Mongabay.co.id

Menanti Kopi jadi Unggulan Gorontalo

 

 

 

 

Oma Jau, petani kopi dari Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga Jaya, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo. Perempuan paruh baya ini memiliki kebun sekitar satu hektar di belakang rumahnya. Sekitar lima tahun lalu, ada sekitar 20 pohon kopi dia tanam di kebun itu bersama tanaman lain, dengan konsep agroforestry.

Kini, kopi sudah berbuah. Lumayan, per kilogram Rp50.000 kalau sudah kering dan disangrai. Setiap pohon, bisa hasilkan tiga kilogram kopi. Pohon kopi tak panen sekaligus, tergantung kematangan buah. Dia bisa panen setiap dua minggu sekali.

“Saya juga memanen kopi, melihat buah terlebih dahulu. Jika ada yang belum matang, saya tidak penen. Alhamdulillah, hasil dari kopi ini bisa memenuhi kebutuhan saya sehari-harinya,” katanya kepada Mongabay, beberapa waktu lalu.

Dia berharap, kopi juga bisa jadi produk unggulan di Gorontalo, selain jagung.

Jemi Monoarfa, pegiat ekonomi desa berbasis potensi lokal di Gorontalo mengatakan, harga jagung di Gorontalo antara Rp3.000-Rp5.000 per kilogram tergantung lokasi, sedang kopi Rp40.000-Rp50.000.

Harga kopi lebih tinggi dari jagung. Meskipun begitu, kopi perlu 3-5 tahun baru bisa panen. Sedang jagung, 3-4 bulan.

 

Oma Jau, petani kopi dari Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Potensi kopi di Gorontalo

Gorontalo punya potensi besar kembangkan kopi. Setiap kabupaten di Gorontalo, punya kopi khas berdasarkan wilayah masing-masing. Misal, di Bone Bolango, ada kopi Pinogu, di satu kecamatan bernama Pinogu.

Ada kopi Dulamayo, di satu daerah Pegunungan Kabupaten Gorontalo. Ia ditanam petani Desa Dulamayo Selatan dan Dulamayo Utara di Kecamatan Telaga Jaya. Ada juga kopi Pabuto, dikembangkan warga Desa Sari Tani, Kecamatan Wonosari, Boalemo.

Tak hanya itu, ada juga kopi Taluditi dari Kecamatan Taluditi, Pohuwato. Juga kopi Tolinggula, dari Kecamatan Tolinggula di ujung Gorontalo Utara.

Vera Verial, Ketua Asosiasi Kopi Indonesia (ASKI) Gorontalo mengatakan, tanah di Gorontalo cocok ditanami kopi. Pasar lokal dan ekspor pun masih terbuka.

“Namun, potensi kopi di Gorontalo kurang diperhatikan, termasuk dari pemerintah. Kita dari Asosiasi Kopi Indonesia siap membantu,” katanya.

Selain meningkatkan perekonomian, katanya, kopi bisa sekaligus jadi tanaman mitigasi, dan tak menghasilkan sedimentasi yang kerap memicu banjir di Gorontalo.

Dia bilang, masalah utama pengelolaan jagung bisa merusak struktur tanah dan menciptakan sedimentasi,

Kopi, katanya, dapat meningkatkan daya dukung ekologi terutama di hulu, dan bisa bermanfaat dalam menjamin kebutuhan pangan di pedesaan. Sistem tanam pun agroforestry guna membantu pemanfaatan lahan secara optimal dan berkelanjutan.

“Jagung tidak bisa disandingkan dengan tanaman lain, kopi bisa.”

 

Warung kopi di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Tanaman beragam

Nurdin, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo mengatakan, kopi di Gorontalo bisa hidup di ketinggian lebih 100 meter dari permukaan laut (mdpl).

Meski begitu, katanya, dalam pola tanam harus pakai sistem agroforestry sebagai upaya konservasi lingkungan. Dengan sistem agroforestry, ikut berperan menjaga hutan agar tak gundul, dan mencegah kerusakan lingkungan.

