Mongabay.co.id

Petugas Gagalkan Perdagangan Gading Gajah di Riau, Jelang Lebaran Masa Rawan?

 

 

 

 

Perdagangan gading gajah terus terjadi di Riau. Pada 10 April lalu, Polda Riau, melalui Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) menggagalkan perdagangan gading gajah. Tim Subdit IV Tipidter bersama BBKSDA Riau menangkap tiga pelaku yang membawa empat gading gajah di Jalan Lintas Taluk Kuantan-Air Molek, Desa Lebuh Lurus, Kecamatan Inuman, Kuantan Singingi, Riau.

Kombes Pol Sunarto, Kepala Bidang Humas Polda Riau, melalui keterangan tertulis mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat. Tm lalu bergerak dari Pekanbaru untuk penyelidikan lapangan.

Akhirnya, pelaku tertangkap dalam sebuah mobil. Masing-masing, YO, IS dan AC alias AN. Ketiganya dari Sumatera Barat dan jual beli di Kecamatan Peranap, Indragiri Hulu. Setelah itu, tim membawa mereka dan barang bukti ke Mapolda Riau untuk pemeriksaan lanjutan.

Dian Indriati, Humas BBKSDA Riau, mengatakan, Plt Kepala Balai Fifin Arfiana Jogasara belum bisa beri keterangan dan mengalihkan ke Polda Riau. Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Riau, Dhovan Oktafianto, menyarankan sebaliknya, karena berhubungan dengan satwa, kecuali soal penangkapan.

Polisi menyebutkan, panjang gading gajah itu sekitar 75-80 cm, berat 10 kg dan masih beraroma. Para pelaku sudah transaksi senilai Rp90 juta. Polisi masih melacak penjual dan sumber uang.

Wishnu Sukmantoro, Elephant Conservation Specialist at Forest Wildlife Society, menduga, kalau masih menimbulkan aroma kemungkinan gading belum lama diambil dari tubuh gajah.

Yuliantoni, Direktur Eksekutif Yayasan Taman Nasional Tesso nilo (YTNTN), mengatakan, bentuk gading yang diamankan Polda dan BBKSDA Riau itu tak utuh sampai ke pangkal, masih tampak bagian gading dalam gusi gajah. Indikasinya, sebatang gading terbagi dua warna: kecoklatan dan putih. Perkiraannya, gading itu dari gajah remaja jelang dewasa.

 

Baca juga: Gajah di Riau dalam Rimba Konsesi

Gading gajah yang diamankan petugas di Kuansing. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Bisa saja, katanya, gading itu dari gajah yang sudah mati sampai tinggal tulang belulang dan gading diambil. Atau bisa juga, katanya, gajah dibunuh lalu dikuliti bagian muka untuk diambil gadingnya.

“Untuk mendapatkan spesimen bagian tubuh satwa dilindungi sebagian besar tentu saja harus membunuh. Kalau sekadar dicabut saja susah. Tetap harus menguliti muka sampai ke dasar gading. Ini yang menyebabkan kepemilikan bagian tubuh itu dilarang,” kata Yuliantoni.

Polisi belum dapat menerka sumber gading gajah. Dalam catatan YTNTN, ada empat kematian gajah sepanjang 2020-2021 dari Taman Nasional Tesso Nilo. Belum terdeteksi untuk tahun ini tetapi tak menunjukkan tanda-tanda perburuan gading.

 

Baca juga: Para Pemburu Gading Gajah Riau

Salah satu kasus kematian gajah di Riau. Tim kedokteran BKSDA Riau, mengukur belalai gajah yang terpotong dari kepalanya.Gajah ini mati di konsesi Arara Abadi pada 18 November 2019. Foto: BKSDA Riau

 

Monitoring kolaborasi, intensif

Wishnu menyarankan, lakukan moniroting intensif dengan kolaborasi kementerian dengan mitra lokal, termasuk perusahaan. Dia bilang, perlu menerapkan smart patrol system berbasis spasial. Tiap anggota tim dibekali global positioning system (GPS) untuk ambil data, pemantauan dan pelacakan. Saat melaporkan ke sistem, otomatis menganalisa sendiri.

“Dengan monitoring intensif, gajah bisa terlacak kalau ketemu bangkai atau kerangkanya. Bisa cepat, bisa lambat. Atau seringkali juga dapat informasi dari perusahaan.”

Dari pengamatan Wishnu, momen sebelum hari raya sangat rawan penjualan satwa. Saat itu, patroli dan pengawasan sedikit longgar hingga dimanfaatkan pemburu.

Riszki Is Hardianto, Juru Kampanye Satwa Auriga, mengatakan, gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) terus mengalami penurunan populasi dari waktu ke waktu. Pada 1985, populasi mencapai 2800–4800 individu (Blounch 1985).

Pada 2021, sebagaimana Surat Edaran Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE), mencatat, tersisa 924-1359 gajah. Penurunan populasi sepanjang 2011-2017 mencapai 700 gajah.

Belum lagi soal habitat gajah. Dari 22 kantong, sekitar 85% gajah justru berada di luar kawasan konservasi. Kondisi ini, katanya, menyebabkan perlindungan lebih lemah dibandingkan dalam kawasan konservasi. “Ini menunjukkan, pengamanan area di luar kawasan konservasi kurang maksimal juga,” katanya.

Soal perdagangan gading gajah, Riszki menduga tiap daerah memiliki alur sama. Dari aktivitas hulu ke hilir, dia mengklasifikasikan dua tipe pemburu, yakni, biasa dan profesional.

“Pemburu biasa, untuk sampai ke pasar gelap masuk ke penampung terlebih dahulu melalui perantara. Sedangkan pemburu profesional, tanpa perantara sama sekali.”

Yuliantoni bilang, pengungkapan kasus mesti sampai ke pembunuh satwa. Penting juga, katanya, terus menerus mengedukasi masyarakat soal larangan kepemilikan spesimen satwa dilindungi.

 

Empat gading gajah yang disita petugas di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

*********

 

Exit mobile version