Mongabay.co.id

Wabah Cacar Monyet, Indonesia Harus Tingkatkan Kewaspadaan

 

 

 

 

Wabah cacar monyet (monkeypox outbreak) yang endemik di Afrika Tengah dan Barat mulai menyebar ke berbagai negara sejak beberapa bulan lalu. Penyakit zoonosis ini diduga sudah meluas ke negara-negara Eropa seperti Inggris, Spanyol, Amerika Utara, bahkan sudah sampai Singapura. Indonesia, perlu meningkatkan kewaspadaan.

World Health Organization (WHO) menyebutkan ini pertama kali kasus dan klaster cacar monyet dilaporkan secara bersamaan di negara-negara non endemik dan endemik di wilayah geografis yang sangat berbeda. Penyakit ini disebut cacar monyet karena pertama kali diidentifikasi pada koloni monyet yang dipelihara untuk penelitian pada 1958. Penyakit ini kemudian terdeteksi pada manusia pada 1970.

Sejak 1970, data WHO menyatakan, kasus cacar monyet dilaporkan pada manusia di 11 negara Afrika – Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, Sierra Leone dan Sudan Selatan.

Di Asia, kasus ini sudah masuk di Korea Selatan dan Singapura. Kasus di Singapura ini menjadi perhatian, karena berbatasan langsung dan cukup dekat dengan Indonesia terutama, di Kepulauan Riau (Kepri) khusus Kota Batam.

 

Waspada monkeypox

Keluar masuk orang di Pelabuhan Internasional Batam Center Kota Batam, Kepri, awal Juni 2022, mulai ramai. Kebanyakan turis datang dari Singapura maupun Malaysia. Tujuan mereka juga berbeda-beda, ada yang ingin liburan di Batam, ada juga yang melanjutkan perjalanan ke daerah lain.

Amin, misal, dari Singapura menuju Batam akan lanjut ke Jakarta untuk berlibur. “I go to Jakarta from Singapore,” katanya kepada Mongabay belum lama ini di Pelabuhan Internasional Batam Center. Amin tidak datang sendirian namun bersama dua temannya.

Beberapa bulan belakangan jalur transportasi Singapura –Batam makin dibuka lebar. Semua pelabuhan sudah kembali beroperasi pasca pandemi. Diperkirakan ribuan turis masuk setiap harinya ke Kota Batam.

Di tengah kondisi itu, jalur perbatasan menjadi perhatian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait wabah cacar monyet di beberapa negara, bahkan masuk di Singapura.

Kemenkes mengeluarkan surat edaran untuk setiap jalur perbatasan agar melakukan pengawasan ketat sejak dini.Imbauan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/2752/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penyakit Cacar Monyet atau Monkeypox di negara non endemik. SE ini diteken Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, 26 Mei lalu.

Kemenkes meminta pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), Kantor Kesehatan Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan meningkatkan kewaspadaan dini penemuan kasus monkeypox di beberapa negara non endemis, termasuk Indonesia.

Romer Simanungkalit, Kepala Bidang Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Batam, mengatakan, sudah menerima surat edaran itu. Melalui surat edaran itu petugas KKP meningkatkan kewaspadaan terhadap masuknya penyakit cacar monyet.

“Kita sudah melakukan kewaspadaan dini terhadap wabah cacar monyet ini, apalagi setelah penyakit itu masuk Singapura,” katanya saat dihubungi Mongabay Juni lalu.

 

Cacar monyet, penyakit zoonosis yang endemik di Afrika Barat dan Tengah ini mulai menyebar ke negara lain, termasuk Singapura. Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan. Foto: WHO

 

Kewaspadaan itu, katanya, seperti menyediakan alat pendeteksi suhu tubuh di beberapa pelabuhan di Kota Batam. Termasuk di jalur pintu masuk dan keluar ke Batam. “Sebenarnya kewaspadaan ini sudah sama dengan yang kita terapkan ketika pandemik COVID-19 lalu,” katanya.

Setidaknya ada puluhan alat pengecek suhu tubuh di beberapa pelabuhan, mulai dari berukuran besar dan thermos gun kecil. Sebagian alat juga jadi cadangan ketika ada yang rusak. “Jika ada terdeteksi memiliki suhu di atas normal, kita akan cek lagi ciri-ciri lain, seperti apakah ada ruam cacar atau tidak,” katanya.

Setelah itu, kata Romer, ketika memiliki beberapa ciri-ciri penyakit cacar monyet, pelaku perjalanan itu akan masuk isolasi ke rumah sakit yang sudah ditentukan Dinas Kesehatan Kota Batam.

“Meskipun kita bukan negara endemik, kita tetap waspada secara dini,” katanya.

