Mongabay.co.id

Agar Energi Terbarukan Tetap Berkelanjutan dengan Menjaga Lingkungan

 

 

Suara gemericik air terdengar dari jalanan arah Curug Cipendok yang terletak di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Alirannya cukup kencang. Ternyata sumbernya berasal dari Telaga Pucung, sebuah telaga alami yang sepanjang tahun tidak pernah mengering.

Sudah turun-temurun, Telaga Pucung menjadi salah satu sumber mata air bersih untuk mencukupi kebutuhan warga di Dusun Kalipondok, Desa Karangtengah. Tak sebatas itu, sejak satu dekade terakhir, airnya dialirkan untuk menggerakkan turbin di pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di dusun setempat.

Sebelum ada PLTMH, warga Dusun Kalipondok yang terpencil tidak terjangkau oleh aliran listrik PLN. Tahun 1980-an, sebagai wilayah yang terletak di wilayah pegunungan di lereng selatan Gunung Slamet, penduduknya belum terlalu banyak. Penerangan hanya dengan senthir atau lampu dari minyak tanah. Kemudian, pada tahun 1990-an hingga 2000-an, mulai pengembangan turbin kayu.

“Saya masih ingat bagaimana warga membuat turbin dari kayu. Kayu dibuat lingkaran menjadi kincir. Dengan demikian kayu bisa bergerak. Daya penggeraknya adalah air yang mengalir. Kincir yang bergerak itulah mengoperasikan dinamo. Dari dinamo itulah bisa dimanfaatkan daya listriknya untuk penerangan,”ungkap Rasim (40) warga dusun setempat kepada Mongabay Indonesia pada Rabu (25/5).

Dia mengungkapkan warga mulai meninggalkan senthir untuk penerangan karena sudah ada turbin kayu. Meski, warga tetap menyimpan senthir kalau ada gangguan turbin. “Biasanya, turbin kayu hanya bisa untuk menerangi rumah saja. Kalau menghidupkan televisi berat, tidak mampu. Tetapi setidaknya sudah ada kemajuan dengan menggunakan turbin daripada senthir,” kata dia.

baca : Panen Energi Terbarukan dengan Jaga Kelestarian Air dan Hutan

 

1-Air dialirkan dari Telaga Pucung di sekitar Cipendok. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Menurut Rasim, dengan turbin kayu sangat banyak kendalanya. Malah justru terjadi pada saat musim penghujan. “Kebetulan, orang tua dan saya memasang turbin di Kali Prukut. Biasanya kalau musim penghujan, arusnya makin deras, sehingga perputaran turbin kian cepat. Dengan perputaran turbin yang sangat cepat, justru kadang bermasalah. Belum lagi kalau terendam banjir. Pokoknya banyak sekali tantangannya. Tetapi merupakan pilihan utama zaman itu,”ujarnya.

Dalam perkembangannya, muncul PLTMH. Dengan adanya teknologi yang lebih baik, Rasim tidak lagi menggunakan turbin kayu. “Saya sudah menjadi pelanggan PLTMH. Tarifnya sangat murah. Kalau cerita-cerita sama warga di bawah yang menggunakan listrik PLN, maka PLTMH jauh lebih murah. Paling-paling dalam sebulan, saya membayar hanya berkisar antara Rp25 ribu hingga Rp40 ribu. Tergantung pemakaian,” papar Rasim.

Tokoh dan pengurus PLTMH Kalipondok, Narto, mengatakan perjalanan pembangunan PLTMH di Dusun Kalipondok memang dimulai dari turbin kayu. “Turbin kayu yang dipasang oleh warga tidak stabil, apalagi dayanya kecil. Sementara, listrik PLN belum bisa sampai ke dusun sini. Oleh karena itu, kemudian dari TNI Kodim 0701 Banyumas memberikan bantuan PLTMH. Dalam perjalanannya, PLTMH tersebut kemudian disempurnakan bersama dengan Pemprov Jateng melalui Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM),”jelas Narto.

