Mongabay.co.id

Tarif TN Komodo Mahal, Jokowi : Perlu Keseimbangan Antara Konservasi dan Pariwisata

 

Pemerintah tetap menaikan tarif tiket masuk ke Kawasan Taman Taman Nasional Komodo (TN Komodo), Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT menjadi Rp3,75 juta per orang.

Hal ini pun menjadi perhatian Presiden Jokowi saat berkunjung ke Pulau Rinca di Kawasan TN Komodo, Kamis (21/7/2022). Jokowi menyebutkan pemerintah ingin agar adanya keseimbangan antara konservasi dan pariwisata di kawasan Taman Nasional Komodo.

“Jadi kita ingin konservasi, tetapi kita juga ingin ekonomi lewat wisatawan. Ini harus seimbang,” sebutnya seperti dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Jokowi katakan, sudah disepakati yang konservasi itu berada di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Sementara untuk wisatawan ada di Pulau Rinca.

Ia menambahkan, Labuan Bajo beruntung sebab komodo bukan hanya ada di satu pulau saja tapi di tiga pulau.

“Komodo di Pulau Rinca dan di Pulau Komodo itu komodonya sama. Wajahnya juga sama. Kalau mau lihat Komodo, silahkan ke Rinca. Mengenai bayarnya, tetap,” ujarnya.

Tetapi sebut Jokowi, bila ingin melihat komodo di Pulau Komodo pun tidak apa-apa, dipersilahkan. Tetapi tarifnya berbeda.

Lanjutnya, sebenarnya ini simpel saja tapi jangan dibawa kemana-mana. Menurutnya, suara-suara pegiat lingkungan dan konservasi juga harus dihargai.

baca : Setuju Pembatasan Pengunjung ke TN Komodo, Pelaku Wisata Minta Biaya Kunjungan Dikaji Ulang

 

Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Joko Widodo menaiki kapal pinisi dalam perjalanan menuju Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT, Kamis (21/07/2022). Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev/Setkab.go.id

 

Menolak Kenaikan Tarif

Warga yang sejak dahulu kala menetap di Pulau Komodo, menolak keras wacana Pemerintah Provinsi NTT dan Balai Taman Nasional Komodo menaikkan harga tiket masuk menjadi Rp3,7 juta yang mulai diterapkan 1 Agustus 2022.

Dikutip dari Kompas.com, warga pun menggelar aksi di halaman kantor Balai TN Komodo, Senin (18/7/2022).

Iksan, warga Pulau Komodo menyebutkan, sebelum Balai TN Komodo mengelola kawasan wisata khusus itu, masyarakat lokal sudah menjaga wilayah itu sejak dahulu kala.

Ia tegaskan, warga Desa Komodo mengutuk keras wacana kenaikan harga tiket masuk yang hanya bisa dijangkau oleh masyarakat menengah ke atas.

“Kami mengutuk keras Pemprov NTT yang menyatakan terjadi penurunan nilai jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Padar, sehingga harus membatasi pengunjung menjadi 200 ribu per tahunnya,” ucapnya.

Iksan beralasan, kebijakan tersebut sangat merugikan ekonomi masyarakat yang tinggal di Pulau Komodo yang notabene 90 persen merupakan pelaku pariwisata,

Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi NTT Agust Bataona kepada Mongabay Indonesia mengatakan, pihaknya menolak secara tegas pemberlakuan tiket masuk ke TN Komodo sebesar Rp3,75 juta per orang selama periode setahun.

Alasannya kebanyakan wisatawan hanya datang berkunjung sekali selama hidupnya. Sangat tidak mungkin seseorang atau sekelompok wisatawan berkunjung kembali dalam tahun yang sama.

“Sangat mungkin bila seseorang atau sekelompok orang itu adalah para peneliti, penulis, pembuat film dokumenter, dapat kembali lagi dalam kurun waktu satu tahun yang sama,” terangnya.

baca juga : UNESCO Minta Setop Proyek Wisata di TN Komodo, Respon Pemerintah?

 

Komodo berjemur di puncak bukit Loh Buaya di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Foto : BTN Komodo

 

Agust menilai kenaikan harga tiket masuk ke kawasan konservasi TN Komodo sangat fantastis dan tidak realistis. Dianggap tidak wajar, apalagi harga tiket tersebut dalam sistem membership.

Lanjutnya, para pelaku pariwisata dan para calon wisatawan sedang dikacaukan dengan pemberlakuan harga tiket masuk tersebut. Secara pasti, akan banyak yang membatalkan kedatangan dan calon wisatawan akan meminta dikembalikan deposit pembayarannya.

Meski begitu, HPI NTT setuju penerapan kuota pengunjung karena ini penting untuk mengurangi dampak negatif kegiatan wisata alam terhadap kelestarian populasi biawak komodo dan satwa lainnya (carrying capacity).

“Kami mendukung penerapan kebijakan kuota pengunjung dengan sistem digitalisasi manajemen pengunjung (online booking/E-ticketing),” ungkapnya.

HPI meminta pemerintah mengkaji ulang hingga memperoleh angka yang realistis dan reasonable sehingga bisa naik sedikit, jangan sampai drastis dan sangat mahal.

Agus minta meminta agar dalam proses kaji ulang, para pelaku pariwisata mesti dilibatkan.

