Mongabay.co.id

Peduli Sampah Saat Mudik dan Lebaran

 

 

 

 

Lebaran tiba. Berbagai aktivitas belanja atau konsumsi Lebaran bakal menambah  produksi sampah. Begitu juga tradisi mudik Lebaran juga tak lepas dari potensi makin memperbanyak sampah. Dalam perjalanan, di tempat tujuan maupun pada masa balik lagi berpotensi menimbulkan sampah, baik bungkus makanan dan sisa makanan, tisu, dan sampah bentuk lain. Bisakah berlebaran minim sampah?

Merujuk data 2018, terhitung ada 13.500 ton sampah dihasilkan 19 juta pemudik. Tahun ini, perkiraan ada 80 jutaan pemudik, dengan asumsi per orang hasilkan sampai 0,1 kilogram, bisa dibayangkan berapa banyak sampah pada masa mudik. Kementerian Lingkungan Hidup pun kampanye “Mudik Minim Sampah.”

Tonis Afrianto, Koordinator Zero Waste Cities Ecoton mengatakan, kampanye “Mudik Minim Sampah”, sebenarnya bisa juga ditekankan pada aktivitas mengurangi sampah plastik. Daripada membeli air dalam kemasan botol minum sekali pakai, lebih baik   membawa tumbler. Untuk camilan, lebih baik bawa dari rumah.

Dia bilang, tak kalah penting perilaku selama mudik. Kalau terpaksa produksi sampah, katanya, berusahalah membuang pada tempatnya.

“Kita harus bijak. Perhatikan mana sampah organik dan non organik. Membuang pun harus pada tempat yang sudah disediakan.”

 

Sampah dengan sebagian besar sampah plastik sekali pakai berserakan di tepian jalan. Lebaran, dengan produksi sampah meningkat, tak jarang menimbulkan tumpukan sampah di berbagai sudut jalan. Foto: Saparian Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Surat Edaran tentang pengendalian sampah saar mudik Lebaran. Surat itu ditujukan kepada pemerintah daerah, gubernur, bupati dan walikota seluruh Indonesia.

SE itu mempertegas kampanye “Mudik Minim Sampah” di seluruh jalur hilir mudik. Baik jalur transportasi dan titik-titik peristirahatan jalan tol.

Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK mengatakan, SE itu mengantisipasi timbulan sampah selama mudik Lebaran.

Dia bilang, meski dalam perjalanan, pemudik memiliki tanggung jawab tetap bisa meminimalisir sampah.

“Sebisa mungkin, saat perjalanan mudik, masyarakat sebaiknya menghabiskan makanan agar tidak ada sisa. Tidak terlalu banyak memakan makanan dalam kemasan agar tidak banyak menyisakan sampah plastik,” katanya, April lalu.

Tahun ini, katanya, KLHK berupaya mengedukasi melalui kampanye “Mudik Minim Sampah” dan langsung berkoordinasi dengan pihak terkait pada jalur transportasi, baik di penyebrangan, terminal, stasiun dan bandara.

KLHK, katanya, juga mendorong pengelola jalur transportasi memastikan ketersediaan wadah sampah memadai, termasuk pilahan.

Mereka sudah berkoordinasi dan memastikan keterlibatan pemerintah daerah agar pengelola fasilitas umum di jalur transportasi dapat melakukan penanganan sampah.

“Kami lakukan pemantauan langsung di Stasiun Pasar Senen, Terminal Kampung Rambutan, Pelabuhan Merak Banten, Terminal Pulo Gebang dan Pelabuhan Priok, rest area KM 14, KM 42 dan KM 68 secara umum baik,” katanya.

Dari pantauan di Stasiun Pasar Senen dan Terminal Kampung Rambutan, misal, kata Novrizal, secara umum petugas kebersihan siaga. Ketersediaan tempat sampah juga cukup memadai.

 

Arus mudik maupun balik Lebaran, rawan menimbulkan produksi sampah. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Rafika Aprilianti, dari Edukasi Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mengatakan, penerbitan SE sangat baik agar bisa jadi pengingat sekaligus penegasan untuk masyarakat selalu hidup minim sampah.

Apalagi, saat momen Lebaran banyak orang pulang kampung halaman, membawa oleh-oleh makanan dan barang-barang lain. Kondisi ini, katanya, akan berujung dengan masalah sampah, dari sampah sisa makanan atau bungkus barang yang sebagian besar terbuat dari plastik sekali pakai.

“Pemerintah sudah memfasilitasi penampungan sampah secara terpilah di titik tertentu sampai tahap pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan.”

Dengan ada surat edaran ini, sepatutnya masyarakat yang sedang mudik atau tidak mudik mematuhi peraturan dan memanfaatkan fasilitas yang ada. “Akan lebih baik selalu menerapkan hidup minim sampah dengan tak gunakan barang sekali pakai.”

Rafika berharap, surat edaran ini tidak sekadar surat saat mudik Lebaran, tetapi menjadi peraturan yang mewajibkan hidup minim sampah. Dia contohkan, peraturan di setiap daerah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai dan selalu memilah sampah dari rumah.

Dia bilang, mudik identik dengan penggunaan kendaraan, baik kendaraan pribadi atau umum, dan tak ketinggalan adalah oleh-oleh. Jadi lebih baik mudik dengan kendaraan umum untuk menghemat bahan bakar dan meminimalisir polusi udara.

Begitu juga oleh-oleh Lebaran, katanya, sangat baik kalau tak pakai kantong kresek sekali pakai sebagai pembungkus lalu membawa kantong kain pribadi ramah lingkungan. Semua itu, katanya, untuk meminimalisir penumpukan sampah plastik.

“Tidak hanya saat mudik saja yang harus menerapkan minim sampah, tetapi setiap saat harus mempunyai prinsip hidup minim sampah. Artinya dengan gunakan barang-barang ramah lingkungan dan tak sekali pakai, misal, tak pakai tempat makan styrofoam tetapi membawa tempat makanan pribadi, tak gunakan sedotan plastik sekali pakai.”

Bisa juga membawa botol pribadi, bukan botol plastik sekali pakai, tidak gunakan kantong kresek sekali pakai, memilah sampah dari rumah, dan menghabiskan makanan yang dibeli agar tak menyumbang penumpukan sampah organik. “Membeli dan memasak seperlunya.”

*******

Exit mobile version