Kemudian pada 2016 lalu, diresmikan PLTMH yang kedua. Kalau yang pertama berada di bawah jalan setapak ke arah timur dari Jalan Raya Curug Cipendok, untuk yang kedua berada di atasnya. “Saat sekarang, kami memang memiliki dua unit PLTMH. Jika yang berada di bawah merupakan pengembangan dari bantuan TNI kemudian disempurnakan dari Dinas ESDM Provinsi Jateng. Nah, kalau yang berada di atas adalah bantuan dari Pemprov Jateng. Ini yang kemudian dimanfaatkan oleh warga saat sekarang,”katanya.

baca juga :  Cerita Energi Air dari Lubuk Bangkar

 

Instalasi PLTMH Telaga Pucung. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dia mengungkapkan masing-masing PLTMH memiliki daya 15 Kilo Watt (KW). Saat ini, lanjutnya, warga Dusun Kalipondok hanya memanfaatkan satu unit PLTMH saja, karena mencukupi. “Sejak awal adanya PLTMH sekitar tahun 2012 lalu, warga membentuk kelompok pengelola. Kebetulan ketua kelompok periode pertama dan kedua adalah saya. Dengan dibantu oleh warga lainnya, saya mulai membentuk kelompok pemakai dan pengurus. Nah, kalau pengurus tugasnya bermacam-macam, di antaranya adalah mengelola dan memelihara PLTMH serta menarik iuran atau biaya listrik yang dipakai oleh pelanggan,”ujar dia.

Seperti terlihat di sejumlah rumah, mereka juga menempelkan meteran listrik yang sama persis dengan milik PLN. Sehingga pelanggan bakal membayar sesuai dengan penggunaan listrik.

Menurut Narto, kewajiban dari pengurus dan kelompok pemakai adalah sama-sama memelihara PLTMH yang ada di kampung setempat. Dengan terus menjaga kebersamaan dan gotong-royong, maka hingga kini PLTMH masih dapat dipertahankan.

“Kami bersama-sama menjaga, jangan sampai PLTMH berhenti. Kalau dari sumberdaya air yang ada, sangat melimpah. Bahkan, pada musim kemarau, sama sekali tidak pernah berhenti beroperasi. Artinya, air mengalir terus dan dapat menggerakkan turbin, sehingga sekitar 80 pelanggan baik rumah, penginapan maupun gerbang wisata masih tetap mendapatkan suplai listrik secara berkelanjutan,”paparnya.

Narto menjelaskan bahwa selama ini, suplai listrik dari PLMTH Kalipondok tersebut dimanfaatkan oleh warga dusun. Kebetulan, jumlah kepala keluarga (KK) yang bermukim di Kalipondok sebanyak 75 KK yang menempati sekitar 67 rumah. Sementara pelanggan dari PLTMH sebanyak 80-an. Tambahannya adalah dari penginapan dan tempat wisata. “Mereka memanfaatkan listrik dari PLTMH sampai sekarang.”

baca juga : Masyarakat Moi Kelim Penuhi Energi dari Hutan yang Terjaga

 

Pipa yang mengalirkan air untuk menggerakkan turbin. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dijelaskan oleh Narto, pengurus dan kelompok pemakai telah menyepakati jika tarif listrik per KWh mencapai Rp500. Sehingga cukup murah, bahkan bagi orang kampung sekalipun. “Harganya memang murah, apalagi kalau dibandingkan dengan listrik PLN. Saya sekarang memanfaatkan listrik untuk keperluan penerangan, kulkas, freezer di warung, televisi sampai mesin cuci. Ternyata tetap kuat dayanya. Setiap bulan, rata-rata saya membayar iuran sebesar Rp65 ribu,”ungkap Narto.

Menurutnya, warga dusun setempat juga tidak keberatan dengan tarif listrik Rp500 per KWh. Karena mereka masih mampu untuk membayar dan sejauh ini tidak pernah complain terhadap kondisi. “Alhamdulillah, setiap bulan rata-rata ada pemasukan sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3 juta dari iuran yang masuk ke pengurus. Nantinya, 10% di antaranya untuk operasional pengurus. Sisanya ditabung dan dipakai untuk biaya pemeliharaan. Hal ini penting, supaya keberlanjutan PLTMH dapat terus diusahakan,”tambahnya.

