Mongabay.co.id

Potensi Gurita Menjanjikan, sayangnya Nelayan Ende Masih Gunakan Alat Tangkap Seadanya

 

Laut pantai selatan Flores tepatnya di Desa Persiapan Maurongga, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) tampak bergelombang pada Selasa pagi (12/4/2022).

Hanya beberapa nelayan saja yang pergi melaut. Beberapa nelayan gurita di desa pesisir ini pun duduk di bawah rindangnya pohon di desa ini. Mereka mengaku usai turun ke laut, namun cuaca masih belum bersahabat.

“Masih bergelombang sehingga air laut masih kotor. Kami kesulitan melihat terumbu karang di dasar laut yang menjadi tempat tinggal gurita,” ucap Imran Tabri, Ketua Kelompok Nelayan Gurita Maurongga kepada Mongabay Indonesia.

Dia mengatakan harga gurita di pasaran mulai membaik. Nelayan gurita pun bersemangat memancing. Saat ini harga gurita Rp50.000/kg di tingkat pengepul di Kota Ende. Jauh lebih baik dibandingkan setahun sebelumnya yang hanya Rp15.000 hingga Rp20.000 per kilogramnya.

“Hasil tangkapan tidak menentu. Kalau ombak atau air laut kotor maka tidak memancing. Kadang sehari bisa dapat uang Rp200 ribu sampai Rp600 ribu,” katanya.

Imran mengakui, dampak pandemi COVID-19 membuat nelayan gurita pun seakan enggan melaut. Hasil tangkapan lebih banyak dijual sendiri di pinggir jalan negara Trans Flores, berharap ada pengendara yang melintas mampir membeli.

Di Maurongga sendiri menurut Imran, hanya ada 8 nelayan pemancing gurita saja. Potensi masih besar sementara jumlah nelayan gurita masih sedikit. Banyak nelayan masih belum tertarik beralih dari menangkap ikan menjadi pemancing gurita.

baca : Penutupan Sementara Areal Penangkapan Gurita di Perairan Ende, Ada Apa?

 

Nelayan Arubara, Kelurahan Tetandara, Kabupaten Ende, NTT sedang menata perahu di pesisir pantai terhindar terjangan ombak dan abrasi. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Iksan Ahmad nelayan gurita di kampung nelayan Arubara, Kelurahan Tetandara pun mengaku senang dengan kenaikan harga jual gurita.

Iksan mengakui, sebelum pandemi COVID-19 melanda, tahun 2019 oleh pengepul di kampungnya, gurita dibeli dengan harga Rp30.000/kg. Saat pandemi harga anjlok hingga Rp16.000/kg.

“Sejak awal tahun ini harga gurita mulai menanjak. Sekarang sudah mencapai Rp50.000/kg sehingga nelayan pun meraup untung,” ucapnya.

Iksan berharap agar harga jual ini tetap stabil.Tingginya harga jual diakuinya membuat nelayan bersemangat memancing gurita.

 

Potensi Gurita Menjanjikan

Sejak tahun 2019 Yayasan Tananua Flores (YTNF) bekerjasama dengan Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures merintis sebuah program Pengelolaan Sumber daya Kelautan dan Perikanan berbasis masyarakat.

Direktur YTNF, Bernadus Gambut menyebutkan, program ini lahir karena keprihatinan serta kepedulian akan situasi saat ini.

“Sumber daya pesisir dan laut saat ini termasuk di Kabupaten Ende, terdegradasi akibat perilaku manusia,” katanya kepada Mongabay Indonesia di kantornya, Senin (11/4/2022).

Bernadus sebutkan, faktor-faktor seperti terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan menjadi sebab utama terjadinya krisis ini.

Dia katakan, adanya perilaku yang tidak ramah lingkungan seperti pengeboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir dan batu hijau di pesisir pantai secara berlebihan.

baca juga : Meski Eksportir Terbesar, Perikanan Gurita Indonesia Belum Berkelanjutan

 

Iksan Ahmad nelayan gurita Kampung Arubara, Kelurahan Tetandara, Kabupaten Ende, NTT menunjukan alat pancing gurita sederhana buatan sendiri. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

“Kami merancang sebuah program dengan fokus  pengelolaan perikanan gurita lewat penguatan kelembagaan nelayan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, kualitas kesehatan masyarakat nelayan dan konservasi daerah pesisir,” terangnya.

Bernadus paparkan, tahun 2019  pihaknya memulai program ini di Kampung Arubara, Kelurahan Tetandara dan Desa persiapan Maurongga, Kecamatan Nangapanda.

Tahun 2021 wilayah dampingannya diperluas hingga ke Kecamatan Ndori meliputi Desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori. Juga ke arah barat Pulau Flores tepatnya di Desa Tonggo dan Podenura di Kecamatan Nangaroro serta Desa Kotodurimali, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo.

Saat ini YTNF telah mendampingi 34 nelayan gurita di Kampung Arubara dan 15 orang di Desa Persiapan Maurongga. Selain itu, 22 orang di wilayah Kecamatan Ndori dan 23 orang di wilayah Kabupaten Nagekeo.

