Mongabay.co.id

Harapan Nelayan Jambula dengan Program Kampung Nelayan Maju

 

Hari itu, matahari mulai meninggi, terik mulai terasa. Muksin Jumati (62) tahun masih membersihkan perahu fiber berkapasitas 1 GT miliknya. Dia mengeluarkan air dari dalam perahu, membersihkan bak es serta membetulkan beberapa alat pancing di perahu yang sehari-hari digunakan menangkap ikan tuna dan ikan pelagis lainnya.

Hari itu, Muksin belum mencari ikan. Dia mengambil waktu isirahat karena sehari sebelumnya seharian melaut dengan hasil tangkapan tiga ekor tuna. “Kemarin   saya melaut dapat dua ekor tuna beratnya 5 kilogram dan satu ekor beratnya 10 kilogram,” ujar Muksin saat ditemui di pantai Kelurahan Jambula Ternate Maluku Utara, akhir Februari 2022.

Muksin bercerita kala melaut, sejak pukul 03.00 WIT sudah harus bersiap. Keluar subuh pulang sore sekira pukul 18.00 WIT. Sudah di laut belum langsung mencari ikan tuna, karena harus menyiapkan umpan. “Biasa torang cari suntung (biasa mencari cumi,red) untuk umpan ikan tuna. Kalau sudah dapat lanjut mengail ikan tuna,” cerita Muksin.

Dia bilang untuk mengail tuna saat ini sudah sangat jauh. Karena itu menghabiskan bahan bakar tidak sedikit. Sekali jalan sampai pulang bisa habis seratus liter jika pakai dua mesin berkapasitas 30 PK. “Saya biasa pakai 1 mesin saja dan menghabiskan 50 liter sampai 75 liter BBM,” katanya. Karena mahalnya BBM jika hasil tangkapan tidak sesuai, maka sudah dipastikan merugi. “Itu sudah konsekuensi. Kalau ada hasil tangkapan berarti harga BBM bisa balik dan bisa ada keuntungan dari penjualan ikan yang didapat. Jika tidak, maka kita merugi. Itu hal biasa bagi nelayan dan sering dialami,” ujarnya.

Muksin pagi itu, tak hanya membersihkan perahunya. Dia juga memeriksa batang pohon bambu yang dijemur di tepian pantai. Batang bambu jawa tersebut disiapkan untuk membuat rumpon baru yang rencana di pasang di laut tempat di mana dia biasa melaut.

Muksin harus membuat rumpon baru karena miliknya hilang terseret gelombang setahun lalu. Saat ini, dia tak punya rumpon lagi hingga ketika mencari umpan atau menangkap ikan pelagis kecil seperti tude dan kembung di rumpon milik orang lain. “Kalau kita mengail saja itu tidak apa apa. Tapi kita menjaring ikan itu yang dilarang. Yang penting lagi kita tidak merusak rumpon tersebut,” katanya.

Dari rumpon yang rencana dibuat itu tidak hanya difungsikan mencari umpan. Lebih dari itu menjadi sarana menangkap ikan pelagis kecil.

baca : Nelayan Maluku Utara Minta Pemerintah Cabut Aturan Diperbolehkannya Cantrang

 

Muksin Jumati, nelayan kelurahan Jambula, Ternate, Maluku Utara, usai membersihkan perahu nelayan miliknya. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Muksin mengaku, hasil tangkapannya dijual oleh istrinya yang sehari-hari membuka jualan ikan di tepi Jalan Kelurahan Jambula. Jika Muksin tidak punya stok ikan karena hasil tangkapan nihil, dia harus membeli ikan pelagis kecil yang ditangkap nelayan setempat atau pajeko di Rua tetangga kelurahan Jambula.

Muksin mengaku, nelayan termasuk dirinya sering menghadapi berbagai kendala, fasilitas pendukung terutama sarana tangkap. Saat ini saja nelayan di kelurahan Jambula rata-rata punya sarana tangkap seperti perahu fiber maupun mesin yang terbilang sudah uzur. Karena itu dia meminta perlu ada perhatian pemerintah untuk nelayan kecil seperti mereka.

“Saya rasa kami nelayan kecil juga butuh perhatian dari pemerintah terutama penyediaan sarana tangkapnya,” katanya. Dia contohkan, bantuan perahu dan mesin hanya didapat dua nelayan. Sementara yang lain alat tangkapnya dibeli sendiri. Muksin yang juga anggota kelompok nelayan itu, alat tangkapnya sudah uzur namun belum ada perhatian. Padahal Jambula adalah salah satu Kelurahan di Kota Ternate yang mayoritas penduduknya nelayan. Apalagi Kelurahan Jambula telah ditetapkan pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai Kampung Nelayan Maju (Kalaju). Dia bilang, tentu harus ada perhatian untuk menopang kehidupan nelayan.

Informasi bahwa Jambula ditetapkan pemerintah sebagai Kampung Nelayan Maju (Kalaju) sudah didengarnya, berdasarkan sosialisasi dari ketua kelompok nelayan dan pemerintah kelurahan.

“Kami sudah dapat informasinya dan dengar-dengar pemerintah akan bantu nelayan dengan bangun sarana pasar maupun pendukung lainnya. Sebagai nelayan kami bersyukur dan minta ada perhatian sarana tangkap nelayan,” ujarnya.

Sekadar diketahui penetapan Kelurahan Jambula sebagai Kampung Nelayan Maju ini dilakukan setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate menerima surat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, pada 17 Januari 2022, tentang Permohonan Pendampingan Identifikasi Lapangan Kampung Nelayan Maju (Kalaju) 2022.

