- Sampai kini, industri pariwisata Bali belum pulih karena dampak pandemi. Selama itu usaha pengolahan hasil pertanian makin digemari.
- Di sisi lain, jumlah petani dan lahan pertanian di Bali terus berkurang. Sedangkan kebutuhan pangan makin meningkat.
- Sejumlah wirausaha olahan pangan lokal di Bali menunjukkan inovasi dan kreasinya.
- Salah satu jenis komoditas yang makin banyak dibudidayakan adalah talas jenis togog. Usia tanam lebih panjang namun kandungan nutrisi dinilai lebih tinggi.
Selama pandemi Covid-19, industri pariwisata di Bali ambruk. Bahkan belum pulih sampai kini. Sementara usaha pertanian mulai diminati. Jumlah petani di Bali menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 hanya sekitar 477 ribu atau sekitar 10% dari penduduknya. Bagaimana mempertahankan lahan pertanian yang menjadi panorama wisata ini?
Sejumlah pelaku wirausaha mencoba mengolah produk pertanian menjadi lebih trendi dan berkualitas. Hal ini nampak dalam pameran unit usaha kecil dalam Pesta Kesenian Bali 2022 yang berakhir 10 Juli lalu di Art Center, Denpasar.
Mie Talas Togog Bali dan sereal adalah olahan ubi talas jenis togog yang baru bisa dipanen setelah usia 8 bulan, lebih lama dari talas biasa. Talas ini hanya bisa ditanam di daerah tropis, diyakini memiliki nutrisi lebih baik, namun kalah populer dengan kentang dan ubi.
Dalan seporsi talas atau 150 gram yang sudah dimasak, kandungan kalorinya 100-200 gram, 4 gram protein, 15-170 miligram kalsium, 450-600 miligram kalium, magnesium, dan fosfor. Talas ini juga mengandung antioksidan, vitamin A, B, C, dan zat besi.
baca : Memilih Bisnis Ekologis Saat Rehat Pandemi
Talas Togog Bali Kuning makin banyak dibudidayakan di Singaraja. Inilah yang digunakan untuk olahan sereal dan mie instan. Sereal berbentuk tepung dan dikemas sachet, dimakan dengan cara diisi air panas. Dalam kertas informasinya, keladi togog diyakini sebagai pangan karbohidrat alternatif untuk pengidap diabetes dan tekanan darah tinggi karena mengandung kalium cukup tinggi.
Talas togog ini terlihat berukuran lengan orang dewasa. Dalam bahasa Bali, talas disebut keladi. Talas jenis ini terlihat makin dinilai istimewa. Ada sejumlah kebun percontohan yang menjual bibit talas ini dengan aneka variannya. Misalnya talas togog kuning dan ungu. “Semua olahan ini bisa dinikmati di warung saya, sereal, mie goreng, dan makanan sehat lain,” kata Ni Made Sukerthi, menyebut warungnya di Jalan Gatsu Barat 421, Denpasar.
Di Bali, tanaman talas digunakan seluruh bagiannya. Umbi untuk bahan pangan, sementara daun dan batang talas kerap jadi pakan ternak. Daun talas malah pernah jadi tanaman gaya hidup sebagai tanaman hias karena euforia di media sosial. Daunnya lebar dan dahannya bisa lebih tinggi dari manusia.
Di sudut lain ada I Made Suadnyana mengolah kopi robusta dari Kabupaten Buleleng jadi olahan kopi bubuk dengan variasi jahe merah dan rempah lainnya. Ia juga membuat kemasan ala kedai kopi dalam bentuk coffee drip. “Tidak perlu alat penggiling dan mesin kopi, langsung seduh dari kantong kopinya,” ia meyakinkan.
Menariknya, Suadnyana mengolah kopi di kampungnya, Jasri, Kabupaten Karangasem. Daerah pesisir yang tidak memiliki kebun kopi. Namun dikenal sebagai daerah lokasi sejumlah pabrik produk pertanian seperti cokelat dan kosmetik. Karena itu ia menamakan olahan kopinya sebagai Kopi Sari Jasri.
baca juga : Geliat Petani Muda Bali di Tengah Pandemi : Cara Baru Bertani [Bagian 3]
Di sudut lain ada olahan gula nira menjadi gula semut bermerk Ambhu Bali buatan Komang Arnawa dari Desa Amertha Buana, Kabupaten Karangasem. Gula semut diolah dari cairan nira, bisa nira kelapa atau lontar. Dipanaskan sampai bergerindil dan kering. Untuk memudahkan penggunaan dan penakaran, bentuknya menjadi seperti gula pasir namun lebih halus.
