Mongabay.co.id

Mencari Cara Penanganan Sampah di Kota Gorontalo

 

 

 

 

Surya Cono sibuk memilah sampah plastik yang bisa didaur ulang di Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) di Kelurahan Pulubala, Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo. Dia rutin lakukan itu tiap hari dari pagi pukul 07.30-16.00 sore.

“Sampah-sampah ini kita harus pisahkan. Ada sampah kertas, sampah besi, hingga plastik yang bisa didaur ulang,” katanya kepada Mongabay, akhir Juni lalu.

Pria 51 tahun ini Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Selayar yang mengelola TPS3R. Sejak awal 2020, dia bersama dua rekan meminta ke Pemerintah Kelurahan dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo untuk mengelola tempat itu agar lebih bermanfaat.

Awalnya, TPS3R tak ada yang mengurus. Padahal, tempat pengelola sampah ini memiliki fasilitasi bagus dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Dia memang konsern dengan isu lingkungan hidup.

“Sampah plastik ini sangat sulit dikendalikan, sulit terurai. Perlu daur ulang jadi bahan bernilai ekonomis.”

Bermodal belajar kelola sampah di satu perusahaan kertas di Kota Bekasi, Jawa Barat, Surya kini paham manajemen TPS3R.

Dia membeli sampah plastik satu kilogram Rp1.500 kepada pemulung. Setelah dipilah, sampah kirim ke Surabaya dengan harga Rp7.000 per kilogram.

Setiap 40 hari, dia kirim 12 ton ke Surabaya, pendapatan bersih Rp25 juta sekali kirim. Menurut dia, pendapatan itu bisa menopang operasional TPS3R tanpa bantuan pemerintah.

Dia bilang, sampah memiliki nilai ekonomis cukup tinggi kalau dikelola baik.

Meski begitu, Surya menyaksikan sampah Kota Gorontalo makin hari mengalami peningkatan. Biasa, ada sekitar 50 kilogram sehari masuk TPS3R, kini bisa satu ton sehari.

Makin banyak sampah masuk TPS3R, katanya, membuktikan pengelolaan sampah di Kota Gorontalo belum maksimal.

“Walaupun saya bisa mendapatkan pendapatan lebih banyak saat sampah meningkat, tapi tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan akibat sampah.”

Ketika sampah makin banyak, katanya, sangat berbahaya untuk semua. “Bisa mengancam kesehatan. Itu yang harus diwaspadai.”

Pengelolaan sampah, katanya, bukan tanggung jawab pemerintah semata, tetapi seluruh lapisan masyarakat.

 

Sampah di Gorontalo yang sudah dipilah siap didaur ulang. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Baru sebagian terkelola

Data dokumen Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Jakstrada) Kota Gorontalo 2018, menyebutkan, Kota Gorontalo salah satu penyumbang sampah terbesar di Gorontalo. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional menunjukkan, produksi sampah di Kota Gorontalo mencapai 140 ton per hari.

Sayangnya, dari 140 ton per hari itu, hanya 70 ton mampu diangkat Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo ke TPA Regional Talumelito, Gorontalo.

Sisanya, sekitar 70 ton, dibiarkan begitu saja dan tak bisa terkelola baik, akhirnya berisiko berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.

Sumber sampah di Kota Gorontalo itu terdiri dari 37,13% sampah rumah tangga, 24,27% perkantoran, 14,28% dari perniagaan, 14,28% dari pasar, 7,14% dari fasilitas publik, 2,86% dari kawasan, dan 0,04 sampah lain.

Komposisi sampah di Kota Gorontalo terdiri dari 21% sisa makanan, 215% kayu/ranting, 10% sampah kertas/karbon, 35% plastik, 10% logam, 5% kain, 2% karet/kulit, dan 2% kaca.

Pemerintah Kota Gorontalo sudah membuat Peraturan Daerah (Perda) Kota Gorontalo Nomor 12/2017 tentang pengelolaan sampah. Dalam perda itu, khusus di Pasal 3 BAB II jelas menyatakan tujuan pembuatan aturan untuk menjamin pengelolaan sampah berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Aturan itu juga untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan, dan jadikan sampah sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam Jakstrada, hanya 16% sampah dikelola masyarakat dengan dipilih, sisanya, 84% dibiarkan begitu saja. Dari 10 TPS3R di Kota Gorontalo yang jadi tempat pemilahan sampah plastik untuk daur ulang, hanya dua berfungsi. Sisanya, tak terkelola.

“Sejak 2016, TPS3R dibangun bertahap hingga sekarang jadi 10 TPS3R. Dari 10 TPS3R, hanya dua berfungsi, karena tak ada anggaran,” kata Walik Ali, Kepala Bidang Limbah Domestik, DLH Kota Gorontalo kepada Mongabay, akhir Juni lalu.

TPS3R yang aktif beroperasi itu di Kelurahan Pulubala, dan Kelurahan Wongkaditi Timur. TPS3R tak aktif beroperasi di Kelurahan Tapa, Moodu, Dembe I, Donggala, Buladu, Tuladenggi, Leato Selatan, dan Kelurahan Bulotadaa Barat.

Sejumlah TPS3R tak aktif ikut berdampak terhadap pengelolaan sampah TPA Regional Talumelito Gorontalo. Pasalnya, Kota Gorontalo penyumbang sampah terbesar di TPA. Sampah-sampah masih belum terpilah antara sampah organik, dan non organik.