Masyarakat, katanya, dapat memperoleh penghasilan tambahan dengan mengolah buah kopi tanpa harus menebang pohonnya. Dengan begitu, dapat membantu mempertahankan cadangan karbon dan air tanah dalam lanskap hingga iklim untuk pertumbuhan kopi lebih terjaga. Iklim stabil memastikan pohon kopi tumbuh dengan baik dan menghasilkan kopi berkualitas tinggi.

“Dengan pohon-pohon naungan yang juga memiliki nilai ekonomis, petani memiliki setidaknya dua sumber pendapatan tambahan,” kata Nurdin.

Pohon naungan kopi, membantu mengurangi penguapan air tanah hingga tanah tak mudah kering. Tanah yang cukup lembab tak akan mudah mengalami erosi.

“Pohon naungan membantu mempertahankan kesuburan tanah di sekitar, karena daun dan ranting yang jatuh. Jika dibiarkan akan membusuk alami dan jadi pupuk kompos alami.”

Untuk jadikan kopi produk unggulan, seperti jagung tentu tak serta merta, perlu waktu. Perlu ada perencanaan dan konsep matang, sekaligus pendampingan yang baik ke petani kopi.

 

Foto : Sarjan Lahay/Mongabay Indonesia

 

Jagung di Gorontalo

Kopi mau jadi unggulan Gorontalo seperti jagung? Jagung merupakan unggulan Gorontalo, dengan produksi meningkat dari tahun ke tahun. Data Dinas Pertanian Gorontalo menyebutkan, tren produksi jagung terus naik selama 15 tahun terakhir.

Pada 2001, awal pembentukan Gorontalo, produksi jagung hanya 81.719 ton, naik jadi 130.000 ton pada 2002. Pada 2003 naik lagi, jadi 572.785 ton, dan naik lagi mencapai 644.754 ton pada 2006. Produks terus meningkat pada tahun 2013 dan 2014, masing-masing 669.094 ton dan 719.078 ton.

Pada 2017, produksi jagung mencapai 1.552.001 ton dan pada 2018 mencapai 1.580.367 ton. Data terakhir 2019 sebanyak 1, 800 juta ton jagung.

Mulyadi Mario, Kepala Dinas Pertanian Gorontalo mengatakan, saat ini Gorontalo masih mengandalkan jagung sebagai komoditi unggulan. Permintaan pasar terhadap jagung, katanya, masih cukup besar termasuk buat ekspor.

Permintaan jagung di pasar dalam negeri juga tinggi.

“Saat ini, harga jagung per kilogram Rp4.800, biasa dalam negeri bisa lebih tinggi dibanding luar negeri.”

Pada 2019, Gorontalo mengekspor 130.000 ton, terbesar dari seluruh Indonesia, dan bisa mengisi 35% angka ekspor jagung nasional. Hal itulah, yang bikin Gorontalo ‘setia’ dengan jagung.

Petani-petani jagung di Gorontalo juga kerap dapat bantuan benih dan pupuk gratis dari Pemerintah Gorontalo dengan harapan ada peningkatan produksi. Ada juga bantuan teknologi pertanian kepada petani.

Petani juga didaftarkan gratis di program asuransi jagung, guna mengantisipasi kalau gagal panen. Dia bilang, sekitar 60-80% jagung memberikan kontribusi ke produk domestik regional bruto (PDRB) di sektor pertanian.

“Selama ini, Gorontalo hanya bersandar di sektor pertanian, apalagi dalam kondisi pandemi COVID-19. Sektor pertanian jadi tulang punggung masyarakat Gorontalo saat menghadapi pandemi ini,” katanya.

Mulyadi tak menampik, jagung jadi tanaman yang memicu masalah banjir di Gorontalo, karena banyak yang menanam di kemiringan 15 derajat. Padahal, katanya, pemerintah sudah melarang praktik itu.