“Pemberlakuannya harus dibedakan antara harga tiket buat wisatawan domestik dan wisatawan asing. Sistem pembayarannya berlaku hanya untuk satu hari kunjungan, bukan setahun,” tuturnya.

baca juga : Pemerintah Diminta Tanggapi Serius Putusan UNESCO. Apa Persoalan di TN Komodo?

 

Panorama tiga selat dari Pulau Padar di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Foto : STPN III Pulau Padar

 

Taman Nasional Komodo dalam siaran persnya menjelaskan bahwa  biaya sebesar Rp3,750 juta tersebut bukanlah harga tiket tetapi biaya kontribusi untuk konservasi.

Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo, Carolina Noge menyebutkan biaya tersebut merupakan kontribusi untuk program konservasi di Pulau Komodo, Pulau Padar dan kawasan perairan sekitarnya.

Carolina tegaskan, biaya tersebut bukan sekadar harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo saja. Penetapan biaya ini sudah disesuaikan untuk konservasi, manajemen kunjungan, pengelolaan sampah, pemulihan terumbu karang yang rusak, pemberdayaan masyarakat lokal, optimalisasi pengawasan terkait perburuan liar, pemancingan ilegal, penggunaan pukat harimau dan overfishing serta masih banyak lagi.

 

Konservasi Harus Premium

Deputi WALHI NTT Yuvensius Stefanus Nonga mempertanyakan mahaknya tiket masuk ke TN Komodo saat ditanyai Mongabay Indonesia.

Menurut Yuven, mahalnya tiket masuk itu untuk kepentingan siapa. Kepentingan investor yang ada di dalam kawasan, pemerintah atau konservasi? Bagaimana tentang masyarakat lokal yang menetap di pulau-pulau di dalam kawasan TN Komodo.

“Mahalnya harga tiket masuk ini untuk kepentingan siapa? Jangan sampai kebijakan ini membuat masyarakat lokal yang tinggal di Pulau Komodo kehilangan pendapatan,” ucapnya.

Yuven tegaskan, pemerintah jangan hanya tegas membenahi di hilir saja tetapi juga di hulunya. Ia meminta pemerintah juga harus tegas soal pembatasan terhadap investasi di dalam kawasan TN Komodo.

menarik dibaca : Perairan TN Komodo, Rumah Bagi Pari Manta Karang yang Rentan Punah

 

Panorama gugusan pulau yang indah di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi menyebutkan, dalam melakukan konservasi di TN Komodo, komponen cagar biosfer perlu menjadi pertimbangan.

Umbu Wulang tekankan, tentunya dengan mempertimbangkan elemen-elemen konservasi berbasis kearifan lokal.

Ia menjelaskan, ada tiga komponen cagar biosfer yang harus dipertimbangkan yakni perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, peningkatan kesejahteraan masyarakat berdasarkan ekonomi ramah lingkungan dan pemulihan kebudayaan setempat.

“Pemerintah harus mempertimbangkan elemen-elemen konservasi yang berbasis kearifan lokal masyarakat setempat dan berbasis sains,” pesannya.

Umbu menegaskan masyarakat lokal yang telah lama hidup berdampingan dengan komodo juga harus dilibatkan.

Lanjutnya, guna mengadaptasi dampak perubahan iklim perlu diambil langkah-langkah guna menjaga ruang hidup dan ekosistim komodo. “Jangan hanya pariwisatanya saja yang premium tapi konservasinya juga harus premium,” pintanya.

Sementara Agus juga mengharapkan agar adanya pembatasan kapal pesiar yang hilir mudik bahkan melego jangkar di kawasan perairan wilayah TN Komodo.

Agus menyebutkan, ketika melego jangkar maka akan merusak terumbu karang di perairan tersbeut. Ia minta agar mooring buoy atau alat tambat labuh untuk kapal dipasang di titik-titik yang telah ditentukan.

Senada, Yuven mengatakan banyaknya kapal pesiar di dalam perairan TNK juga perlu diatur. Sisa emisi yang dihasilkan akan berpengaruh terhadap habitat laut.

Lanjutnya, ketika melakukan tambat perahu, jangkar kapal berdampak terhadap terumbu karang. Harus ada standar khusus sehingga tidak merusak biota laut.

 

Kapal pesiar yang hilir mudik di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Dalam panduan praktis pemasangan mooring buoy yang diterbitkan WWF Indonesia dijelaskan, Luasan Terumbu karang Indonesia mencapai 75.000 km2 yaitu sekitar 12-15% dari luasan terumbu karang dunia.

Dalam 50 tahun terakhir ini terumbu karang Indonesia mengalami degradasi tajam dan menunjukkan hanya 30% terumbu karang di Indonesia dalam kondisi baik, 37% dalam kondisi sedang dan sisanya 33% rusak parah.

Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh faktor alam dan aktivitas manusia yang selanjutnya memberikan dampak langsung hilangnya terumbu karang serta terputusnya mata rantai ekosistem secara bertahap dan pada akhirnya berdampak pada manusia.

Pada wilayah yang memiliki intensitas aktivitas tinggi, peluang kerusakan terumbu karang menjadi jauh lebih besar dibanding sebuah wilayah dengan intensitas aktivitas kecil.

Mooring buoy, yang terlihat praktis, telah menjadi salah satu alat bantu untuk mengurangi kerusakan terumbu karang di perairan Indonesia.

 

 

Exit mobile version