiagakan mesin pompa pemadam kebakaran yang tersedia di tiap kabupaten dan kota. Beberapa tahun lalu, Gubernur Riau sudah menyiagakan 12 alat berat pada tiap UPT PU kabupaten dan kota.

“Harapannya, mesin pompa atau alat pemadam kebakaran lain juga tersedia sampai ke desa. Karena penanganan pertama harus dari wilayah terdekat agar api secepat mungkin dapat diatasi dan tidak meluas.”

Tahun ini, desa rawan karhutla berkurang dari sebelumnya. Desa-desa yang masih berstatus rawan tetap dibekali alat pemadam kebakaran, termasuk dilatih cara menggunakan alat dan teknis pemadaman api seperti tahun-tahun sebelumnya. Mereka sebut ini desa tangguh bencana (destana).

Menurut Edy , kunci penanganan karhutla terletak pada kecepatan informasi, respon cepat dan tepat. “Sebab lahan gambut sulit dipadamkan kalau api sudah besar. Belum lagi jika ada kendala sumber air yang sulit.”

Selagi api kecil, katanya, langsung padamkan tanpa menunggu perintah. “Itu tanggungjawab kita bersama.”

 

Ilustrasi. Tim Pemadam Api memadamkan kebakaran di Giam Siak Kecil pada awal Maret 2021. Foto : BKSDA Riau

 

Evaluasi

Boy Jerry Even Sembiring, Direktur Eksekutif Walhi Riau, menganggap pemerintah kembali jatuh pada lubang sama. Status siaga darurat karhutla, mengindikasikan pemerintah pusat hingga daerah lemah dalam mencegah kebakaran.

Dari sisi aspek kemanusiaan, Boy menilai status ini memang baik dan positif. Sebaliknya, menunjukkan masih ada masalah kebijakan pencegahan dan pemulihan lingkungan. “Ini tidak menyelesaikan dasar persoalan karhutla.”

Dia cont0hkan, teknologi modifikasi cuaca. Metode ini, katanya, melindungi manusia agar terhindar dari ancaman polusi udara tetapi anggaran besar tiap tahun . Alangkah lebih baik, katanya, kalau dana teralokasi untuk kegiatan yang menyentuh akar permasalahan.

“Sangat aneh, kalau anggaran dihamburkan untuk TMC melulu. Apalagi kalau kebakaran di areal konsesi ditanggulangi negara padahal tanggungjawab korporasi.”

Boy usul, evaluasi perizinan dengan melihat standar kepatuhan korporasi yang berulang terpantau titik api. Atau, standar kepatuhan lain yang tidak dijalankan perusahaan, berupa evaluasi kewajiban izin, kriteria penerbitan izin.

Dia menyoroti soal UU Cipta Kerja, apakah efektif menangani karhutla. “Kalau perusahaan tak patuh dengan perizinan berusaha, seberapa banyak izin perusahaan dicabut kalau terbukti kebakaran tahun ini?” katanya.

Boy menyoal Pasal 110 a dan 110 b dalam UU Cipta Kerja, ihwal pemafaatan bersarat terhadap perkebunan dalam kawasan hutan. Dia mewanti-wanti jangan sampai lokasi yang hendak diputihkan pemerintah punya riwayat karhutla.

Kalau hal itu terjadi, katanya, pemerintah dua kali beri ‘pemaafan’ pada korporasi. Pertama, aktivitas ilegal dalam kawasan hutan. Kedua, praktik buruk mengakibatkan karhutla sekaligus mengakibatkan pencemaran udara.

Boy berharap, Pemerintah Indonesia jalin komunikasi dengan negara tetangga yang mengikatkan diri dalam ASEAN Agreement ont Transboundary Haze Pollution atau persetujuan ASEAN tentang pencemaran asap lintas batas. Memaksa pemerintah negara-negara itu menjatuhkan sanksi ekonomi pada perusahaan yang merusak lingkungan hidup di Indonesia.

Evaluasi penanggulangan karhutla, juga diusulkan Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (Fitra) Riau. Tarmizi, Deputi Koordinator menilai, realisasi anggaran rutin penanganan karhutla cukup tinggi. Namun, katanya, belum dapat dikatakan efektif karena Riau belum berhasil mencapai target zero kebakaran, meski intensitas atau luasan terus berkurang.

Syamsuar pernah berjanji menjaga marwah Indonesia dengan memastikan Riau tak ada kebakaran lagi. Dia sampaikan itu usai Presiden Joko Widodo melantiknya di Istana Negara, Februari 2019.

“Evaluasi anggaran harus tiap tahun. Kelemahan dan kekurangan sebelumnya harus jadi basis penetapan anggaran berikutnya. Skema evaluasi perlu diperkuat. Tidak hanya berdasarkan angka-angka.”

Tarmizi bilang, penanggunglangan karhutla mesti memberi manfaat dan melibatkan langsung masyarakat, seperti penyediaan sarana pengelolaan lahan tanpa bakar.

Bisa juga, katanya, dengan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Bekali mereka perlengkapan pemadaman dan melatih cara menggunakan alat hingga prosedur pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

 

Kebakaran di Dusun Suka Damai, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Kubu, Rokan Hilir, Riau pada 2018.  Kebakaran di lahan gambut akan sulit diatasi kalau tak dotangani dari awal. Pemerintah Riau pun berupaya antisipasi masa kemarau, dengan tetapkan status siaga darurat karhutla pada Maret 2022 Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

*******

 

Exit mobile version