Menurut dia, kalau ada petani tetap menanam jagung dengan kemiringan 15 derajat, tak akan dapat benih dan pupuk gratis.

“Tapi, dengan ada larangan petani menanam jagung di kemiringan 15 derajat, akhirnya produksi jagung di Gorontalo menurun yang awalnya 1,8 ton per tahun, kini 1,5 juta ton pertahun.”

Dia bilang, kopi belum bisa menyamai jagung. Perlu 10-15 tahun, kopi bisa menjadi salah satu unggulan di Gorontalo.

Petani, katanya, harus memiliki pendapatan lain yang bisa membiayai kehidupan keluarga sehari-hari. Hasil panen jagung, petani bisa mendapatkan dalam empat bulan, sedang kopi, sekitar tiga tahun.

 

Kopi matang siap panen di Gorontalo. Foto: Sarjan lahay/ Mongabay Indonesia

 

Bakal jadi unggulan?

Budiyanto Sidiki, Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Gorontalo mengatakan, kopi sudah jadi unggulan. Ia sudah masuk rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Gorontalo 2023-2026. Potensi kopi ada di semua daerah di Gorontalo jadi alasan utama.

Dia bilang, langkah awal untuk melakukan pengembangan kopi yaitu peremajaan tanaman yang ada. Tujuannya, mengganti tanaman, yang secara ekonomis tidak menguntungkan lagi karena produktivitas rendah. Menurut Budiyanto, perlu diganti bibit kopi klon lebih unggul agar produktivitas tinggi.

Selanjutnya, petani-petani di Gorontalo akan ada pendampingan dan pelatihan budidaya kopi agar menjaga kualitas dan kuantitas.

“Kita tidak ada rencana untuk membuka lahan, hanya membantu dan memfasilitasi petani-petani kopi yang sudah memiliki lahan saja,” kata Budiyanto.

Metode tanam yang akan digunakan adalah tumpang sari, dengan tanam campur (polyculture).

Budiyanto bilang, kopi akan tumpang sari dengan tanaman yang cepat menghasilkan.

Lahan-lahan di kemiringan 15 derajat akan tanam kopi. Hal ini juga edukasi agar petani jagung tak menanam jagung di kemiringan itu, karena bisa menghasilkan sedimentasi memicu bencana seperti banjir dan longsor.

“Pasar kopi sudah sangat besar terbuka, karena sudah jadi gaya hidup. Hingga kopi di Gorontalo perlu dikembangkan untuk membantu meningkatkan perekonomian.”

 

Menjemur kopi. Di setiap kabupaten di Gorontalo, ada kopi khas. Kopi bisa jadi unggulan Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Lindungi varietas lokal

Amin Nur, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo mengatakan, potensi pengembangan kopi di Gorontalo diarahkan ke kopi robusta. Pasalnya, robusta sangat cocok dikembangkan di Gorontalo. Kopi Pinogu, Dulamayo, Pabuto merupakan kopi robusta yang memiliki citra rasa berbeda.

Bentuk dukungan BPTP untuk mengembangkan kopi di Gorontalo yaitu mendaftarkan Kopi Pinogu, Dulamayo, dan Pabuto ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) sebagai varietas lokal agar terlindungi.

Amin bilang, kalau didorong pemerintah daerah, kopi-kopi itu bisa didorong menjadi varietas nasional.

Dengan potensi yang ada, katanya, kopi bisa berjalan seiringan dengan jagung yang kini unggulan Gorontalo, dan balai siap membuka pasar ke daerah-daerah lain. Dia setuju kalau lahan dengan kemiringan 15 derajat ke atas tanami kopi, bukan jagung. Kopi bisa jadi penyangga tanaman jagung.

Meski begitu, katanya, harus terys edukasi ke masyarakat untuk ubah perilaku pola tanam.

 

 

 

********

Exit mobile version