Gula semut disebut mengandung thiamin, riboflamin, kalsium, dan niacin. Manfaatnya mencegah anemia, sembelit, lebih aman untuk pengidap diabetes dan kolesterol.
Sedangkan Mastra, petani pemilik Agro Abian Salak menawarkan wisata petik buah, restoran, kedai kopi, dan trekking di Banjar Karanganyar, Sibetan, Kabupaten Karangasem. Kebun salak di Kabupaten Karangasem ini mengolah semua bagian dari salak menjadi bisa dikonsumsi.
Untuk meningkatkan nilai tambah, ia menyajikan olahan batu salak jadi kopi, teh, kurma, madu, dan cuka. Sejumlah petani memiliki kebun agro wisata salak di kebunnya. Biasanya kebun dekat rumah mereka. Desa ini menanam sekitar 15 jenis salak, dominan varietas lokal Bali.
Salak gula pasir makin banyak dibudidayakan karena dagingnya putih, rasanya paling manis, termasuk buah yang masih kecil. Ada juga salak nenas, permukaan kulitnya sama tapi setelah dipetik dan dibuka ada aroma nenas.
baca juga : Ketika Hotel ubah Taman Hias jadi Kebun Mandiri Pangan
Kemudian ada jenis salak putih. Jenis ini lebih mudah diidentifikasi, terlihat di permukaan kulit luarnya lebih cerah kekuningan.
Ada juga salak kelapa yang bisa dicek dari permukaan pelepahnya tidak banyak berduri seperti salak lainnya. Salak beringin, pohonnya tidak bisa tinggi, ukurannya kurang dari setengah pohon salak lainnya.
Sementara itu salak merah (getih) bisa diketahui dari daging buahnya yang berwarna kemerahan. Jenis lain adalah salak beringin, salak boni, nangka, gondok, cengkeh, injin, dan beberapa jenis yang belum bisa dipastikan varietas berbeda karena perlu penelitian lebih lanjut.
Untuk memudahkan, belasan jenis salak ini dibedakan dari aroma dan rasa, daging buahnya, kulit buahnya, dan fisik pohon. Dari segi aroma yakni salak nenas, nangka, gondok (beraroma bunga gondok), dan salak cengkeh.
Sedangkan menurut tekstur dan warna dagingnya, ada salak merah, boni, dan injin (porong). Dari bentuk pohonnya adalah salak beringin yang lebih pendek dan salak muani (laki-laki) yang tak bisa berbuah.
baca juga : Menikmati 15 Jenis Salak di Desa Sibetan
Selain olahan pangan, beberapa stan menunjukkan olahan tanaman herbal menjadi ragam produk kesehatan. Mulai dari minyak, balsem, dan bubuk rempah.
Misalnya Jungkumis Usadha Bali menyajikan olahan bubuk jahe merah, kunyit putih, pegagan, binahong, dan temulawak. Kunyit putih disebut bisa mencegah maag, membantu penyembuhan masuk angin, dan antioksidan alami. Sementara pegagan mampu melancarkan peredaran darah, meningkatkan daya ingat, dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Data nasional BPS menunjukkan rumah tangga usaha pertanian berkurang lebih dari 84 ribu dari 2003 ke 2013 atau berkurang sekitar 17%. Jumlah ini terus menurun hingga kini. Subsektor yang berkurang terbanyak adalah jasa pertanian yakni minus 76%, diikuti palawija minus 35%, dan perikanan tangkap minus 31%.
Sementara produksi tanaman pangan menunjukkan peningkatan saat pandemi Covid-19 mulai diumumkan. Produksi tanaman pangan jenis padi menurun dari 2013 sebanyak 880 ribu ton menjadi 852 ribu ton (2020). Jagung dari 57 ribu sempat menurun menjadi 40 ribu (2015) kemudian mningkat jadi 94 ribu (2020).
Kacang tanah dari 11 ribu menjadi 7 ribu (2015) lalu bertambah jadi 17 ribu (2020), kacang hijau dari 1000 jadi 516 (2015) lalu meningkat 1500 (2020). Berikutnya ubi kayu menurun dari hampir 157 ribu menjadi 86 ribu (2015) lalu meningkat jadi 204 ribu ton (2020). Demikian juga ubi jalar dari 60 ribu menjadi 36 ribu (2015) dan bertambah jadi 52 ribu ton (2020).