Mongabay.co.id

Warga Salareh Aie Sesalkan Kematian Harimau Puti di Pusat Rehabilitasi

 

 

 

 

Kematian harimau Puti Maua Agam masih menyisakan kesedihan dan tanda tanya bagi banyak pihak. Pasalnya pada saat dievakuasi harimau betina yang diperkirakan berumur tiga tahun ini masih sehat dan liar. Awalnya, Puti hanya akan masuk rehabilitasi selama dua minggu di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) ARSARI molor menjadi enam bulan.

Apa yang terjadi dengan Puti, tak hanya menambah daftar panjang kasus kematian harimau Sumatera juga duka mendalam terutama bagi warga setempat termasuk juga Wali Nagari Salareh Aie , Iron Maria Edi.

Iron Maria Edi tak menyangka kalau harimau yang dia antarkan beramai-ramai dengan warga mati di pusat rehabilitasi. Apalagi pada saat evakuasi Puti masih sangat sehat dan garang.

“Kami masyarakat Salareh Aie sangat merasa kehilangan, waktu mengantar beramai-ramai kondisi agresif, masih gagah dan garang, ternyata sudah mati saja dan matinya di dalam karantina,” katanya saat dihubungi Mongabay.

Iron mengatakan, penanganan konflik harimau selama 41 itu sudah membangun chemistry (hubungan emosional) antara masyarakat dengan harimau betina ini. Bahkan saat pertama ditangkap, masyarakat Selareh Aie menamai harimau betina ini dengan Puti Maua Dirindu, sebagai ungkapan kecintaan terhadap satwa terancam punah ini. Nama itu diubah Bupati Agam menjadi Puti Maua Agam.

“Puti biodiversiti Nagari Salareh aie, Agam. Sejak lama kami sudah memiliki hubungan budaya dan kebiasaan yang sudah menjadi cerita yang melekat dengan budaya. Kami menyerahkan penangangan ini (konflik) dengan BKSDA karena kami tidak punya pilihan, tidak punya pengetahuan mau diapakan harimau ini.”

Saat evakuasi, kata Iron, sebenarnya masyarakat Agam menginginkan Puti dilepasliarkan di sekitar Agam agar kabupaten yang memiliki ikon harimau Sumatera ini tak kehilangan kekayaan alam. Namun masyarakat hanya bisa pasrah saat Puti dibawa jauh ke Dharmasraya.

“Harapan kami minta dilepaskan di seputaran Agam, jika memang tidak mengganggu, karena itu kebanggaan kami,” katanya.

 

Baca juga: Cerita Harimau Mati di Agam, Lepas Liar di Kerinci Seblat

Puti Maua, adalah harimau yang berhasil diselamatkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Resor Maninjau dari lokasi konflik di Jorong Kayu Pasak Timur Nagari Salareh Aie Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. Puti masuk kandang jebak 11 Januari 2022. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Pasca pemindahan Puti dari Salareh aie, muncul satu lagi harimau jantan seumuran Puti, diperkirakan harimau ini merupakan pasangan si Puti. “Di lokasi muncul satu lagi, karena yang muncul tidak mengganggu masyarakat kami tidak resah dan tidak melapor. Masyarakat sudah teredukasi dan tidak masalah lagi,” katanya sembari mengiyaratkan warga tidak ingin kehilangan harimau lagi.

Iron bilang, harimau dari habitat sampai memakan ternak merupakan kejadian pertama di nagarinya, dibarengi dengan temuan kematian babi diduga berkaitan dengan Virus African Swine Fever (AFS) yang mengakibatkan ketidakseimbangan rantai makanan di alam.

“Sebelumnya kami tidak pernah berkonflik dengan harimau. Kami biasa hidup berdampingan dengan alam. Sesekali memang ada masyarakat yang melihat inyiak (harimau) melintas-lintas tapi tidak sampai mengganggu apalagi memakan ternak.. Mungkin ia lapar hingga dicari ternak masyarakat.”

Selain itu, Puti sering muncul hingga membuat masyarakat takut apalagi saat berjalan malam.