Surat tersebut ditujukan kepada 122 Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) di Kabupaten dan Kota, termasuk DKP Kota Ternate.

Dalam surat itu dijelaskan, sehubungan dengan arah kebijakan pembangunan Perikanan Tangkap yang tertera dalam RPJMN 2021-2024 berupa pengembangan permukiman nelayan maju, maka DKP diminta untuk mendampingi kegiatan identifikasi penentuan Kalaju di wilayah masing-masing.

baca juga : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut

 

Muksin Jumati membalik bambu yang dijemur. Bambu ini rencana dibuatkan rumpon yang nanti diletakan di laut Ternate. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Plt Kepala DKP Kota Ternate, Thamrin Marsaoly mengatakan, di Provinsi Maluku Utara terdapat dua daerah yang masuk dalam pengembangan permukiman nelayan maju.

“Kota Tidore Kepulauan (Tikep) dan Kota Ternate. Untuk Kota Tikep, yang akan ditetapkan sebagai Kalaju adalah Maitara. Sementara Kota Ternate, wilayah yang akan ditetapkan sebagai Kalaju adalah Kelurahan Jambula,” jelas Thamrin, kepada Mongabay, awal Februari 2022.

Menurutnya, tim dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP juga sudah melakukan survei ke lapangan.

“Alasan Kelurahan Jambula dipilih sebagai wilayah yang akan ditetapkan sebagai Kalaju, karena memenuhi aspek maupun persyaratan yang ditentukan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap,” ungkap Thamrin.

Aspek-aspek yang dipenuhi, kurang lebih 60 persen masyarakat Jambula berprofesi sebagai nelayan. Selain itu, berada di pesisir pantai. Serta secara historis, sejauh ini bisa dikatakan menjadi lumbung ikan untuk perikanan tradisional.

“Karena itulah Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan Kelurahan Jambula sebagai Kampung Nelayan Maju,” terangnya.

Karena rencana ini, akan menjadi tugas besar Pemkot Ternate, khususnya DKP, sebab visi misi pemerintah daerah adalah mengembangkan potensi sektor perikanan dan kalautan.

“Tujuan semua ini agar masyarakat di sekitar Kelurahan Jambula bisa sejahtera. Pemerintah Kota akan mendukung penuh penetapan sebagai kampung nelayan maju ini,” tukasnya.

Dia bilang status Kalaju, akan berdampak adanya banyak bantuan yang bisa diserap. Mulai dari tingkat kementerian, provinsi, maupun Kota Ternate. Sehingga nanti akan ada pengadaan fasilitas maupun sarana prasarana, seperti armada.

“Pemerintah daerah memberi suport penetapan Jambula sebagai kampung Nelayan. Setelah penetapan, sudah pasti bantuan Kementerian akan turun.”ujarnya.

baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur

 

Seorang nelayan sedang menebarkan jaring untuk menangkap ikan. Foto : shutterstock

 

Thamrin menyebutkan, Pemkot Ternate akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi, khususnya DKP untuk mendukung Kampung Nelayan Maju di Ternate ini.

Soal rencana Jambula dijadikan sebagai Kampung Nelayan Maju   dianggap sebagai sebuah potensi besar memajukan nelayan Jambula Kota Ternate.

Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) sebuah LSM yang selama ini mendampingi nelayan Jambula untuk program Fair Trade ikan tuna menganggap program ini akan lebih memajukan nelayan.

Sejak 2017, MDPI mendampingi masyarakat untuk isu fair trade ikan tuna Obi Halmahera Selatan dan masuk Ternate, Bacan dan Sanana 2018 lalu. Dari aktivitasnya saat ini ikut mendampingi para nelayan untuk perikanan berkeadilan tersebut.

Karel Yerusa, Governance Officer MDPI mengatakan MDPI sudah melakukan pembinaan terhadap para nelayan dari Jambula namun belum semuanya bisa dijangkau.

Program Kalaju bakal meningkatkan mutu produk nelayan sehingga bisa diekspor. Selama ini nelayan tuna sudah menghasilkan produk kualitas eksport tetapi masih minim fasilitas. Hadirnya program dari pemerintah maka penyediaan fasilitas sangat dibutuhkan.

“Nelayan Jambula juga butuh dukungan terutama fasilitas. Saat ini sudah ada koperasi yang konsen di perikanan. Harapannya tidak hanya fresh loin  atau tuna segar yang bisa dieksport. Ke depan   melalui program ini, diharapkan nelayan bisa menghasilkan produk olahan perikanan. Hadirnya program ini bisa ada perbaikan. Ada hal yang tidak bisa disuporta LSM tapi hadirnya Kalaju memperkuat nelayan untuk produksi perikanan mereka. Di sini infrastruktur harus dibangun,” jelasnya.

Dia contohkan, butuh koperasi yang mengelola hasil olahan perikanan dan butuh rumah prodkusi. Adanya program Kalaju diharapkan membuat nelayan   memiliki kontribusi besar karena ikan mereka kelas ekspor. Kehadiran Kalaju, harapannya ada pembinaan sehingga makin mantap produk perikanan yang dihasilkan nelayan Jambula.

Sebagai lembaga yang focus pendampingan terhadap nelayan tuna, hadirnya Kalaju diharapkan bisa membantu nelayan, terutama fasilitas pendukung nelayan yang masih minim. Ini bukan saja tanggung jawab pemerintah dan LSM tapi semua pihak. Kehadiran Kalaju diharapkan dapat mendongkrak ekonimi nelayan.

 

Exit mobile version