- Debu batubara yang berterbangan hinggap di segala tempat dari tanaman, kendaraan, masuk ke rumah, bahkan sampai bak mandi dan piring warga. Setiap hari, warga Sijantang menghirup debu dari aktivitas PLTU batubara yang tak jauh dari pemukiman mereka.
- Warga Kecamatan Talawi mulai alami gangguan kesehatan seperti infeksi pernapasan sampai sakit kulit. Warga khawatir, kesehatan mereka terus memburuk kala setiap hari menghirup udara tercemar.
- Pada 2017, PLN unit PLTU Ombilin bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sawahlunto memeriksa kesehatan puluhan siswa sekolah dasar. Ada 53 siswa kelas IV dan V ikut. Hingga kini, masyarakat tak mendapat kejelasan hasil pemeriksaan secara detil.
- Data Badan Pusat Statistik (BPS) rentang 2009-2018– tanpa catatan 2010 , 2014 dan 2017–, ISPA menempati urutan pertama dalam 10 penyakit terbanyak yang ditangani puskesmas di Kecamatan Talawi.
Kepulan asap hitam dari cerobong pembangkit listrik berbagan batubara di Ombilin, tak lagi terlihat. Penyaring cerobong asap sudah diganti. Namun, motor saya yang parkir lebih satu jam di sebelah pagar PLTU di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat ini bak berselimut salju. Debu putih memenuhi motor itu. Dugaan kuat debu putih itu. Debu ini diduga dari limbah fly ash maupun bottom ash (FABA) yang tertiup angin.Tanaman depan rumah warga juga berdebu.
Tak pelak, debu-debu itu pun setiap hari terhisap warga di Nagari Sijantang Koto, Kota Sawahlunto ini. Warga pun mulai alami sakit dari sakit kulit sampai masalah pernapasan. Mereka khawatir, kalau mereka harus trus mengisap udara berpolusia , kesehatan bakal makin terganggu.
Yulisar, salah satu warga yang alami masalah kesehatan. Dia sering bersin dan hidung gatal. Obat-obatan, handuk dan freshcare jadi barang wajib dalam tas Yulisar sejak lima tahun belakangan. Hidung gatal lalu bersin dan mata pun gatal. Pernah saking banyak bersin mata juga bengkak. Penyakit itu kambuh ketika ada debu menghujani rumah. Handuk dan freshcare adalah penyelamat.
Dia berobat ke dokter di Sawahlunto. Bagian kepala di-rontgen dan dokter mengatakan ada alergi. Puluhan tahun sampai memasuki kepala lima ini dia tinggal di sana, tak pernah kena alergi. Baru, lima tahun belakangan perempuan yang sehari-hari jadi penjahit pakaian ini alami alergi.
“Setelah diperiksa, katanya karena debu. Solusinya cuma satu, pindah rumah. Saya orang asli Sijantang, mau pindah kemana?” katanya.
Sejak itu dia rutin minum obat sebelum tidur. Ada obat penghilang nyeri seperti ibuprofen, obat alergi sampai obat vertigo. Vertigo juga penyakit yang baru beberapa tahun belakangan dia rasakan.
Awalnya, Yulisar dapatkan obat-obat ini dari puskesmas karena berbiaya murah. Kini, setelah ada BPJS dia sesekali berobat ke dokter atau rumah sakit umum daerah.
“Pokoknya lewat mobil ada abu, atau sedang menyapu turun abu itu bersin dan hidung gatal-gatal. Mata juga gatal-gatal. Itu langsung pakai handuk dan freshcare,” katanya.
Sebelum tidur Yulisar harus menaruh handuk dan freshcare di dekatnya.
Baca juga: Kondisi Sungai Ombilin dan Warga Sijantang Setelah Ada PLTU
Lepas dua jam setelah makan obat baru dia merasa nyaman. Kalau tak makan obat pukul 02.00-03.00 pagi dia akan terbangun karena bersin dan hidung gatal-gatal. Jadi, selain handuk dan freshcare dia juga pakai masker baik saat beraktivitas bahkan saat tidur. “Belum orang pakai masker saya sudah pakai masker.”