Penyebab Puti keluar habitat kemungkinan kekurangan pakan karena pada waktu itu ditemukan babi mati di sekitar perkebunan warga. “Matinya bertumpuk-tumpuk.”

Hal sama juga dirasakan Rano Fajri. Pria berumur 38 tahun dengan ternak menjadi korban ini, merasa kehilangan setelah mendapat kabar kematian Puti.

Bagi Rano, Puti memberikan pengalaman baru di kehidupannya. Meski termasuk kategori hewan buas, namun Rano memberanikan diri terlibat penanganan konflik selama 41 hari bersama dengan petugas dari BKSDA Sumbar. Selain bentuk tanggung jawab warga terhadap keamanan kampung, dia melibatkan diri dalam penanganan konflik satwa liar terutama harimau Puti demi kelestarian harimau Sumatera.

Rano bilang, sejak hari pertama kasus kemunculan Puti di kampungnya, ia bersama dengan beberapa warga setempat lain, ikut terlibat penanganan konflik. Dia banyak belajar tentang cara menangani konflik sampai perilaku harimau Sumatera. Ikut serta patroli, monitoring, mencari jejak baru, memasang kandang jebak hingga terlibat proses evakuasi dilakukan Rano selama 41 hari penanganan konflik. Bahkan, dia pun ikut membawa Puti ke PRHSD ARSARI untuk kemudian di rehabilitasi.

“Selama penanganan konflik, saya tinggalkan kebun saya. Saya habiskan tenaga dan waktu untuk penanganan konflik ini. Hanya Puti yang saya pedulikan waktu itu,” katanya.

Ikut serta membawa Puti Maua ke PRHSD ARSARI, selain memiliki ikatan emosional, dia juga ingin memastikan kalau Puti dalam kondisi baik.  Dia ingin, melihat Puti sebelum kembali ke ke Maua Hilia.

Pengalaman di perjalanan hingga tiba di PRHSD pun, dia ceritakan ke warga kampung. Dia memberi pesan kalau Puti dalam keadaan baik-baik saja.

Kini, Puti sudah tak ada lagi. “Sedih. Tapi mau bagaimana lagi. Saya hanya ingin melihat Puti baik-baik saja. Bahkan, ingin ikut jika di lepasliarkan nanti. Kenyataan berbeda. Puti kini sudah mati. Kami berduka,”kata Rano.

Sebelumnya, tim dokter hewan PRHSD ARSARI menyatakan Puti, mati lantaran sakit saat masih dalam proses rehabilitasi. Melalui keterangan resmi yang diterima 9 Juni 2022, Manager Operasional PR-HSD ARSARI dokter hewan Patrick Flaggellata mengatakan, kondisi kesehatan Puti terpantau menurun pada 18 Mei 2022.

Selain mengalami penurunan nafsu makan, juga terdapat beberapa luka miasis (Luka karena invasi belatung ada lalat pada jaringan tubuh hingga terjadi kerusakan pada jaringan, red). Kondisinya kata Patrick, sempat membaik mulai 27 Mei 2022. Namun, pada  6 Juni 2022 Puti mendadak kembali sakit, diikuti dengan hipersalivasi, dan tidak dapat diselamatkan lagi pada 8 Juni 2022.  “Bahkan kata Patrick, jelang kematiannya, nafas Puti sempat sesak (60 kali per menit). Tim lalu memberikan atropin sulfat dan nebul salbutamol, serta menyuapinya dengan menggunakan batang kayu yang diisi pakan daging namun tidak dimakan dan Puti pun, mati.

Sejak berdiri Juli 2017 sudah 14 harimau dirawat PRHSD. Dari jumlah itu, tujuh berhasil dilepasliarkan, empat mati dalam proses rehabilitasi. “Saat ini, ada tiga harimau yang menjalani perawatan,” kata Tito Suryawan, Humas YAD.

 

Tim medis bersama harimau Puti Mau yang mati karena sakit saat menjalani proses perawatan di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) ARSARI. Foto: Dokumen PRHSD-ARSARI

 

Harimau terakhir lepas liar PRHSD bernama Lanustika pada Maret 2022, masuk rehabilitasi September 2021. Ia harimau betina dari Teluk Lanus, Riau. 

