Mongabay.co.id

Harimau Ini Kembali ke Hutan Kerinci Seblat, Konflik Satwa dan Manusia Makin Tinggi?

 

 

 

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang masuk kandang perangkap 21 April lalu di Desa Nalo Gedang, Kecamatan Nalo Tantan, Merangin, lepas liar ke Taman Nasional Kerinci Seblat, 31 Mei 2022.

Harimau korban konflik ini sudah berada di Tempat Penyelamatan Satwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi sejak April.

“Harimau dilepasliarkan di Taman Nasional Kerinci Seblat,” kata Rahmad Saleh, Kepala BKSDA Jambi.

Harimau dibawa dari Kota Jambi menggunakan mobil double cabin pada 30 Mei pukul 20.00 WIB, tiba di Bandara Muaro Bungo, Kabupaten Bungo pada pukul 03.00 WIB. Sebelum diangkut menuju bandara, harimau dibius dan menjalani pemeriksaan kesehatan.

Sahron, anggota tim TPS BKSDA Jambi yang mengkoordinir perjalanan harimau dari Kota Jambi ke bandara, rombongan berhenti beberapa kali untuk pemeriksaan guna memastikan harimau tetap dalam kondisi baik.

“Kondisi harimau sehat dan aktif dan pemeriksaan langsung oleh dokter hewan.”

Setelah tiba di Bandara Muaro Bungo pada pukul 11.27 WIB, harimau berangkat dengan helikopter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menuju zona inti TNKS. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam harimau jantan ini tiba di lokasi dan segera lepas liar.

 

Persiapan harimau mau rilis ke habitat, sebelum berangkat ke bandara. Foto: BKSDA Jambi

 

Korban konflik

Harimau usia sekitar 8-10 tahun ini masuk kandang perangkap tim BKSDA Jambi. Ia korban konflik dengan manusia di Desa Nalo Gedang.

Kandang perangkap ini dipasang sejak 6 April sebagai tindakan mitigasi konflik antara harimau dengan manusia. Sejak akhir 2021, BKSDA Jambi beberapa kali menerima laporan dari Kepala Desa Nalo Gedang mengenai ternak warga dimangsa harimau.

Berdasarkan laporan warga ada 11 kambing dan 2 sapi sudah dimangsa harimau.

Setelah berhasil ditangkap, harimau menempuh perjalanan cukup panjang ke Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) BKSDA Jambi.

Harimau terlihat sehat dan sangat sensitif dengan cahaya serta manusia di sekitarnya. Dia sempat mengaum dan menabrak kandang beberapa kali. Ada luka di bagian hidung dan pangkal ekor.

Zulmanuddin, dokter hewan yang menangani kucing besar ini mengatakan, luka karena menabrak jeruji kandang tetapi tidak fatal.

Pada 22 April, harimau menjalani pemeriksaan kesehatan. Bobot harimau 110 kilogram, dengan panjang lebih dua meter.

Zulma bilang, kondisi harimau sehat dan layak segera lepas liar.

Rahmad mengatakan, Desa Nalo Gedang, lokasi harimau ditemukan hanya berjarak 20 kilometer dari batas terluar TNKS dan hanya terpisah kawasan hutan produksi.

Dia menduga, wilayah jelajah harimau ini di hutan produksi tetapi kawasan ini sudah beralih jadi perkebunan sawit dan karet serta marak penambangan emas ilegal.

Bahkan, berdasarkan laporan timnya sedang ada pembangunan jalan dalam kawasan itu. “Banyaknya aktivitas manusia dalam wilayah jelajah ini diduga jadi satu penyebab harimau mendekati pemukiman” kata Rahmad.

Dia bilang, pemilihan lokasi pelepasliaran harus mempertimbangkan banyak faktor antara lain, kontur wilayah jelajah harimau sebelumnya. “Jadi, meskipun di Taman Nasional Berbak Sembilang ada populasi harimau, harimau ini tidak bisa dilepaskan disana karena kontur wilayah sangat berbeda dengan wilayah jelajah di Kabupaten Merangin.”

Tim BKSDA Jambi mendapat informasi warga bahwa diperkirakan masih ada dua harimau lain di sekitar desa. Satu harimau dewasa dan satu anakan. Tim akan terus memantau.

 

Sumber: BKSDA Jambi

 

Meningkat

Konflik harimau dan manusia di Jambi terus meningkat. Dalam tahun ini saja, kemunculan harimau tak hanya terpantau di Kabupaten Merangin juga di berbagai wilayah di Jambi. Kabupaten Muaro Jambi salah satu lokasi konflik harimau dengan manusia hingga jatuh korban jiwa.

Pada 25 Maret lalu, Firdaus, warga Riau yang bekerja di konsesi HPH PT Putra Duta Indah Wood (PDIW), Desa Puding, Kumpeh Ilir, tewas diserang harimau.

Jasad korban dievakuasi keesokan harinya dalam kondisi tak utuh dan mulai membusuk.

Pada 19 April, Bima Mubarok, pekerja PT POC yang mau buang air besar tewas juga diserang harimau. POC adalah perusahaan kontraktor di kawasan HPH PT PDIW. “Saat ini, sudah ada tim dari BKSDA Jambi di lokasi” kata Didik Bangkit Kurniawan, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Jambi.

Dia mengatakan, timnya menemukan jejak harimau di sekitar lokasi kejadian. Untuk memastikan ada harimau, tim memasang empat kamera pengintai di sekitar lokasi. “Kami juga mengimbau pekerja PT PDIW lebih waspada.”

Konflik harimau dengan manusia juga terjadi di Tanjung Jabung Timur, tepatnya di Desa Air Hitam Laut dan Desa Sungai Sayang, Kecamatan Sadu.

Menurut Nisaurraidah, warga Desa Air Hitam Laut sudah puluhan ternak warga jadi mangsa harimau.

“Harimau jadi lebih sering muncul sejak mulai beroperasi perusahaan perkebunan sawit di desa kami,” katanya.

Kawasan yang tengah dibersihkan perusahaan itu dulu lahan milik masyarakat dengan tutupan hutan cukup baik. Saat ini, lahan itu sudah dijual pada perusahaan.

BKSDA Jambi mengevakuasi satu harimau Sumatera dari kawasan itu ke lokasi jauh dari pemukiman akhir 2021.

BKSDA Jambi mencatat selama lima tahun terakhir konflik harimau dan manusia tertinggi terjadi pada 2018 dan 2021 yaitu 27 kasus. Harimau, gajah, buaya dan beruang mendominasi laporan konflik yang masuk ke BKSDA Jambi.

 

Helikopter yang membawa harimau ke zona inti Kerinci Seblat untuk lepas liar. Foto: BKSDA Jambi

 

Satwa mangsa berkurang

Tergerusnya habitat dan wabah flu babi Afrika (African Swine Fever/AFF) yang merebak diduga menjadi penyebab harimau sering terlihat di pemukiman. Wabah ini dipastikan sudah masuk Jambi pada 2020.

“Lima sampel babi hutan dari Merangin yang sudah kami uji di laboratorium positif mengandung virus Flu Babi Afrika” kata Meilina, Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Jambi.

Dia menduga virus ini berasal dari Sumatera Utara, karena hampir seluruh hasil tangkapan babi hutan dari Jambi dikirim ke provinsi itu. “Hanya Kerinci yang belum pernah melaporkan ada kasus kematian babi” katanya.

Beberapa pengepul babi hutan yang terpantau Dinas Peternakan di berbagai wilayah kabupaten seperti Sarolagun sudah tidak lagi mengirimkan babi hutan keluar Jambi.

 

Ilustrasi. Harimau Sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version