Mongabay.co.id

Mengenang Aziil Anwar, Pengubah Karang Tandus Majene jadi Hutan Mangrove

 

 

 

 

 

Berkelok, mendaki, turun naik ketika melewati jalan penghubung Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat. Jurang dan tebing terjal. Belasan tahun silam, sebuah mobil Feroza melesat di jalan itu, menuju pusat Kabupaten Mamuju, membawa Aziil Anwar.

Hairil Arham, sahabat Aziil, yang membawa mobil kala itu. Hari itu, Aziil akan berbicara di hadapan ratusan para penyuluh kehutanan di Mamuju.

Aziil adalah pendiri Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa (YPMMD), sebuah organisasi non-pemerintah yang berfokus pada pelestarian hutan. Berbasis di Baluno, sebuah kampung pesisir indah, di Sendana, di Kabupaten Majene.

Di sebuah jalan pendakian berkelok, Hairil memasukkan persenelan tiga, tepat saat menyalip sebuah trek kontainer. Mobil itu tersendat, ingin mundur. Hairil kelabakan, ketika sebuah mobil juga melesat dari arah depan. Beruntung, tak ada yang celaka.

Aih!  Saya pikir gigi dua masuk,” kata Hairil kepada Aziil, tertawa kecut.

Hei, Ril!,” bentak Aziil. “Ini sudah bukan persoalan gigi dua. Gigi kita semua ini hampir hilang!”

Aziil selalu punya cara mengutarakan sesuatu dengan penuh jenaka, sekalipun di ambang maut. Aziil terlahir sebagai seorang jenaka.

“Kejadian itu yang tidak akan saya lupa dari Aziil,” kata Hairil mengenang Aziil kepada saya baru-baru ini.

“Saya betul-betul  sangat kehilangan, atas meninggalnya Aziil.”

Aziil Anwar, meninggal dunia 6 Mei 2022, di Rumah Sakit Umum Daerah Majene, pada usia 64 tahun. Malam itu kali kedua Aziil masuk rumah sakit.

 

Baca juga: Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Hutan Mangrove Majene

Pulau Baluno, pulau batu karang itu kini jadi hutan mangrove. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia

 

Sejak 2014, pria kelahiran 1958 ini terdiagnosa menderita diabetes melitus (DM), penyakit yang membuat Indonesia berada di posisi kelima penderita terbanyak di dunia. Penyakit itu pertama kali diketahui keluarga, ketika luka pada betis Aziil tak kunjung mengering—sebuah gejala umum yang dialami penderita diabetes.

Pada hari ketika Aziil meninggal, kaki kanan Aziil robek terkena karang. Saat di rumah sakit, hasil pemeriksaan menyatakan kadar gula darah di tubuh Aziil mencapai 540 miligram/desiliter (kadar gula darah normal adalah 70-130 miligram/desiliter). Luka sulit sembuh.

Aziil tinggal bersama anak cucunya di sebuah rumah kayu di tepi hutan mangrove Baluno. Sebuah kawasan hutan mangrove seluas 100-an hektar hasil jeripayah Aziil, Hairil, dan kawan-kawan di Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa (YPMMD).

Hutan itu banyak tumbuh jenis Rhizophora. Pohon menjulang tinggi dan membentuk hamparan kanopi yang tebal. Ia jadi tempat istirahat ribuan burung, termasuk jenis migran dan kelelawar. Di sela akar yang belukar, ikan-ikan berenang-renang ke sana ke mari. Hutan itu bagai oase di Majene.

Dahulu, hutan itu hanyalah sebuah pulau kecil berkarang dengan bangkai karang berserakan dan menimbun seluruh pantai. Hanya beberapa mangrove tumbuh alami. Pulau itu tak punya kegunaan bagi warga, selain tempat kuburan yang dikeramatkan. Pulau itu hanya berjarak 20 meter dari bibir pantai.

Tahun 1990, Aziil tiba di desa ini sebagai orang asing. Dia mutasi dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan oleh Dinas Kehutanan, karena menolak instruksi atasan yang berbau korupsi. Sebelum menjadi bagian Sulawesi Barat, Majene dianggap tempat ‘pembuangan’ bagi pegawai negeri macam Aziil.

Aziil memulai karir kedinasan sebagai penyuluh kehutanan, sejak 1983—setelah memutuskan meninggalkan Ternate, tanah kelahirannya. Aziil sangat jarang dijumpai sedang mengenakan pakaian dinas. Dia senang aktivitas lapangan dan bergaul dengan yang lebih muda dari usianya.

