Mongabay.co.id

Ikan Mati Massal di Sungai Surabaya, Darurat Pencemaran?

 

 

Sejumlah warga Desa Bambe, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, memunguti ikan-ikan yang mengambang di Sungai Surabaya, anak sungai Brantas, Jawa Timur. Sejumlah ikan jenis rengkik, keting, bader, nila dan mujair, ditemukan mati pada Senin [23/05/2022], sekitar pukul 05.00 WIB. Tidak jauh dari Desa Bambe, warga Desa Cangkir juga menemukan hal yang sama di sungai sekitar rumahnya.

Warga Desa Bambe, Habib, menyebut ikan mati yang dipungut dalam berbagai ukuran. Kondisi air sungainya berbau kurang sedap.

“Agak amis, seperti bau micin [penyedap rasa], dan airnya sedikit berminyak. Lengket,” ujarnya Selasa [24/05/2022].

Matinya ikan ini, menurut Habib, adalah yang terbesar setelah 2019. “Kondisi air sungai yang tercemar berat, bisa jadi menyebabkan ikan-ikan mabuk dan mati,” ujarnya.

Baca: Ekspedisi Susur Sungai, Perjuangan Kaum Perempuan Bebaskan Sungai Surabaya dari Pencemaran

 

Seorang warga menunjukkan ikan mati yang diambil dari Sungai Surabaya. Foto: Ecoton

 

Aziz, Manager Program Advokasi dan Litigasi, Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah [Ecoton], mengatakan fenomena ikan mati massal sering terjadi di Sungai Surabaya. Sungai ini melintasi wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Penyebabnya, tingginya polutan dalam air akibat air limbah yang dibuang ke sungai tanpa diolah.

“Dari satu titik ke titik lain bisa mencapai ribuan ikan yang mati. Peristiwa seperti ini pernah dilaporkan pada 2019 dan sebelumnya,” katanya.

Selain menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran sungai yang dibiarkan akan berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Hal ini karena air baku PDAM yang digunakan untuk minum dan kebutuhan harian masyarakat Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, umumnya berasal dari air Sungai Surabaya.

“Indikasi kami, pencemaran sudah sangat berat. Tidak hanyak ikan dan biota lainnya, masyarakat yang memanfaatkan untuk minum dan MCK, akan merasakan dampaknya,” tutur Azis.

Baca: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar

 

Begini kondisi ikan yang mati yang diduga akibat pencemaran di Sungai Surabaya. Foto: Ecoton

 

Ecoton berencana melayangkan pengaduan ke pemerintah, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup provinsi dan kabupaten/kota yang dilakui Sungai Surabaya, Balai Besar Wilayah Sungai [BBWS] Brantas, serta Perum Jasa Tirta, agar segera melakukan tindak lanjut kejadian ini.

“Harapan kami, pemerintah datang dan memeriksa sungai terkait dugaan perusahaan yang telah membuang limbah tanpa diolah.”

Sebelumnya, Ecoton telah mengajukan gugatan Kepada KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur di Pengadilan Negeri Surabaya, atas peristiwa ikan mati massal di Sungai Brantas awal 2019. Dalam putusan perkara Nomor 08/Pdt.G/2019/PN.Sby, pengadilan mengabulkan gugatan ECOTON agar pemerintah melakukan pemulihan lingkungan hidup. Namun, para tergugat mengajukan banding dan belum ada putusan Pengadilan Tinggi Surabaya hingga kini.

“Seharusnya semua pihak terlibat, memperhatikan kesehatan sungai dan keberlangsungan ekosistem di Sungai Brantas. Ketimbang upaya banding, akan lebih bermanfaat membuat program pemulihan bersama, sehingga peristiwa ini tidak terus terulang,” tandas Azis.

Baca juga: Sampah Popok Bertebaran di Sungai Surabaya, Sampai Kapan Pencemaran Air Dibiarkan?

 

Matinya sejumlah ikan di Sungai Surabaya bukan terjadi saat ini saja. Foto: Ecoton

 

Sungai tercemar perlu pemulihan

Kepala Pusat Penelitian Infrastruktur dan Lingkungan Berkelanjutan, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat [DRPM], Institut Teknologi Sepuluh Nopember [ITS] Surabaya, Warmadewanthi, mengatakan kondisi Sungai Surabaya sudah sangat berat pencemarannya. Tidak hanya limbah industri, limbah rumah tangga juga menjadi beban tanggungan sungai dalam beberapa tahun ini.

Kajian ITS sebelumnya menunjukkan, kualitas air Sungai Surabaya makin menurun.

“Limbah domestik tidak ada instalasi pengolahan airnya, masalah serius,” ujarnya, Rabu [25/5/2022].

Dosen Teknik Sipil Lingkungan dan Kebumian ITS ini mengatakan, pencemaran terjadi dari hulu hingga hilir. Banyak industri didirikan dekat sungai, selain rumah tangga, atau permukiman warga.

Fenomena ikan mati massal, telah terjadi beberapa kali akibat akumulasi polutan yang masuk ke sungai, sehingga konsentrasi pencemarnya meningkat. Kondisi ini menyebabkan kandungan oksigen terlarut dalam air sangat rendah, mengakibatkan ikan-ikan menjadi mabuk atau mati.

“Di sini, kandungan dissolved oxygen [DO] sangat rendah, berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan keberlangsungan ekosistem,” tukasnya.

 

Air berbusa diduga buangan limbah rumah tangga yang mengandung deterjen terlihat di pintu air Sukolilo, Kenjeran, Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Dia mengatakan, beban sungai harus dikurangi dengan mengolah terlebih dahulu air limbah sebelum dibuang ke sungai.

“Pengolahan air limbah harus dilakukan dengan baik, efisiensinya harus memenuhi persyaratan, harus diatur secara ketat beban yang dapat ditambahkan ke sungai. Limbah, meski sudah memenuhi baku mutu, tapi terakumulasi ya tetap saja mencemari sungai,” terangnya.

Warmadewanthi menegaskan, keberadaan instalasi pengolahan air limbah [IPAL] di masyarakat adalah syarat mutlak memulihkan kembali sungai-sungai yang telah tercemar. Meski sebenarnya, sungai juga memiliki kemampuan memulihkan diri sendiri [self purification]. Namun, pengolahan air limbah sebelum masuk ke sungai akan sangat menentukan pemulihan yang dilakukan sungai.

“Ada mikroba di sungai dan ada simbiosis mutualisme di ekosistem air, sehingga sungai mampu memulihkan dirinya. Syaratnya, tidak ada lagi pencemar selama proses self purification berlangsung,” paparnya.

 

Exit mobile version