Puti, adalah harimau Sumatera yang berhasil diselamatkan tim BKSDA Resor Maninjau dari lokasi konflik di Jorong Kayu Pasak Timur, Nagari Salareh Aie, Kecamatan Palembayan, Agam.

Puti masuk kandang jebak pada 11 Januari 2022. Dugaan waktu itu, Puti keluar Cagar Alam Maninjau dan memasuki pemukiman warga lantaran kekurangan pakan karena ada kasus penyakit ASF. Penyakit ini menyebabkan kematian massal babi hutan di Agam.

Lima bulan Puti berada dalam pengawasan dan menjalani seluruh rangkaian rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya. Puti pun dijadwalkan akan dilepasliarkan kembali ke alam. Bahkan, lokasi calon rumah baru yang akan ditempati Puti sudah survei.

Sayangnya, nasib Puti tak seelok dua harimau Sumatera, Surya Manggala dan Citra Kartini, yang sudah kembali ke rumah mereka di Taman Nasional Kerinci Seblat.

 

***

Setelah Puti evakuasi—dan mati di puat rehabilitasi—di Salareh aie, muncul satu harimau jantan seumuran Puti, diperkirakan pasangan si harimau betina.

Menurut Sunarto, Research Associate Institute for Sustainable Earth & Resources (I-SER), Universitas Indonesia, hal itu karena terkait sifat dan ekologi harimau sebagai satwa teritorial yang cenderung ingin menguasai dan menjaga wilayah teritori dan mencegah individu lain masuk.

“Ketika yang ada diambil, misal, dalam konteks yang biasa disebut konflik, ada kecenderungan wilayah kosong ini akan kembali diisi individu transien yang sedang mencari wilayah teritori, atau individu lain di sekitar untuk memperluas wilayahnya. Itu sebabnya, banyak solusi lain yang semestinya digali dan diusahakan selain evakuasi,” kata Sunarto.

Dia menyebut, perlu peningkatan pemahaman masyarakat tentang perilaku harimau, peningkatan kapasitas mencegah dan menghindari konflik, penyesuaian aktivitas, perlindungan dan perbaikan habitat dan jalur lintasan dan lain-lain.

“Idealnya, masyarakat memiliki pemahaman yang baik tentang harimau, dapat menghindari dan mencegah konflik.”

Bila ada harimau dianggap mengancam, katanya, dapat dicari akar masalah dan ditangani bertahap serta evakuasi sebagai pilihan terakhir.   Kalau terpaksa evakuasi pun, ada banyak opsi dapat dipilih. “Misal, langsung hard release di tempat lain.”

Walhi Sumbar juga angkat bicara. Kematian Puti, katanya, menjadi duka bagi pelestarian harimau Sumatera. Pemerintah, melalui BKSDA seharusnya dapat mencegah kematian satwa langka ini.

“Di Sumatera Barat kecenderungan konflik terjadi karena menyempit habitat harimau yaitu hutan. Ancaman degradasi dan deforestasi hutan dipicu karena alih fungsi lahan perkebunan sawit komersil, pertanian, serta illegal logging,” tulis Tommy Adam, Kepala Departemen Kajian Advokasi Walhi Sumbar dalam rilis.

Dia bilang, beberapa kasus seperti di Lubuk Basung, Solok, harimau turun ke pemukiman warga untuk mencari makan.

Konteks lain, katanya, pakan harimau dalam hutan berkurang dipicu perburuan, seperti buru babi, rusa dan seterusnya.

 

Puti Maua Agam, adalah harimau Sumatera yang berhasil dievakuasi tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam Resor Maninjau dari lokasi konflik di Jorong Kayu Pasak Timur Nagari Salareh Aie Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. Dugaan waktu itu, Puti keluar dari kawasan Cagar Alam Maninjau dan masuk pemukiman warga dan memakan ternak warga. Menurut warga, sebelumnya, tak pernah harimau menggangu warga maupun makan ternak. Diduga harimau kekurangan pakan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version