Dia merasa beruntung anak-anaknya tak ada penyakit serupa. Yulisar berharap, ada tanggung jawab dari pengelola PLTU agar warga mendapakan udara bersih di Sijantang.
Beberapa waktu lalu, PLTU memeriksa paru 150 warga Sijantang. Hasilnya semua sehat termasuk Eka Oktarizon. Eka tak percaya hasil pemeriksaan itu dan ke dokter paru periksa mandiri. Ternyata, hasilnya beda.
Pemeriksaan mandiri menunjukkan ada kesan bronkopneumonia dengan bronkitis. Eka pun makin tak percata dengan pemeriksaan pengelola PLTU. Saat itu juga ada seorang anak punya penyakit asma, dan pemeriksaan menyatakan paru-paru tak bermasalah.
Tak hanya sakit pernapaasan, warga pun mulai sakit kulit. Emi, misal. Perempuan berusia 61 tahun ini sering gatal-gatal sejak abu atau debu batubara masuk ke sela-sela loteng dan mengendap di bak mandi. Debu itu masuk sedikit demi sedikit ke kamar mandinya.
“Kalau dibersihkan bak mandi itu, debunya segini,” katanya sambil menunjukkan sepertiga ruas jari telunjuknya pada Mongabay.
Di menunjukkan lengan dan betisnya bintik-bintik bekas gatal. Obat ada yang dimakan dan salep oles. Obat makan beli tiga kali dalam sebulan, satu kali beli Rp13.000. Obat salep Rp17.000-an.
“Kalau makan obat, salepnya tidak dipakai, kalau pakai salep obat tidak dimakan.”
Emi punya dua anak bekerja sebagai office boy di PLTU Ombilin. Hal itu dari janji perusahaan setelah membeli tanah Emi sekitar 1,7 hektar. Perusahaan janjikan lowongan untuk pekerjaan pada masyarakat sekitar.
Baca juga: Kala Pemerintah Keluarkan Aturan Limbah Batubara Tak Masuk B3
Periksa kesehatan siswa, hasilnya…
Pada 2017, PLN unit PLTU Ombilin bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sawahlunto memeriksa kesehatan puluhan siswa sekolah dasar. Ada 53 siswa kelas IV dan V ikut. Hingga kini, masyarakat tak mendapat kejelasan hasil pemeriksaan secara detil.
Kala itu, pemeriksaan dilakukan dokter Ardianof dibantu beberapa petugas kesehatan. Ia mencakup pemeriksaan radiologi, spirometri, pemeriksaan fisik, pengisian kuesioner faktor risiko dan pemberian vitamin atau obat.
“Mau meminta hasil ini saja harus demo dulu ke sana. Setelah dikasih kami tetap tidak dapat informasi detail siapa saja yang mengalami TB paru atau penyakit lain. Hanya data seperti ini yang kami dapat jadi tidak tahu siapa yang sakit dan siapa yang tidak,” kata Aida, warga Sijantang.
Dalam laporan itu tak tercantum keterangan per orang, hanya poin-poin temuan. Hasil kuesioner menunjukkan, ada 37 orang tinggal kurang dari satu km dari PLTU, 10 orang tinggal jarak 1-5 km dan tiga orang lebih dari lima km. Sekitar 74% murid yang ikut tes tinggal sangat dekat dengan PLTU.
Dari 50 orang yang diperiksa hanya satu yang gunakan masker waktu keluar rumah. Hasil pemeriksaan fisik ada 40 orang normal, sisanya abnormal.
Pemeriksaan foto toraks, 17 orang normal, bronkitis kronis 18 orang dan bronkitis kronis plus tuberkulosis 11 orang serta TB paru empat orang. Dari 66% foto toraks siswa SD Sijantang sudah mengalami gangguan seperti bronkitis kronis dan TB paru.
Hasil pemeriksaan spirometri atau fungsi paru, ada 17 siswa normal dan 33 orang tidak normal. Sekitar 66% murid Sijantang sudah mengalami gangguan penurunan fungsi paru.
