Mongabay.co.id

Peneliti : Satwa Laut Terancam Kepunahan Massal Akibat Krisis Iklim

 

Hasil penelitian terbaru dari Universitas Washington dan Universitas Princeton Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perubahan iklim yang meningkat akibat aktivitas manusia akan menyebabkan kepunahan massal spesies laut hingga tiga abad mendatang.

Namun, hal ini bisa dihindari apabila manusia menurunkan emisi gas rumah kaca, sekaligus bekerja sama untuk mencegah perikanan berlebihan (overfishing) dan mengatasi polusi laut.

“Satu-satunya cara yang layak untuk memastikan keanekaragaman hayati laut dilindungi secara global dari perubahan iklim adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah terjadinya pemanasan,” jelas Justin L. Penn, salah satu penulis studi, kepada Mongabay Indonesia via surel.

Lebih lanjut, ia menjelaskan tidak ada teknologi yang bisa mendinginkan laut atau menambah oksigen untuk melindungi spesies laut.

“Cara utama untuk melindungi kehidupan laut adalah dengan mencegah penumpukan gas rumah kaca di atmosfer untuk memastikan pemanasan tetap lemah,” tandasnya.

baca : Lima Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi. Benarkah kita memasuki kepunahan ke-6?

 

Warga melintas di jembatan nelayan dengan latar belakang cerobong asap industri di kawasan pesisir Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pencemaran industri ini perlu dikendalikan agar di tahun 2050 kenaikan gas rumah kaca menjadi net zero sum atau jumlah pencemaran udara nol. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ia bersama Curtis Deutsch, keduanya peneliti laut dari Universitas Princeton, AS, membandingkan risiko kepunahan akibat perubahan iklim dan ancaman antropogenik yang sedang berlangsung berdasarkan tingkat kerentanan dari IUCN (International Union for Conservation of Nature), sebuah lembaga internasional yang fokus pada konservasi dan sumber daya alam. Studi tersebut diterbitkan di jurnal Science pada akhir April lalu.

“Kami menemukan bahwa risiko kepunahan di lautan sangat bergantung pada emisi gas rumah kaca antropogenik di masa depan. Dalam skenario di mana emisi gas rumah kaca terus meningkat selama 100 tahun ke depan, kepunahan bisa berada di jalur yang cepat untuk mencapai tingkat kepunahan massal masa lalu sesuai catatan fosil pada tahun 2300,” jelas Justin.

Mereka menggabungkan simulasi model sistem Bumi dari keadaan iklim potensial di masa depan dengan proyeksi gas rumah kaca yang berbeda dengan menggunakan model ekofisiologis habitat laut aerobik (dengan oksigen), dibatasi oleh data laboratorium tentang kepekaan spesies yang beragam terhadap suhu dan oksigen.

Sebelumnya, metodologi yang sama untuk mempelajari kepunahan massal masa lalu dalam sejarah Bumi, dilakukan untuk zaman Permian akhir.

“Kami menemukan bahwa pemanasan iklim dan hilangnya oksigen laut dapat menjelaskan pola kepunahan yang diamati selama Permian akhir, memberi kami keyakinan bahwa mekanisme hilangnya habitat aerobik yang didorong oleh iklim ini dapat mendorong kepunahan di masa depan,” jelasnya menambahkan bahwa studi ini berlangsung selama 4 tahun terakhir di Universitas Washington dan Universitas Princeton.

baca juga : Asia Tenggara, Wilayah dengan Laju Kepunahan Satwa Tertinggi di Dunia

 

Panorama keindahan bawah laut di Pulau Pramuka wilayah Kabupaten Administrasi Pulau Seribu, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (14/3/2018). Disisi lain sebagian besar terumbu karang sudah mengalami kerusakan pemutihan atau coral bleaching. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Semakin tinggi suhu, semakin banyak spesies punah

Kesimpulan studi yang terbit di jurnal Science pada akhir April lalu adalah meningkatnya perubahan iklim berarti meningkatkan proyeksi kepunahan spesies berdasarkan skenario emisi gas rumah kaca.

Untuk skenario rendah emisi, maka suhu akan berada pada ~1,9°± 0,5°C dan kepunahan berada pada proyeksi semula.

Namun, apabila skenario tinggi emisi, yaitu suhu menjadi ~4,9°±1,4°C pada tahun 2100 dan ~10°±18°C selama 3 abad ke depan, akibatnya, makin banyak spesies yang punah. Risiko kepunahan juga semakin tinggi apabila spesies tidak berhasil mendapatkan habitat baru.

