Mongabay.co.id

Joni Hartono, Penjaga Rafflesia dari Agam

 

 

 

 

Joni Hartono jatuh cinta dengan rafflesia. Belasan tahun sudah lelaki usia 50 tahun ini tekun berupaya melestarikan si bunga bangkai ini.

Sejak sekitar 2009, Joni mulai mengenal, mempelajari dan menanam bibit-bibit rafflesia di pekarangan rumah orang tuanya. Bahkan, dia merencanakan ada Taman Rafflesia Arnoldii.

Dia sempat mencari beberapa donor untuk membiayai konservasi bunga besar ini. “Tapi kalau untuk flora agak sulit menemukan sponsor. Beda dengan satwa,” katanya.

Sehari-hari, aktivitas Joni selain merawat reflesia adalah  mengantarkan turis maupun peneliti dalam dan luar negeri untuk melihat dan mempelajari raflesia di Cagar Alam Palupuh Agam. Dari sinilah kecintaan kepada raflesia muncul.

Karena sering  mengantarkan turis maupun peneliti, akhirnya tergerak untuk membibitkan raflesia. Kini, selain di cagar alam, turis maupun peneliti tak jarang datang melihat dan mengamati raflesia yang ada di pekarangan rumah orangtuanya.

Joni masuk dalam organisasi pramuwisata di Agam tetapi fokus ke wisata rafflesia.

Hari itu, bulan lalu,  kami menyusuri sawah dan mendaki bukit kecil akhirnya sampai ke lokasi pembibitan raflesia. Joni berkeliling memeriksa polybag yang ditanaminya bibit-bibit tetrastigma. Dua bibit mati.

 

 

Dalam Buku Biologi Konservasi Rafflesia yang ditulis Sofi Mursidawati dan Irawati terbitan LIPI Press pada 2017, menyebutkan, ztetrastigma adalah tumbuhan liana pemanjat masuk dalam keluarga anggur-angguran (Vitaceae). Tumbuhan ini tidak dapat berdiri tegak.

Tetrastigma sangat tergantung pada tumbuhan lain sebagai panjatan agar dapat menjangkau sinar matahari. Tetrastigma memanjat dengan bantuan tendril (sulur) yang mengait pada tumbuhan panjatan. Beberapa jenis tetrastigma juga dikenal sebagai inang bagi tumbuhan parasit lain.

 

Cagar Alam Palupuh, rumah beragam flora fauna, termasuk farlesia arnoldii. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Di pekarangan rumah orangtua Joni, di Jorong Batang Palupuh, Nagari Koto Rantang, Kecamatan Palupuh, Agam, banyak tetarastigma. Akar tanaman ini menjulur-julur tak beraturan. Pada sela-selanya menjulang batang bunga bangkai yang belum mekar.

Joni bilang, sebenarnya banyak rafflesia  tumbuh di luar Cagar Alam Palupuh.

“Ada tiga jenis bunga bangkai yang tumbuh di sini. Amorphophallus titanium, Amorphophallus gigas dan Amorphophallus Prainii. Sudah sekitar 30-an tumbuh di sini,katanya.

Akhir-akhir ini rafflesia mekar tak menentu diduga karena cuaca. Kadang bunga hanya mekar sebentar. “Cuaca kadang panas tidak menentu,” kata Joni.

Meskipun begitu, katanya, tak begitu banyak rafflesia terganggu cuaca, apalagi yang ada di Cagar Alam Palupuh.

Joni mengajak saya ke Cagar Alam Palupuh. Kami melewati mesjid dan menyusuri sawah-sawah masyarakat yang diapit Bukit Barisan.

Awalnya kami menemukan Rhizanthes di bawah batang pohon. Kami lalu menemukan rafflesia arnoldii di pinggir bukit.

 

Raflesia Arnoldii mekar di pekarangan orangtua Joni Hartono. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

***

Dalam buku Agus Susatya “Rafflesia Pesona Bunga Terbesar di Dunia,” terbitan Direktorat Kawasan Konservasi dan BIna Hutan Lindung tahun 2011, bukan Raffles yang menemukan bunga besar ini pertama kali. Perihal menamai rafflesia ini pun penuh drama.

Dia menulis bukan Stamford Raffles atau Dr Joseph Arnold yang menemukan pertama kali melainkan Louis Auguste Deschamp. Louis adalah dokter dan penjelajah alam berdarah Perancis yang berlayar ke Jawa abad ke-18.

Deschamp sempat ditangkap Gubernur Jendral Belanda saat itu, Van Overstraten. Namun dia tidak ditahan malah diminta ekspedisi Pulau Jawa dari 1791-1794. Selama penjelajahan itulah banyak spesimen dia dapat dan menulis draf awal buku “Materials towards a flora of Java.”

Pada draf itu Descham menggambarkan rafflesia yang dia temukan di Pulau Nusakambangan pada 1797 atau 20 tahun lebih dulu dari Joseph Arnold. Pada 1798, Deschamp pulang ke Perancis.

Sayangnya, saat dekat Selat Inggris kapalnya ditangkap dan dirampas Inggris. Saat itulah ahli botani di Inggris menyadari Deschamp sudah menemukan jenis unik dan bunga yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.

Agus Susatya menuliskan para ahli botani ini menyepakati tanaman itu harus dinamai orang Inggris. Raffless yang saat itu menjadi Gubernur Jendral Inggris di Bengkulu Selatan memerintahkan William Jack, selaku dokter dan penjelajah alam menanggil Joseph Arnold agar menemukan tanaman itu dan menamainya.

Jack menamai sebagai R Titan dan dikirim ke London pada April 1820. Artikel William Jack tidak diterbitkan  saat itu juga.

Sampai Agustus 1820, RObert Brown menamakan jenis baru sebagai rafflesia arnoldii R.Br yang merupakan akronim dari Robert Brown.

 

Joni Hartono, menanam dan mempelajari raflesia arnoldii. Foto: Jaka HB/ Mongbay Indonesia

 

*********

 

Exit mobile version