Mongabay.co.id

Capung, Lahan Basah, dan Helikopter

Capung kembara. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

 

Capung merupakan hewan cantik yang warna tubuhnya beragam.

Keberadaan capung sering dikaitkan sebagai indikator alami suatu lingkungan yang baik. Sebab, ia hanya berkembang biak di lahan basah yang bersih, seperti rawa-rawa atau sungai yang mengalir.

Jika lahan basah itu beralih fungsi menjadi perkebunan atau permukiman, akankah hewan yang bisa terbang mundur ini punah?

Menurut data Lembaga Konservasi Dunia [IUCN], rusaknya lahan basah berpengaruh pada menurunnya jumlah capung di seluruh dunia, dari tahun ke tahun.

“Hilangnya rawa-rawa dan sungai tempat mereka berkembang biak, merupakan awal dari gejala tersebut,” tulis IUCN.

Hingga Desember 2021, jumlah spesies yang masuk Daftar Merah IUCN sejumlah 142.577 spesies, dan sebanyak 40.084 di antaranya berstatus terancam punah.

Viola Clausnitzer, peneliti Capung dari IUCN menjelaskan bahwa capung di dunia terancam punah dikarenakan tempat berkembang biaknya di air tawar semakin memburuk.

“Di Asia Selatan dan Tenggara, lebih dari seperempat dari semua spesiesnya terancam. Sebagian besar karena pembukaan lahan basah dan kawasan hutan hujan untuk,” katanya.

Sedangkan di Amerika Tengah dan Selatan, penyebab utama penurunan jumlah capung karena pembukaan hutan untuk pembangunan perumahan dan komersial. Namun, masalah penting lain karena pestisida, polutan, dan perubahan iklim.

“Capung adalah indikator yang sangat sensitif terhadap keadaan ekosistem air tawar, dan penilaian global akhirnya mengungkapkan skala penurunan mereka,” jelasnya.

Baca: Kecintaan Wahyu pada Capung, Satwa Indikator Lingkungan

 

Capung kembara. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Bruno Oberle, Direktur Jenderal IUCN menjelaskan, keberadaan capung saat ini sudah masuk ke level mendesak untuk dilindungi. Salah satu caranya adalah dengan melindungi lahan basah dunia dan kekayaan hayatinya.

“Secara global, ekosistem lahan basah menghilang tiga kali lebih cepat ketimbang hutan,” katanya.

Jon Paul Rodríguez, Ketua Komisi Kelangsungan Hidup Spesies IUCN menjelaskan bahwa sebagian besar permukaan Bumi, sekitar 71 persen, ditutupi oleh lautan. Tapi hanya 3,5 persen, air di Bumi adalah air tawar.

Dia menyarankan agar manusia berbagi sumber daya yang berharga ini dengan semua organisme lain yang hidup di darat. “Perhatian pada ekosistem air tawar dan lahan basah harus ditingkatkan,” ujarnya.

Sesungguhnya lahan basah [sungai, rawa-rawa dan gambut] memberi manfaat penting bagi manusia. Lahan basah menyimpan karbon, sebagai sumber air bersih dan makanan, melindungi dari banjir, serta menawarkan habitatnya flora dan fauna.

Baca: Indonesia Dragonfly Society, Penjaga Capung Indonesia agar Lestari

 

Seekor capung jarum atau damselfly berwarna tubuh hijau. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Serangga purba

Capung merupakan serangga purba, yaitu sejak Zaman Paleodictyoptera, periode ini terjadi sekitar 300 juta tahun yang lalu.

Tubuh capung terdiri bagian utama, yaitu kepala, kemudian thorax yang menempel dari kepala hingga ujung sayap, serta abdomen. Capung memiliki sayap, kaki, antena, dan banyak organ lain.

Capung terbagi dua, ada capung biasa [Anisoptera] dengan ukuran badan lebih besar, serta capung jarum [Zygoptera] dengan badan lebih kecil seperti jarum.

Hal unik dari capung adalah kemampuannya melihatnya hampir 360 derajat, sehingga dapat melihat ke segala arah.

Baca juga: Kisah Unik Si Capung Jarum

 

Capung sambar garis hitam. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Capung memiliki metamorfosis tidak sempurna pada saat dewasa dan mudanya. Dikutip dari Himabio UNY, ketika masih muda, capung hidup di air sebagai larva capung. Larva kemudian muncul sebagai capung dewasa yang terbang bebas di udara.

Dengan demikian, daur hidup capung sangat membutuhkan air dan tumbuhan. Capung dewasa membutuhkan tumbuhan semak untuk tempat hinggap dan istirahat pada malam hari.

Uniknya, semakin banyak jenis capung yang hidup di suatu area menunjukkan bahwa air di lingkungan tersebut bersih dan terhindar dari polusi. Sebab, larva dan capung dewasa bersifat predator [pemangsa]. Larva capung dapat memangsa jentik nyamuk dan larva serangga hama lainnya yang hidup di air. Sedangkan capung dewasa memangsa lalat, walang sangit, nyamuk, dan serangga kecil lain yang bisa membahayakan hidup kita.

Serangga indah ini berada di bagian atas rantai makanan dan memiliki sedikit musuh alami. Musuh alami capung di antaranya adalah burung, katak, laba-laba, dan lalat.

 

Seekor capung jarum jantan tampak mengganggu pasangan capung jarum yang sedang kawin. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Inspirasi helikopter

Capung memiliki kemampuan terbang dengan gerakan sayap yang dinamis dan dengan kecepatan rata-rata 30-60 km/jam.

Hal ini menjadi perhatian Igor Sikorsky, seorang peneliti keturunan Rusia-Amerika untuk belajar dari pergerakan sayap capung tersebut, sehingga ia dapat menciptakan model helikopter.

Igor Sikorsky menjadikan capung sebagai inspirasinya dalam membuat helikopter. Dia pun terkenal sebagai perintis pembuatan helikopter dan pesawat bersayap.

 

 

Exit mobile version