Tidak hanya menjaga agar PLTMH tetap beroperasi, namun warga juga menjaga pasokan air harus mengalir sepanjang tahun. “Masyarakat di sini sadar, bahwa suplai air dari Telaga Pucung harus terjaga. Untuk tetap mempertahankan keberadaan Telaga Pucung, maka lingkungan harus tetap alami. Jadi, masyarakat di sini sekuat tenaga bakal mempertahankan hutan dan lingkungan sekitar. Kalau lingkungan dan hutan rusak, maka bencana bakal datang. Kesadaran untuk menjaga hutan dan lingkungan bisa dipertahankan sampai sekarang,”tegasnya.

Bagaimana ke depannya, apakah masih dipertahankan? “Jelas, kami bersama warga akan tetap menjaga supaya PLTMH tetap jalan. Caranya, semua warga harus bergotong-royong dan memastikan supaya PLTMH mampu terus beroperasi. Instalasi harus dipelihara dengan baik. Tak kalah penting adalah menjaga suplai air supaya tetap lancar untuk menggerakkan turbin,”imbuhnya.

Air yang dialirkan ke turbin, akan menuju ke sungai-sungai di bawahnya seperti Kali Peh, Kali Prukut dan Kali Wadas. Sehingga para warga yang mendapatkan air bersih maupun petani yang ada di sejumlah desa di Kecamatan Cilongok tetap terjaga pasokan airnya. “Kami hanya mengalirkan untuk menggerakkan turbin, setelah itu air dialirkan kembali. Jadi tidak ada air yang berkurang,”tambah Narto.

baca juga : Pembangunan PLTMH Ma’Dong Toraja Utara Dinilai Langgar Perda Tata Ruang dan Rampas Hak Rakyat

 

PLTMH Telaga Pucung mengalirkan listrik untuk menyalakan lampu. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kepala Cabang Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah Wilayah Slamet Selatan Mohammad Sholeh didampingi Kepala Seksi Energi Saptono mengatakan PLTMH dimulai dari program TNI kalau sekarang adalah program TMMD.

“Dari situlah, kami kemudian menyempurnakan. Sesudahnya, ada tambahan lagi satu unit. Meski sudah berlangsung selama 10 tahunan, namun warga setempat mampu menjaganya. Kuncinya adalah handarbeni atau rasa memiliki. Warga mampu menjaga keberlanjutan suplai energi terbarukan tersebut,”jelasnya.

Saptono menambahkan potensi air untuk penggerak pembangkit listrik di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok cukup melimpah. Sehingga bagi warga yang terpencil seperti Dusun Kalipondok memanfaatkannya dengan PLTMH. Karena mencukupi kebutuhan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal, maka pada tahun 2020, kampung setempat mendapatkan penghargaan Desa Mandiri Energi tingkat Provinsi Jateng. “Bahkan, selain PLTMH, sejumlah warga setempat juga memanfaatkan kotoran ternak sapi untuk pengembangan biogas,”ujarnya.

Dia mengatakan Dusun Kalipondok merupakan salah satu daerah yang mampu mempertahankan PLTMH dengan baik. Ada sejumlah wilayah yang sudah membangun, tetapi kemudian mangkrak, bahkan mati sama sekali. “Warga di Kalipondok mampu mempertahankan, karena mereka mengerti benar dampak baik yang ditimbulkan. Bukan hanya untuk penerangan, tetapi menunjang kegiatan produktif lainnya seperti menjahit dan menopang keberadaan warung maupun penginapan,”jelasnya.

Untuk mempertahankan itu, kuncinya ada di organisasi atau kelompok masyarakatnya sendiri. “Kelompok atau organisasi menjadi kunci. Dengan adanya organisasi tersebut, maka warga secara sadar dan bersama-sama menjaganya.”

Kalipondok merupakan salah satu dusun yang terpencil di Banyumas. Namun masyarakatnya mengajarkan dan menjaga gotong-royong dan rasa memiliki, sehingga PLTMH masih tetap beroperasi sampai kini. Menghasilkan energi terbarukan dan terus berkelanjutan.

 

Exit mobile version