Dalam laporan ini ada tiga poin kesimpulan. Pertama, ada gangguan fungsi paru berupa obstruksi ringan pada murid SD Sijantang sebanyak 33 orang atau 66%. Kedua, terdapat gambaran foto toraks murid SD Sijantang yang mengalami kelainan paru bronkitis kronis dan TB paru 33 orang atau 66%.
Ketiga, ada hubungan penurunan fungsi paru dan kelainan pada foto toraks dengan jarak tempat tinggal kurang satu km dan kebiasaan tak pakai masker waktu keluar rumah.
Ardian Amri, Ketua IDI Sawahlunto mengatakan, waktu itu memang bekerjasama dengan PLN unit PLTU Ombilin. “Dana juga bukan dana IDI. Kami menyerahkan hasil semua ke PLN. Saya menyerahkan pada PLN dalam bentuk makalah,” katanya saat Mongabay dihubungi Maret lalu via seluler.
Secara etika, sebenarnya orang tua dari anak-anak itu berhak meminta hasil pemeriksaan dan mendapatkan hasil pemeriksaan perorangan mereka. Semua sudah diserahkan ke PLN tahun itu.
Yasril, Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan KB Kota Sawahlunto belum dapat menjawab pertanyaan Mongabay. Saat ditemui di kantornya beberapa kali Yasril sedang rapat.
“Nanti ya saya sedang rapat,” katanya.
Sijantang Koto berada di Kecamatan Talawi dengan 1.475 jiwa. Puskesmas Talawi merupakan puskesmas wilayah yang membawahi Sijantang membenarkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada urutan nomor tiga penyakit terbanyak di Kecamatan Talawi.
Meski begitu, Puskesmas Talawi enggan menanggapi situasi dan kondisi kesehatan masyarakat Sijantang. Mereka hanya mengatakan, tak mempunyai data namun membenarkan ISPA terbanyak nomor tiga.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) rentang 2009-2018– tanpa catatan 2010 , 2014 dan 2017–, ISPA menempati urutan pertama dalam 10 penyakit terbanyak yang ditangani puskesmas di Kecamatan Talawi.
Mongabay menghubungi Ahmadi, Manajer Bagian Keuangan dan Umum PLTU Ombilin. Dia mengatakan, pemeriksaan pada 2017 dan 2018 merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan (corporate social responsibility) PLN. Dia klaim, dan dia mengatakan hasilnya telah diserahkan ke masing-masing pasien terkait.
“Secara kode etik kesehatan kita tidak boleh menyebarluaskan hasil pemeriksaan pasien ke publik. “Itu menyangkut data pribadi pasien,” kata.
Soal isu hasil pemeriksaan yang menyatakan banyak pasien terkena gangguan bronkitis dia membantah.
“Ini dibuktikan selama hampir 26 tahun PLTU berdiri belum ada satu pun pekerja kita terkena penyakit gangguan paru-paru akut maupun penyakit lain yang bersumber dari polusi udara,” katanya.
Dia mengatakan, mereka selalu memantau emisi gas buang cerobong selama 24 secara daring. “Kita selalu menjaga agar dalam kondisi aman untuk lingkungan sekitarnya. Jika ada salah satu parameter yang berpotensi membahayakan lingkungan, unit akan kita setop untuk perbaikan.”
***
Suara nyaring terdengar cukup lama begitu memekakkan telinga. Suara itu biasa keluar dari PLTU dari pagi hingga sekitar pukul 14.00 WIB.
“Beginilah situasinya. Bisa dilihat dan didengar suara dari PLTU itu,” kata Yuherman, Kepala Sekolah SDN 19 Sijantang ditemui Mongabay di ruang guru.
Yuherman baru 2020 jadi kepala sekolah disana. Dia tak banyak berkomentar soal gangguan kesehatan dari PLTU dan mempengaruhi kesehatan peserta didiknya.
Dia benarkan kalau kenyamanan belajar peserta didik masih jadi persoalan. Sekolah sempat mengajukan keluhan dan berharap kenyamanan anak di seluruh ruangan terjaga.
“Harapannya ada dibantu dikasih AC di setiap ruangan dan (ventilasi) ini ditutup semua agar dapat udara baguslah anak-anak ini,” kata pria yang tinggal di Talawi ini.
*********