“Kami melakukan tahapan kegiatan bersama masyarakat nelayan antara lain pendataan perikanan gurita. Juga penutupan sementara lokasi tangkap sebagai bagian dari konservasi serta kegiatan lainnya dalam mendorong peningkatan sumber daya manusia,” ungkapnya.

Bernadus menjelaskan, data sensus semua nelayan beserta hasil tangkapan gurita yang terkumpul dan didata setiap hari, memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Ende sangat menjanjikan.

baca juga : Berani Sukses Kelola Gurita Seperti Nelayan Wakatobi

 

Nelayan Arubara, Kelurahan Tetandara, Kabupaten Ende, NTT menunjukan gurita hasil tangkapannya yang berukuran besar. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Produksi Meningkat

Berdasarkan hasil pendataan gurita di wilayah Kabupaten Ende periode Oktober 2019 – Desember 2021  tercatat ada 94 orang nelayan gurita. Jumlah tangkapan gurita 10.907 ekor dengan total berat 16.315.440 kg.

Rincian  gurita yang ditangkap, 4.504 ekor betina, dan 6.403 ekor gurita jantan. Total pendapatan nelayan gurita secara keseluruhan sebesar Rp.487.257.800

Pada bulan September 2021 YTNF melakukan pendataan gurita di tiga Kecamatan Ndori yakni Desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori.  Sementara  untuk dua desa yang berada di Kabupaten Nagekeo yakni Desa Kotodirumali dan Pedonura, pendataan dilakukan pada bulan September 2021.

“Proses pendataan September hingga November, diperoleh jumlah tangkapan gurita sebanyak 1437 ekor yang terdiri dari 656 ekor jantan dan 781 betina. Total berat gurita 2.139.89 kg,” papar Bernadus.

Bernadus sebutkan, selama 3 bulan, pendapatan yang diperoleh nelayan berjumlah Rp.53,2 juta dengan rincian Desa Pedonura Rp.10,9 juta dan Desa Kotodirumali Rp.42,2 juta.

Dia tambahkan, penutupan areal penangkapan gurita selama 3 bulan di Arubara dan Marongga berdampak terhadap peningkatan pendapatan nelayan selain menjaga keberlanjutannya.

“Selama areal ditutup, nelayan memancing di lokasi lain. Setelah 3 bulan dan lokasinya dibuka, hasil tangkapan nelayan meningkat,” sebutnya.

Bernadus katakan, sebelumnya selama 6-8 jam melaut, nelayan hanya mendapatkan 2-3 ekor. Setelah penutupan, 3-6 jam melaut, bisa memperoleh 10-15 ekor gurita.

perlu dibaca : Melihat Kesuksesan Sasi Gurita di Minahasa Utara

 

Nelayan pemancing gurita di Kabupaten Flores Timur, NTT sedang menunjukan gurita hasil tangkapannya. Foto : Asosiasi Nelayan Cerdas Flotim

 

Minim Alat Tangkap

Saat ditemui di Desa Persiapan Maurongga, Imran terlihat menggunakan gabus sebagai pengganti perahu untuk memancing. Potongan gabus disambung lalu disatukan menggunakan tali dan jaring bekas.

Bagian atas gabus dilapisi potongan bilah bambu agar lebih nyaman. Ia menggunakan dayung dengan memancing gurita dengan jarak tak jauh dari pantai.

Dirinya mengaku sudah setahun memancing gurita menggunakan gabus karena tidak memiliki sampan atau perahu. Bila tidak mendapat gurita maka dirinya menyelam dan memanah.

“Saya hanya memancing gurita di perairan sekitar desa saja, tidak bisa ke tempat lain karena tidak ada perahu. Bulan November tahun lalu kami sudah minta lagi ke pemerintah untuk bantu perahu sebelum adanya penutupan areal penangkapan tapi belum terjawab,” ujarnya.

Imran katakan, permintaan bantuan disampaikan kepada Bupati Ende Djafar Ahmad dan Wakil Bupati Ende Erikos E. Rede yang hadir saat acara penutupan lokasi penangkapan gurita.

Bupati Djafar menyanggupi akan memberikan bantuan peralatan tangkap komplit termasuk 3 perahu ukuran 1 GT.

Djafar katakan penutupan lokasi penangkapan gurita sangat positif sebab merupakan sebuah komitmen dan tanggungjawab masyarakat dalam menjaga keberlanjutan ekosistem.

“Gurita harus dijaga agar bisa berkembangbiak sehingga sehingga saat dipanen nantinya pun ukurannya sudah layak.Dengan begitu produksinya meningkat dan berdampak kepada pendapatan nelayan,” ucapnya.

 

Seorang nelayan penangkap gurita. Foto : Blue Ventures

 

Saat bersama Gubernur NTT berkunjung ke Arubara, Senin (11/4/2022), Djafar pun menyanggupi membangun tanggul di wilayah ini sesuai permintaan nelayan.

Iksan juga berharap pemerintah membantu alat tangkap bagi nelayan Arubara serta membangun tanggul. Abrasi mengancam pesisir pantai dan perahu nelayan sering rusak diterjang ombak.

“Kami pun terpaksa mancing gurita menggunakan perahu kayu meskipun tidak sesuai karena tidak memiliki perahu berbahan fiber glass,” ucapnya.

 

***

Gambar utama: Ilustrai gambar gurita yang ditangkap oleh nelayan. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version