Mongabay.co.id

Abrasi Pesisir Pantai Sasak Mengkhawatirkan

 

 

 

 

Pesisir Pantai Sasak alami abrasi parah. Obyek wisata di Pasaman Barat, Sumatera Barat yang biasa disebut juga Pantai Seribu Cemara ini abrasi sejak lama. Sebagian pesisir pantai sudah menjadi laut. Pemukiman warga di pesisir pun pindah ke tempat lain. Kondisi terus terjadi dan makin parah dalam 10 tahun belakangan ini.

“Kalau tidak ditangani cepat, nasib Pantai Seribu Cemara ini juga akan terkena,” kata Jon, warga sekitar.

Kekhawatiran Jon bertambah pada April, bertepatan dengan bulan puasa karena tanah depan rumah abrasi. Pohon-pohon roboh dan ujung teras rumah bergantung pada pondasi, bagian bawah sudah tak ada tanah.

Dia mengosongkan bagian depan rumah seperti ruang tamu dan kamar depan agar rumah tak cepat terperosok kalau terjadi abrasi. Jon menancapkan beberapa bambu dan membiarkan cemara yang berantakan di depan rumah kena hantaman gelombang sekaligus jadi penahan.

 

Pantai Sasak, depan rumah Ris, ters terkikis. Foto: Jaka HB/Mongabay Indonesia

 

Bapak dua anak itu lantas melepas kanopi yang baru dia pasang. Padahal rumah impian ini baru saja ingin dibangun lebih apik. Tiga tiang kanopi sudah berdiri di beranda rumah.

Tak hanya was-was rumah terhempas ombak hingga abrasi, mata pencaharian pun turut terganggu. Beberapa tahun ini, Jon mulai usaha menjemur ikan dan menjual ke pasar. Kini, lokasi tempat jemur ikan kena hantam abrasi.

“Kemarin itu kalau jemur ikan ya di depan sini,” katanya sambil menunjuk lahan yang sudah abrasi. Jon terpaksa menumpang di tanah tetangga untuk menjemur sebagian ikan.

Ita, istri Jon juga was-was. “Apalagi saat malam. Mana tau tiba-tiba longsor.”

Tak hanya itu. Air sumur yang jadi pasokan air tawar mereka pun sudah lama terintrusi hingga agak asin. Meskipun begitu, mereka tetap pakai buat memasak.

 

Pohon-pohon cemara bertumbangan dan mati. Abrasi terus menggila di pesisir Pantai Sasak, Sumbar. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Eli, penjemur ikan lain juga cemas. Rumah Eli memang agak jauh dari garis pantai. Rumah adiknya, sudah pindah dan teras sudah terkena longsor. Bekas lokasi rumah itu Eli jadikan tempat menjemur ikan dan meletakkan jaring.

“Cemas juga. Nanti kalau longsor (abrasi) dimana lagi kami jemur ikan,” katanya saat menutup ikan-ikan bersama Nunaih, suaminya.

Cerita Ris lain lagi. Dia memutuskan pulang dari Jakarta ke kampung halaman. Pria kelahiran Nagari Tiku, Kabupaten Agam ini memutuskan jadi nelayan serta petani semangka.

Dia membeli tanah di pinggir pantai dan membangun rumah. Rumahnya terdiri dari bangunan utama, kamar satu dan ruang tamu serta menyimpan motor. Pada, tempat terpisah jadi dapur sekaligus kedai menjual minuman dan kamar mandi di belakang. Sumur terpisah dari kamar mandi.

Dia berencana mengembangkan kedai agar lebih luas. Kayu-kayu untuk membangun tergeletak di sebelah rumah. Abrasi membatalkan niat ini. “Nanti sudah dibangun malah roboh kena abrasi.”

Abrasi juga berpengaruh pada sumur mereka.”Kalau air pasang sumur ada isi. Kalau air surut sumur ikut surut. Tapi untungnya ai tawar,” katanya.

Meski begitu, dia juga membeli dua galon per hari. Satu galon Rp10.000.Berarti dalam satu hari harus mengeluarkan Rp20.000.

 

Tepat depan rumah Jon, sudah terkikis. Niatnya bikin kanopi pun urung. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Sama dengan Jon dan keluarga, air sumur untuk mandi dan mencuci. Untuk minum, mereka gunakan air galon karena air sumur sudah tercampur air asin.

Setelah abrasi makin parah, penghasilan warga pun berkurang. “Kalau hari biasa sebelum abrasi ini pendapatan kedai bisa Rp500.000 per hari. Tempat duduk sampai jauh ke sana. Sekarang paling sehari Rp50.000,” kata Ris. Hal ini terkait yang datangi pantai ini makin sepi.

Mereka pasrah menunggu aksi pemerintah yang hingga kini belum ada tindaklanjut.

“Padahal abrasi ini sudah 10 tahun belakangan. Tiga bulan ini di tempat kami saja yang kena. Sebelumnya, yang di sebelah sana sudah habis semua. Mereka semua pindah karena tanah sudah masuk laut,” kata Jon.

Jon dan Ris dengar kabar pemerintah akan memasang paku bumi. Entah paku bumi seperti apa yang dimaksud tetapi mereka dengar muara sungai akan dipindahkan. Pagar raksasa akan dibangun dengan anggaran besar.

Wisnu Arya Gemilang, peneliti geologi lingkungan Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) di Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM-KP) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bilang, bukti ketidakseimbangan ekosistem pesisir terjadi, salah satu abrasi-akresi.

Abrasi adalah pengikisan pantai oleh gelombang laut dan arus laut yang merusak. Sedangkan akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut lepas karena proses sedimentasi dari daratan atau sungai ke laut.

Selain itu juga terjadi perubahan sifat air tanah kawasan pesisir menjadi payau-asin dan banyak penurunan tanah di pesisir padat penduduk.


 

Menurut dia, ada beberapa faktor abrasi akresi di pesisir Sumbar. Antara lain, katanya, material penyusun pantai, paparan gelombang. Hal ini berkaitan dengan ada atau tidak pelindung pantai baik natural atau buatan.

Fenomena abrasi di Sumbar, katanya, sangat dipengaruhi kondisi hidrodinamika perairan laut lepas dengan kecepatan energi gelombang yang cukup kuat, disertai material penyusun pantai berupa material bebas seperti pasir.

“Juga tidak disertai upaya penahan atau peredam gelombang yang tepat guna hingga makin memperparah fenomena abrasi di beberapa tempat,” katanya.

Sedang muka air tanah dangkal dan terbatas di pesisir menjadi satu faktor yang membuat air tanah rentan tercemar.

Aktivitas manusia seperti penggunaan lahan, katanya, bisa menimbulkan beberapa perubahan terhadap alam. “Hal itu dapat memicu proses perubahan kualitas air tanah pesisir menjadi payau-asin,” katanya.

Selain itu, katanya, ekstraksi air tanah pesisir berlebihan juga bisa menyebabkan penurunan muka air tanah hingga zona interface air tanah lebih rendah dari laut. Kondisi ini, bisa mengubah kualitas air tanah pesisir.

 

Pantai Sasak, Sumbar yang alami abrasi parah. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

*******

Exit mobile version