Didi Kusmardjadi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam mengatakan, sudah mempersiapkan dua rumah sakit isolasi antisipasi cacar monyet. Ruang isolasi hampir sama dengan pasien COVID-19. “Kita sudah standby-kan rumah sakit embung Fatimah dan Rumah Sakit BP Batam,” katanya, Juni lalu.

Didi mengatakan, pasien suspek cacar monyet sulit dideteksi, tetapi penyakit ini tidak mudah menular. “Tidak mudah menular seperti COVID-19, kontak langsung baru bisa menularkan.”

Menjaga kebersihan tangan dan menggunakan masker masih menjadi cara untuk mengantisipasi penularan. “Tidak perlu takut, hindari bepergian ke daerah endemik seperti Afrika,” kata Didi.

Senada dengan Romer, kata Didi, sampai saat ini belum ada pelaku perjalanan atau masyarakat lokal Batam yang terinfeksi penyakit cacar monyet. “Singapura ada yang terdeteksi karena memang arus transportasi kedatangan lebih tinggi dari Batam, bahkan dari Jakarta.”

 

Daerah konflik monyet rawan?

Kota Batam merupakan satu daerah yang memiliki konflik monyet ekor panjang dengan manusia. Beberapa kasus belakangan terjadi. Bahkan tidak jarang monyet masuk ke pemukiman yang berpotensi menggigit manusia.

Konflik itu tidak lain karena hutan rusak. Kondisi itu perlu waspada ketika cacar monyet terus merambah ke daerah non endemik. Karena zoonosis, virus ini bisa saling menularkan, dari manusia ke monyet maupun dari monyet ke manusia.

Didi bilang, konflik monyet dan manusia di Batam tak akan berdampak kepada penularan cacar monyet. Pasalnya, kata Didi, monyet lokal tidak akan mungkin membawa virus itu. “Virus cacar monyet ini tidak mungkin terbang kepada monyet-monyet lokal,” katanya.

 

Monyet di Kota Batam, banyak ke pemukiman karena hutan sebagai rumah mereka terus tergerus untuk ‘pembangunan’. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

Kalau memang ada warga terkena gigitan monyet, katanya, bawa ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan dan obat tetanus. “Yang perlu dihindari juga mengkonsumsi daging-daging aneh, salah satunya daging monyet.”

Berbeda dengan yang disampaikan Dokter Hewan Pusat Rehabilitasi Primata Jawa TAF-IP, Ida Masnur. Menurut dokter hewan ini, tidak bisa dipastikan monyet ekor panjang lokal hidup di hutan bebas dari segala penyakit. “Bisa jadi ada peluang monyet liar itu membawa penyakit cacar monyet, karena monyet liar tidak ada yang memantau kesehatannya,  apakah monyet itu salah satu carrier menulari ke tempat lain, kita tidak tau,” katanya.

Tidak hanya cacar monyet, kata Ida, monyet ekor panjang juga berpotensi menularkan berbagai penyakit. Bahkan penyakit yang memiliki dampak cukup fatal seperti monkey B atau herpes B. “Penyakit ini cukup fatal jika pindah ke manusia, biasa langsung menyerang ke otak.”

Penyakit ini rentan pindah ke manusia ketika konflik manusia dan monyet terjadi di suatu daerah. Apalagi pada penyakit herpes B ini monyet yang menderita tidak kelihatan sakit. “Pindahnya ke manusia banyak melalui gigitan dan percikan dari liur, dampaknya kita akan demam, kehilangan keseimbangan. Seperti gejala saraf,” kata Ida.

Makanya, konflik monyet dan manusia harus ada solusi. Salah satunya, penilaian pembangunan agar tak merusak kehidupan habitat lain. Salah satu konflik monyet dan manusia terjadi, kata Ida, karena hutan tempat tinggal mereka tergerus oleh pembangunan. “Sekarang banyak dari pembangunan, tidak melakukan assesment dampak pada keragaman hayati.”

 

 

Virus cacar monyet yang endemik di Afrika Barat dan Tengah, mulai menyebar. Indonesia harus waspada. Foto: WHO

Tak hanya itu, memelihara primata atau monyet harus dihentikan, apalagi secara aturan menyalahi. Pasalnya, hal itu berpotensi menjadi tempat penularan penyakit yang dibawa oleh monyet.

Ida juga menyinggung soal penularan cacar monyet, yang sama seperti cacar biasa. Potensi penularan bahkan lebih banyak ketika penyakit masuk dalam masa penyembuhan. “Jadi pengecekan suhu tubuh sangat sulit mendeteksi penyakit ini, karena penularan ketika masa sembuh melalui ruam-ruam yang sudah kering. Menurut saya orang Asia imunnya kuat, agak sulit menular.”

 

Pos lintas batas di pelabuhan Internasional Kota Batam, kepri. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

*******

 

Exit mobile version