Mongabay.co.id

Selamatan Laut, Sebuah Pesan untuk Kelestarian Laut

 

Satu persatu perahu yang terbuat dari kayu keluar dari anak sungai di perkampungan Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Bukan untuk pergi menangkap ikan atau hasil laut lainnya, namun secara iring-iringan mereka akan melakukan kegiatan sedekah laut.

Pada dasarnya, tujuan dari tradisi yang dikenal juga dengan sebutan selamatan sedekah laut ini yaitu untuk memohon berkah dan keselamatan, karena hampir setiap hari sebagian besar warga di desa yang memiliki luas wilayah sekitar 4,68 km2 mencari nafkahnya di laut.

Biasanya, perahu hanya diisi satu atau dua orang untuk menangkap ikan maupun rajungan. Tetapi, karena hari itu sedang upacara selamatan laut sehingga para nelayan juga mengajak keluarganya.

baca : Sedekah Laut Roban, Ritual Mensyukuri Kelestarian Bahari

 

Perahu nelayan secara beriring-iringan menyusuri sungai yang ditumbuhi pohon mangrove untuk mengikuti kegiatan sedekah laut di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Demak, Jateng. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tidak hanya istri, anak-anak maupun keluarga terdekat lainnya juga turut diajak menumpang transportasi berupa perahu motor tempel dan kapal ikan berukuran <10 GT (Gross tonnage) itu. Dengan pakaian rapi, mereka nampak antusias ikut dalam rombongan yang akan menuju ke laut.

Membutuhkan waktu sekitar 30 menit rombongan sampai di titik temu, tempat dimana para perangkat desa dan para sesepuh atau tokoh setempat sudah menunggu untuk melakukan ritual manaqiban, yaitu ritual pembacaan biografi seorang wali, Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani.

Hal ini dilakukan dengan kepercayaan agar keberkahan akan datang di desa yang berada di pesisir kabupaten berjuluk Kota Wali itu, dan juga sebagai sarana agar doa mereka terkabulkan.

Suasana bertambah riuh ketika perahu-perahu nelayan sudah berkumpul, satu sama lain saling terikat sehingga tidak ada yang terlepas dari barisan.

baca juga : Selamatan Laut, antara Merawat Tradisi dan Rayuan Pariwisata

 

Satu persatu perahu tersebut diikat satu sama lain agar tidak ada yang terpisah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Membawa Sajian

Dalam ritual yang dilakukan itu masing-masing perahu membawa bekal atau sajian berupa ubo rampe sego golong atau nasi yang dicetak menggunakan mangkok, sehingga terlihat seperti gundukan-gundukan kecil yang di dalamnya terdapat berbagai macam lauk pauk seperti telur, ikan teri, sambal kelapa.

Selain itu ada juga warga yang membawa jajanan pasar, buah dan bubur merah yang diletakkan diantara cetakan nasi. Usai dibacakan doa, sajian yang dibawa warga itu kemudian dimakan bersama-sama di atas perahu, ada yang satu keluarga, ada pula yang bersama tetangga terdekat.

Tidak hanya itu, acara yang terselenggara setahun sekali ini juga dihadiri pengunjung dari luar Desa Betahwalang.

Suwarti Sekar (42), pengunjung asal Desa Bandungrejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, mengaku senang bisa mengikuti rangkaian kegiatan sedekah laut. Pasalnya, tidak semua daerah ada kegiatan sedekah laut.

Apalagi momennya tidak ada setiap hari, hanya terselenggara setahun sekali. Sehingga ketika acara sudah terlewat, pengunjung yang ingin mengikuti kegiatan harus menunggu setahun lagi.

menarik dibaca : Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba

 

Para tokoh setempat saat ritual manaqiban, yaitu ritual pembacaan biografi seorang wali, Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menurutnya, meski masih ada sebagian warga yang menganggap kegiatan ini negatif. Namun nyatanya banyak manfaat yang bisa dipetik. Misalnya sedekah laut merupakan cara mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan.

“Ternyata alam dan manusia itu bisa saling memberi manfaat. Ketika kita bersahabat dengan alam, alam pun bisa bersahabat dengan manusia,” kata Suwarti yang ditemani suaminya itu, Rabu (29/06/2022).

Ibu tiga anak ini merasa takjub dengan kebersamaan warga setempat, ada nilai-nilai gotong royong yang terpelihara. Berbeda dengan sedekah laut yang ada di daerah-daerah lain, di desa dengan jumlah penduduk mencapai 5.392 lebih ini tidak ada prosesi pelarungan tumpeng atau bahkan pelarungan kepala kerbau.

 

Keseimbangan Terjaga

Khoirul Umam (45) kepala Desa Betahwalang mengatakan kegiatan yang terselenggara secara turun temurun ini selain sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas rezeki yang didapatkan warga terkhusus yang berprofesi sebagai nelayan ini berharap agar hidup selamat, tentram dan tidak ada gangguan saat melaut.

Dia bilang, setiap perahu nelayan diwajibkan membawa ayam ingkung yang sudah dimasak. Ini dilakukan karena ingkung mempunyai makna yang baik, ing (ingsun/saya) dan kung (menekung/berdoa) berarti saya berdo’a dengan penuh hidmat.

Cara pembuatan ingkung sendiri juga memiliki makna tersendiri. Pertama kali yang mesti diperhatikan adalah memilih ayam, seperti ayam kampung yang dewasa, sehat dan harus jantan.

baca juga : Tari Topeng: Saat Ekspresi Jiwa Tercurah untuk Alam dan Sang Pencipta

 

Tidak hanya istri, para nelayan juga mengajak anak dan keluarga terdekat untuk mengikuti kegiatan sedekah laut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Lanjut dia, selain sedekah laut acara juga dimeriahkan dengan pewayangan dan ketoprak, malamnya dilanjutkan dengan istiqhosah dan memberi santunan anak yatim. Untuk biaya yang digunakan, nelayan dengan sukarela menggalang dana.

“Sedekah laut juga menjadi ajang untuk berbagi, tidak hanya masyarakat sini, warga daerah lain juga banyak yang ikut,” ujar bapak tiga anak ini.

Lanjut Umam, saat acara digelar warga secara sadar tidak berangkat melaut menangkap ikan maupun rajungan. Dengan begitu ada waktu jeda atau rehat sejenak untuk keseimbangan ekosistem laut.

Melalui kegiatan ini warga juga diingatkan agar tidak merusak lingkungan laut dengan menggunakan alat tangkap arad. Karena jika menggunakan alat tangkap itu, ekosistem yang ada di dasar laut juga ikut tersapu. Selain itu, tidak ada tempat untuk ikan maupun rajungan bertelur.

“Ini akan menyebabkan rajungan menjadi habis. Sehingga tahun 2018 kami juga membuat Peraturan Desa soal konservasi rajungan,” tegasnya.

 

Seorang nelayan sedang menengadahkan tangannya untuk meminta keselamatan dalam melaut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version