Di bawah skenario tinggi emisi, risiko kepunahan dari pemanasan yang terus berlangsung akan melebihi zaman purbakala. Hal ini bisa saja berubah apabila spesies bisa mempertahankan populasi setidaknya 10% dari habitat awal mereka. Sayangnya, hal ini sangat jarang terjadi.

Namun, membatasi suhu di bawah 2 derajat bisa mengurangi tingkat kepunahan hingga lebih dari 70%, bahkan bisa menghindarkan kepunahan massal di laut.

“Kami juga menemukan bahwa belum terlambat untuk mencegah perubahan iklim yang menyebabkan kepunahan besar. Dalam skenario di mana tren emisi gas rumah kaca diatasi dengan cepat, pemanasan tetap rendah dan kepunahan dapat dihindari,” jelas Justin.

baca juga : Studi: Perubahan Iklim Membuat Sebagian Spesies Ikan di Laut Mengecil, yang lainnya Membesar

 

Pemutihan karang pada 2016 terjadi di Perairan Selat Lombok. Tahun ini, pemutihan karang terjadi lagi. Foto ini diambil di perairan sekitar Gili Asahan, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Foto: Fatur Rakhman/ Mongabay Indonesia

Spesies kutub lebih rentan daripada tropis

Idealnya, laut yang layak huni membutuhkan kondisi dengan kadar oksigen dengan suhu yang pas untuk pertumbuhan atau perkembangan spesies. Namun, apabila kondisi ini hilang, maka terjadi pemusnahan spesies dan mengacaukan ekosistem laut, bahkan berdampak kepada manusia.

Studi tersebut menyebutkan bahwa kepunahan global terjadi apabila hilangnya habitat telah melebihi ambang kritis yang tidak dapat lagi dipertahankan, bahkan apabila terjadi secara bertahap.

Risiko pemusnahan meningkat diproyeksikan terjadi pada daerah dengan anomali iklim yang tinggi atau spesies yang tinggal terlalu dekat dengan ambang ekofisiologis, biasanya di daerah yang lebih hangat atau rendah oksigen. Contohnya, Pasifik bagian utara dan daerah tropis Indo-Pasifik. Daerah rentan ini juga merupakan daerah perikanan produktif yang menyuplai 17% protein bagi manusia.

“Kepunahan laut yang didorong oleh iklim akan mengancam produksi makanan dari laut, yang merupakan sekitar 17% dari sumber protein global,” tandas Justin.

Lebih lanjut, studi ini menunjukkan bahwa suhu naik maka keanekaragaman hayati naik dari arah kutub ke daerah tropis dan menurun saat mendekati ekuator. Risiko kepunahan global lebih tinggi bagi spesies kutub ketimbang tropis. Hal ini disebabkan spesies tropis bisa lebih toleran terhadap hangat dan rendah oksigen ketimbang spesies kutub.

“Kami menemukan bahwa spesies kutub berada pada resiko tertinggi kepunahan global, sedangkan spesies tropis berada pada risiko tertinggi kepunahan lokal. Ini karena saat lautan menghangat dan kehilangan oksigen, spesies tropis sudah beradaptasi dengan kondisi ekstrem tersebut dan dapat menyebar dan menjajah wilayah lain yang menjadi ‘seperti tropis’. Sebaliknya, spesies kutub tidak punya tempat untuk berlindung,” jelasnya.

Washington Post menuliskan kejadian kepunahan sudah mulai terlihat sejak tahun 1980-an di daerah Pasifik. Contohnya, punahnya ikan kecil berwarna keperak-perakan, ikan Galapagos damsel (Azurina eupalama) di Amerika Tengah dan Selatan akibat gelombang panas.

baca juga : Foto Beruang Kutub ini Membongkar Dampak Nyata Perubahan Iklim

 

Seekor beruang kutub yang kurus kering kelaparan. Ini bukti nyata dampak perubahan iklim di kawasan kutub utara. Foto : Instagram Cristina Mittermeier

Imam Musthofa Zainudin, Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF-Indonesia, mengatakan bahwa kepunahan massal spesies laut bisa diatasi secara bersama-sama.

“Setiap manusia dan perusahaan memiliki jejak ekologis. Misalnya, ketika kita makan seafood ada jejak ekologis. Jika kita suka makan salmon yang notabene dari ikan impor, maka untuk mendatangkan ikan tersebut butuh transportasi dan menghasilkan emisi yang banyak,” jelas Imam. “Perusahaan-perusahaan (industri, pertanian, perikanan) juga menghasilkan jejak ekologi. Bahkan, berwisata juga ada dampak ekologi. Untuk itu, semua orang dan pihak harus berusaha mengurangi jejak ekologi kita.”

Harapannya, bisa menghindari perubahan iklim dan menjaga alam untuk mendukung kehidupan yang lebih baik dan lestari.

 

Exit mobile version