Mongabay.co.id

Proyek Jalan Bayang-Alahan Panjang Potong Suaka Margasatwa Arau Hilir

 

 

 

 

Pemerintah Sumatera Barat membangun jalan puluhan kilometer dengan alasan untuk transportasi terbatas dan mitigasi bencana sekaligus akses pengembangan ekonomi. Jalan Bayang ke Alahan Panjang ini memotong sekitar tujuh kilometer Suaka Margasatwa Arau Hilir. Berbagai kalangan pun khawatir, jalan membelah kawasan konservasi bisa berisiko tinggi.

Dedi Rinaldi, Kepala Bidang Binamarga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Sumbar mengatakan, panjang ruas jalan 49,4 km.

“Baru selesai dibangun 41,74 km. Belum dibangun 7,55 km. Masuk kawasan konservasi 7,14 km,” katanya, beberapa waktu lalu.

SM Tarusan Arau Ilir yang dilalui jalan ini adalah Nagari Muaro Aie, Kabupaten Pesisir Selatan dan Nagari Simpang Tanjuang Nan, IV Kabupaten Solok.

Sebelumnya kepada wartawan, Ardi Andono, Kepala BKSDA Sumatera Barat mengatakan, wilayah ini hulu dari lima sungai yaitu Bungus, Tarusan, Timbulun, Bayang dan Indragiri. Di sana banyak flora jenis kalek dan medang. Untuk fauna ada harimau Sumatera, tapir, kuau raja, rangkong gading samai kambing hutan.

SM Tarusan Arau Hilir, katanya, merupakan lanskap besar harimau Sumatera yang membentang dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sampai SM Bukit Barisan.

Ardi bilang, dalam pembangunan jalan ini akan ada bikin koridor di bawah jalan untuk harimau dan satwa lain serta bagian atas untuk jalan owa. “Tahun ini konsultan lagi bikin panduannya. Kita langsung masukkan bentuknya di sana,” katanya, April lalu.

Pada 2022, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Sumbar sudah menyediakan dana untuk konflik satwa. “Mereka juga menyiapkan kendaraan untuk konflik satwa, mobilnya,” katanya.

BKSDA juga menyiapkan konsep nagari ramah harimau atau disebut pagari. “Kita siapkan dan akan bentuk karena lokasi kita bersebelahan dengan TNKS yang world heritage. Kita tidak main-main dalam penyelesaian konflik satwa,” kata Ardi.

Pengelolaan, katanya, akan mirip jalan tol. Kendaraan yang melewati jalur itu akan terpantau dan ada batasan kecepatan, patroli dan pos penjagaan. “Kalau lewatnya lebih lambat nah itu ada apa, nanti seperti itu. Setiap pos itu ada,” katanya.

Menurut Ardi yang jadi masalah adalah dua km dari lokasi ada izin hutan produksi, “Itu harus dikoordinasikan, jangan sampai ada klaim kayu keluar disangka dari dalam suaka margasatwa. Kita kan harus jaga nama baik gubernur, KLHK dan kawasan,” katanya.

Dia mengaku sudah memitigasi bencana untuk harimau. Penggunaan jalan juga dibatasi. “Misal, mobil jam berapa sampai jam berapa saja bisa masuk dan jumlah masuknya.”

Mongabay ingin wawancara lebih detil soal keterancaman suaka margasatwa kala terpotong untuk jalan, namun Ardi bilang sibuk.

“Jadwal saya sedang padat,” katanya saat bermain ping-pong di lantai dasar gedung BKSDA Sumatera Barat saat dihubungi Mongabay.

Dedi bilang, soal pengamanan hutan, akan diawasi BKSDA. “Selama pengamanan hutan akan diawasi BKSDA.”

 

Jalur pembangunan jalan du Sumbar, yang melalui kawasan konservasi Suaka Margasatwa Arau Hilir. Foto: Walhi Sumbar

 

Beragam ancaman

Tommy Adam, Kepala Bidang Riset dan Advokasi Walhi Sumbar mengatakan, berbagai persoalan lingkungan hidup bisa terjadi dengan ada pembangunan Jalan Bayang ke Alahan Panjang ini.

Pertama, jalan yang dibangun merupakan kawasan hutan. “Dengan tutupan hutan alami atau kayu dengan tegakan tinggi, rencana pembangunan jalan akan pembukaan akses berisiko ancaman terhadap perusakan hutan seperti pembalakan liar.

Kondisi ini, katanya, menambah risiko bencana ekologis seperti banjir maupun longsor di daerah aliran sungai (DAS) Bayang.

“Rencana pembangunan jalan berada pada DAS Bayang yang mempunyai luas 52.682 hektar. DAS ini melintasi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Solok dan Pesisir Selatan,” katanya.

DAS ini mempunyai hulu di Solok dan bermuara di Pesisir Selatan. “Serta ada puluhan nagari di sepanjang aliran DAS itu yang akan berisiko terdampak. Bila tidak dikaji detail tentang dampak lingkungan akan menimbulkan bencana ekologis bagi masyarakat di daerah itu.”

Belum lagi, habitat satwa yang akan hilang berisiko muncul konflik satwa dengan manusia.

Ardinis Arbain, pakar konservasi lingkungan hidup Fakuktas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas mengatakan, ada konsekuensi ekologis dalam pembukaan jalan di kawasan hutan ini.

“Setiap pembukaan jalan di kawasan lindung pasti akan berdampak terhadap kualitas ekologis kawasan itu dan timbul efek tepi, di mana pinggir kawasan bertambah jumlahnya,” katanya.

Pada setiap tepi kawasan, katanya, bisa muncul potensi perubahan vegetasi, peningkatan suhu, gangguan habitat satwa dan potensi kebakaran lahan. “Harus ada kajian komprehensif melalui kajian lingkungan hidup strategis-rencana detail tata ruang (KLHS-RDTR) kemudian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Ardinis bilang, akan ada peluang lahan sekitar terbuka. “Jika sejak awal tidak dilakukan pembahasan ketat,” katanya. Kalau memang perlu sebagai jalan ekonomi, katanya, bisa bikin jalan layang atau terowongan.

 

Ilustrasi. Kawasan hutan konservasi di Sumbar, termasuk hutan adat, terancam pembangunan jalan. Foto: Walhi Sumbar

 

******

Exit mobile version