- Indonesia punya Pusat Ficus Nasional (PFN) pertama berlokasi di kawasan penyangga Cagar Alam Manggis Gadungan dan Cagar Alam Besowo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
- Ari Purnomo Adi, Co Founder Masyarakat Ficus Indonesia, mengatakan, penetapan PFN sebagai bentuk apresiasi atas kepedulian relawan menyelamatkan dua spesie ficus yang hampir punah, yakni, gondang merah dan variegate.
- Hanindhito Himawan Pramana, Bupati Kediri berharap, PFN juga dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim melalui pengurangan karbon, sekaligus menjaga sumber daya air.
- Wiranto, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, manajemen konservasi melalui Pusat Ficus Nasional ini merupakan konsep pengeloaan lanskap berbasis spesies pertama di Indonesia.
Akhirnya, Indonesia punya Pusat Ficus Nasional (PFN) pertama berlokasi di kawasan penyangga Cagar Alam Manggis Gadungan dan Cagar Alam Besowo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Ari Purnomo Adi, Co Founder Masyarakat Ficus Indonesia, mengatakan, penetapan PFN sebagai bentuk apresiasi atas kepedulian relawan menyelamatkan dua spesie ficus yang hampir punah, yakni, gondang merah dan variegate.
“Ini salah satu bentuk apresiasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap kerja para relawan dalam meyelamatkan dua jenis ficus itu, bahkan memperbanyaknya,” kata dokter umum yang merangkap sebagai Koordinator Aliansi Relawan Peduli Lingkungan ini.
Sebelumnya, dua ficus merupakan spesies khas di Cagar Alam Manggis dan Cagar Alam Besowo. Karena banyak diburu, keduanya nyaris punah.
Menurut Ari, penetapan PFN itu tak hanya sebagai ikhtiar menghijaukan wilayah penyangga kedua cagar alam itu melalui penambahan berbagai jenis tanaman ficus. Sekaligus juga melindungi dan menyelamatkan tumbuhan dan satwa di kedua cagar alam dari ancaman pihak luar.
Sebagai kawasan konservasi, katanya, dua cagar alam itu menyimpan banyak flora dan fauna endemik hutan tropis. Kedua cagar alam juga berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang mensuplai ke desa-desa sekitar.
Ada beberapa ficus dijumpai tumbuh dengan baik di dalamnya, seperti Leses (Ficus albiphila) merupakan pohon terbesar di sana. Juga Ficus nervosa, varigata, kurzii, callophyla, benjamina, hispida, virens dan septica.
Sedangkan di Cagar Alam Besowo, beberapa flora dijumpai antara lain, rau (Dracontomelon puberulum), bendo, jambu (Buchannania arborescens), cembirit (Arvatamia divaricata), pule (Alstonia scholaris), beringin (benyamina) dan kemiri (Aleurites moluccana).
“Di Kediri, hasil identifikasi kami, sedikitnya 55 jenis ficus,” katanya.
Pelindung sumber air
Penelitian Sukanto dan Sahromi (2014) menyebutkan, fungsi penting ficus adalah sebagai pelindung sumber air.
“(Ficus) merupakan species kunci karena menghasilkan buah yang melimpah untuk pakan binatang pemakan buah,” tulis keduanya pada riset berjudul Inventarisasi dan Identifikasi Ficus SPP , sebagai Tanaman Obat pada Koleksi Kebun Raya Bogor.
Selain fungsi ekologis, beberapa jenis ficus juga bermanfaat untuk kesehatan. Dapat sebagai obat-obatan, baik secara tradisional atau modern melalui pengujian empiris.
Hasil penelitian Sahromi menunjukkan, sedikitnya 7,7% ficus yang tersebar di Malesiana menjadi koleksi Kebun Raya Bogor. Dari jumlah itu, 10 jenis ficus berpotensi sebagai obat alami, tiga jenis lain masih memerlukan kajian lebih lanjut.
Ari menyebut, penetapan PFN itu sekaligus memperkuat bufferzone sebagai area penyangga kawasan inti CAM dan CAB. Karena itu, salah satu focus ke depan adalah memperbanyak ragam vegetasi di zona ini. Terutama jenis Ficus spp dan Artocarpus spp, merupakan ciri khas dari vegetasi hutan tropis dataran rendah.
“Selain sebagai kawasan konservasi, ke depan juga berharap PFN di bufferzone ini bisa menjadi pusat edukasi dan budidaya ficus secara berkelanjutan,” kata Ari.
Hanindhito Himawan Pramana, Bupati Kediri mengapresiasi Masyarakat Ficus Indonesia (MFI) dan para relawan yang telah FPN di wilayahnya.
Upaya konservasi merupakan bagian dari usaha menyelamatkan masa depan manusia.
Dia pun berharap, PFN juga dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim melalui pengurangan karbon, sekaligus menjaga sumber daya air. Tak kalah penting, katanya, mengurangi lahan kritis di Kediri yang kini mencapai 127.000 hektar.
“Mudah-mudahan, ke depan juga bisa berfungsi sebagai pusat informasi, edukasi, pelatihan, penelitian, dan literasi budidaya tanaman ficus.”
Pemkab Kediri juga menghibahkan aset daerah seluas sekitar satu hektar untuk memperluas PFN. Dengan begitu, luas lahan PFN mencapai 73 hektar, terdiri dari kawasan penyangga dua cagar alam, Perhutani dan aset Pemerintah Kediri.
Wiranto, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), KLHK mengatakan, manajemen konservasi melalui PFN merupakan konsep pengeloaan lanskap berbasis spesies pertama di Indonesia.
Konsep ini, katanya, melibatkan banyak pihak dari swasta, masyarakat, perhutani, BKSDA, pemerintah kabupaten dan unsur lain.
“ (PFN) ini bentuk nyata komitmen para stakeholder yang peduli kelestarian lingkungan. Harus muncul PFN-PFN baru di wilayah lain,” katanya, dikutip dari laman Bksdajatim.org.
**********