Mongabay.co.id

Kezia Tulalessy, Siswi SMA Ini Bikin Komunitas dan Beraksi Nyata bagi Lingkungan

 

 

 

 

Namaya Kezia Arabele Tulalessy. Putri sulung pasangan Nicko Tulalessy dan Marie de Fretes ini begitu menginspirasi. Di usia belia dia sudah begitu banyak beraksi nyata bagi kelestarian lingkungan.

Pada 21 Februari lalu, usia perempuan ini baru menginjak 16 tahun. Pada usia ini, Kezia sudah bisa mengajak anak-anak seusianya maupun masyarakat umum peduli lingkungan hidup dengan mendirikan Lebebae Kids Community , 18 Agustus 2020. Kini, anggota Lebebae Kids Community ada 70 anak berusia 10–18 tahun.

Pada Hari Kartini 2022, Kezia mewakili Kota Ambon, Maluku, menerima penghargaan perempuan berjasa dan berprestasi bidang lingkungan hidup di istana negara. Kezia satu-satunya perwakilan dari Maluku.

Komunitas yang Kezia bangun ini, bertujuan menjaga, melindungi merawat dan melestarikan lingkungan dengan berbagai aksi nyata seperti bersih-bersih pantai dan laut, tanam pohon, maupun sosialisasi bahaya sampah plastik.

Lewat Lebebae, Kezia telah berjejaring dengan berbagai pihak antara lain Ocean Crusaders dari Australia maupun organisasi lokal dan nasional.

Meggie Lekatompessy, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD) Kota Ambon, yang turut mendampingi Kezia, Wakil Kota Ambon ke istana negara mengatakan, penghargaan Kezia menginspirasi perempuan di Kota Ambon agar beraksi yang berdampak bagi lingkungan.

Pemberian penghargaan perempuan ini, katanya, diinisiasi Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM). OASE-KIM juga bekerjasama dengan kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota.

“OASE-KIM mengadakan seleksi perempuan berjasa dan berprestasi dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia, terbagi dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya, lingkungan hidup dan pertanian,” katanya, 21 April lalu.

Sebelumnya, siswi SMA ini jadi nominasi pejuang lingkungan Yayasan Madani dan Tempo Institute, pada 2021.

Kezia bersama Mika Ganobal, lurah di Kelurahan Siwalima Kota Dobo, Kepulauan Aru, menjadi nominasi pejuang lingkungan.

 

Komunitas Lebebae bersama Wali Kota Ambon, bersihkan sampah dan tanam pohon. Foto: dokumen Komunitas Lebebae

 

***

Saat ini, Kezia kelas satu SMA Lantera, sebuah sekolah swasta Kristen di Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Kesadaran peduli lingkungan, Kezia berawal dari rumah dan lingkungan sekitar. Orangtua Kezia tanamkan kecintaan lingkungan sejak kecil dari keseharian di rumah.

Tempat-tempat sampah ada di setiap sisi ruangan di rumah. Kezia sejak kecil sudah diajarkan tentang sampah dan menjaga lingkungan.

“Ketika di luar orang lain punya anak buang sampah, saya bilang Kezia tidak boleh begitu. Itu bikin alam kotor dan nanti kita yang rugi sendiri. Saya berpikir kalau kita didik dari rumah, anak-anak akan lakukan sesuai yang lakukan di rumah,” kata Marie.

Kezia pun resah melihat banyak sampah baik ketika dia keluar rumah untuk lari pagi maupun berenang di pantai. Pantai tempat dia bermain penuh dengan sampah. Dia pun tergerak untuk bersih-bersih pantai.

Sebelum berenang, dia mengajak teman-teman bakti sosial, mereka memungut sampah yang berserakan. Selanjutnya, selain bersihkan sampah Kezia juga menanam pohon di hutan. Daerah Amahusu ini beberapa tahun terakhir banjir besar karena terjadi penebangan pohon di gunung.

“Jadi, anak-anak ini tanam pohon bukan saja tentang banjir juga menjaga keseimbangan,”katanya.

Akhirnya, terbentuklah Komunitas Lebebae. Lebebae, berarti lebih baik dalam bahasa Ambon. Harapannya, ada perubahan lingkungan hidup lebih baik.

“Terbentuknya Komunitas Lebebae karena kemauan dari diri sendiri. Beta resah, beta sedih begitu, katong punya alam yang sudah Tuhan ciptakan seharusnya bisa jaga. Faktanya, katong lihat sekarang makin rusak,” kata Kezia.

 

Kezia saat menerima penghargaan di Istana Negara. Foto: Komunitas Lebebae

 

Kezia juga punya talenta musik, salah satu ukulele. Dia bersama teman-teman berkolaborasi musik menyuarakan isu lingkungan hidup.

Vira Lekatompessy, juga dari Komunitas Lebebae mengatakan, awal kegiatan bersih-bersih Pantai Mataru Desa Amahusu. Disitu Vira gembira karena bekerja bersama teman-teman mengangkat sampah dan menjaga lingkungan.

“Itulah mengapa beta tertarik bergabung dengan Lebebae,”katanya.

Dia mengenal Kezia saat masih anggota di Komunitas Ukulele, sebuah komunitas alat musik tradisional. Kezia mengajaknya bergabung ke Lebebae.

Komunitas ini juga mendaur sampah plastik. Awalnya,  kata Kezia, Komunitas Lebebae fokus membersihkan pantai saja, lalu tanam pohon. Berjalannya waktu beberapa mengusulkan daur ulang sampah. Ada juga sosialisasi lingkungan.

Saat ini Kezia bersama Komunitas Lebebae, aksi tanam pohon di daerah Amahusu. Pohon-pohon ditanam di tempat mata air. Di lokasi terkadang longsor.

“Kita menamam pohon di area mata air untuk menjaga mata airnya.”

Kezia bilang. kondisi laut kotor dengan sampah berisiko merusak karang dan membahayakan biota laut.

Masyarakat, katanya, harus berpikir panjang untuk tak buang sampah sembarangan.

Dia menyadari, perubahan mungkin sulit sekaligus, tetapi bisa dilakukan lewat hal-hal kecil.

Di mata Jan Silloy, Pembina Komunitas Labebae, Kezia merupakan ketua yang baik bagi anak-anak komunitas. Motivasi Kezia untuk merangkul anak-anak ini sangat luar biasa.

Baginya, aksi Kezia lintas batas, di gunung, pantai, laut, bahkan di dalam laut.

Mendampingi mereka hampir setahun, dia melihat anak-anak di komunitas ini menyatu dengan alam.

Nikolaas Tulalessy, ayah Kezia selalu mendukung aktivitas anaknya.

 

 

Sosialisasi lingkungan oleh Komunitas Lebebae. Foto: Komunitas Lebebae

Nicolaas adalah Ketua Ambon Sailing Community. Dia kampanye mendukung pengembangan pariwisata, pendidikan dan perdamaian di Maluku, melalui promosi pariwisata. Dia juga aktif mengenalkan budaya Maluku kepada wisatawan.

Kegiatan labebae bagi ayah Kezia ini positif, bisa yang menjauhkan anak-anak dari gadget menjadi aktivitas mencintai lingkungan.

Bagi Kezia, apa yang mereka lakukan karena kepedulian pada bumi, lingkungan agar bersih dan sehat. “Jika lingkungan sehat, alam sehat, makluk di dalamnya ikut sehat termasuk manusia.”

 

Kezia, berbaju merah, saat mendapatkan penghargaan lingkungan di Istana Negara. Foto: Komunitas Lebebae

 

Exit mobile version