 

Sampah-sampah sudah terpilah di Kota Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Marten Jusuf, Kepala UPTD TPA Regional Talumelito Provinsi Gorontalo mengatakan, kalau pengelolaan sampah di Kota Gorontalo tak dibenahi lebih baik, akan mempengaruhi umur dan kapasitas tempat penampungan sampah di TPA.

Dia contohkan, usia teknis tempat penampungan sampah sampai tujuh tahun, bisa jadi tiga tahun karena sampah dari Kota Gorontalo tidak ada pemilahan.

Setiap bulan, Kota Gorontalo bisa menyumbang sampah rapat-rapat 2.000-2.200 ton ke TPA dengan mengeluarkan anggaran Rp100 juta-Rp125 juta.

Dalam setahun, Kota Gorontalo bisa menyumbang sampah 24,512 ton ke TPA dengan mengeluarkan anggaran sekitar Rp1,3 miliar.

Marten bilang, makin banyak sampah masuk, katanya, akan memperburuk kondisi TPA.

“Kita berharap seluruh TPS3R di Kota Gorontalo bisa aktif agar terjadi pemilahan sampah. Itu juga untuk menjaga kapasitas penampungan sampah agar bisa sesuai perencanaan,” kata Marten.

 

 

Darurat sampah

Moh. Rifaldy Happy, peneliti Department of Ecologiy and Disaster Management, Institute for Humanities and Development Studies (InHIDES) mengatakan, sampah di Kota Gorontalo bisa disebut level darurat.

Produksi sampah 140 ton setiap hari dengan sekitar 70 ton terangkut, dapat jadi barometer kuat soal kota darurat sampah.

Rifaldy membayangkan, kalau kondisi sampah di Kota Gorontalo tetap seperti itu, dalam satu tahun ada 25,550 ton sampah tak terkelola. Kondisi itu, katanya, bisa membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Rifaldy bilang, timbunan sampah organik terus menerus akan menghasilkan gas metan yang bisa meningkatkan emisi rumah kaca dan memberikan kontribusi pada tingginya pemanasan global.Ssampah anorganik juga memerlukan waktu lama untuk terurai hingga berpotensi pada pencemaran air dan tanah.

Pengelolaan sampah perlu menitik beratkan pada penanganan dan pengurangan. Penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Sedangkan pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan daur ulang.

“Namun, itu masih belum sepenuhnya dilaksanakan Pemerintah Kota Gorontalo. Bahkan, coba kita lihat saja setiap kegiatan pemerintah masih gunakan peralatan sekali pakai,” katanya kepada Mongabay.

Penanganan sampah, katanya, harus komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir. Harusnya, pemerintah juga memperhatikan hal-hal kecil yang dapat memicu timbunan sampah. Satu contoh, larangan penggunaan kemasan atau wadah plastik sekali pakai di lingkungan pegawai negeri.

“Saya berharap ada peraturan Wali Kota Gorontalo misal, ASN gunakan tumbler agar bisa menggantikan minuman kemasan plastik sekali pakai.”

 

Surya Cono, Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Selayar sejak 2020, memanfaatkan Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) yang tak dikelola di Kota Gorontalo. Sampah-sampah dipilah, kemudian . Foto: Sarjan lahay/ Mongabay Indonesia

 

Dia juga mendorong ada peraturan petunjuk teknis dari Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur rinci penerapan sanksi, insentif dan disinsentif.

Rifaldy  meminta Pemerintah Kota Gorontalo membentuk fasilitator dan kader lingkungan di setiap kelurahan, dan harus melibatkan organisasi kemasyarakatan, pegiat lingkungan, dan tokoh masyarakat.

Andris Amir, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Gorontalo tak menepis masalah pengelolaan sampah di Kota Gorontalo. Dia bilang, infrastruktur dan anggaran minim jadi salah satu faktor utama sampah belum teratasi dengan baik.

Andris bilang, sudah membuat skenario menangani masalah sampah. Pertama, perlu ada peningkatan petugas sampah. Manajerial dan operasional pengelolaan sampah juga harus ditingkatkan.

Data DLH Kota Gorontalo menunjukkan, petugas pengolah sampah ada 314 orang, 30 sopir mobil, 22 sopir getor, 100 pengangkut sampah ke mobil, 22 pengangkut getor, dan 16 petugas saluran. Ada juga petugas pemangkas bahu jalan, penyapu, pembawa gerobak, petugas kebersihan landasan, pengawas, petugas check point dan petugas kebersihan sentral.

Untuk mendorong pengelolaan sampah, katanya, perlu ada peningktan upah bagi petugas pengelola sampah.

Kedua, harus ada peningkatan anggaran mendorong pengelolaan sampah. Ketiga, perlu ada perhatian para pihak dalam merespon permasalah sampah.

Tanggung jawab pengelolaan sampah, katanya, tak hanya tugas pemerintah, juga masyarakat.

Ryan Kono, Wakil Wali Kota Gorontalo, mengatakan perlu langkah-langkah strategis menangani persoalan sampah.

Dia sedang melakukan pengawasan internal dengan langsung kepada petugas pengelolaan sampah di lapangan. Dia menemukan ada masalah kesejahteraan yang belum sepenuhnya.

 

 

 

*******

Exit mobile version