Di Baluno, Aziil menghabiskan waktu sore dengan bermain voli bersama pemuda setempat, tak jauh dari pulau itu.

 

Baca juga: Azill Anwar, Penanam Mangrove di Batu Karang

Petang di tempat pembibitan MLC. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia

 

Ketika pertama kali melihat pulau itu, Aziil tercengang, mendapati mangrove tumbuh di paparan karang. Berhari-hari, Aziil terus bertanya-tanya. “Kenapa bisa tumbuh begitu saja di situ?” Aziil cerita pada saya pada pertengahan 2020.

Aziil merasa, dia juga bisa menumbuhkan mangrove serupa, di tempat serupa. Beberapa hari kemudian, Aziil mengajak pemuda setempat, mengumpul propagul mangrove yang terbawa arus laut di Pantai Baluno.

Penanaman pun dimulai secara swadaya. Awalnya, tumbuh hanya sepertiga, sebagian mati karena dimakan kambing, ternak warga. Sebagian mati begitu saja. Sebagian tersapu ombak.

Apa yang dilakukan Aziil tampak mustahil karena menanam mangrove di karang. Apalagi jenis Rhizophora, yang lebih adaptif pada tanah berlumpur dan berpasir.

Aziil selalu punya cara yang tak pernah terlintas di pikiran orang lain. “Spontanitas Aziil itulah yang tidak akan saya lupa,” kata Hairil.

Cara penanaman pun diubah. Kelompok Aziil melubangi batu karang dengan hantaman linggis. Kemudian mengisi dengan tanah. Aziil menyebut ini sebagai activator, sebelum menancapkan propagul mangrove.

Cara itu berhasil. Aziil tahu, menanam mangrove tidak sekadar menanam. Perlu keuletan dan nafas panjang. Menanam mangrove berarti benar-benar merawat.

Ketika usia mangrove beranjak dua tahun, dia rawan mati karena gerogotan tiram. Di masa pertumbuhan itu, Aziil bersama kelompoknya harus mencabut tiram secara berkala dan menghalau kawanan kambing.

Serangkaian tahap itupun menjadi pakem, sejak itu hingga menjadi perhatian banyak peneliti. Sejak itu, Aziil tak lagi sekadar pegawai negeri. Dia menjadi pria yang berhasil menumbuhkan mangrove di atas karang. Saban tahun, kelompok Aziil berhasil menumbuhkan ratusan mangrove, hingga membentuk ekosistem pantai nan memukau. Akhirnya, di atas pulau mati itupun, sesuatu benar-benar hidup dan tumbuh hingga hari ini.

Pemerintah Indonesia mendapuk Aziil dengan penghargaan Kalpataru, pada 2003. Tahun 2015, Yayasan Keanekaragaman Hayati juga memberi penghargaan pada Aziil, sebagai prakarsa lestari. Hutan Mangrove Baluno juga menjadi Taman Keanekaragaman Hayati dan Pusat Pembelajaran Mangrove (MLC).

Saban pekan, kelompok siswa datang berkunjung. Ikut menanam dan belajar segala hal tentang mangrove dan pesisir.

Bagi warga, hutan itu tak lagi sekedar wujud ambisi seorang Aziil. Dari hutan mangrove Baluno, hubungan ekologi bertaut secara harmonis. Mangrove menyediakan kerang-kerangan, kepiting, daun buat pakan ternak, dan melindungi warga dari abrasi dan banjir pesisir.

Warga juga bikin produk turunan mangrove berupa teh, bakso, kopi, dan tepung, serta menjual bibit mangrove menjadi sumber ekonomi tambahan. Di Baluno, adaptasi perubahan iklim sudah berjalan, bahkan jauh sebelum Protokol Kyoto dicetuskan.

Aziil tak ingin namanya dibesar-besarkan. Di Facebook-nya, Aziil membagikan segala aktivitas di Baluno dan membagikan kenangannya bersama anak-anaknya yang meninggal dunia. Sesekali dia membagikan sebuah video lucu, atau membalas komentar kerabat dengan jenaka.

 

Aziil Anwar, semasa hidup, sedang menapak jembatan kayu hutan mangrove Baluno. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia

 

***

Kami pertama kali berjumpa pada 11 Juni 2020, pada suatu sore yang tenang dan berangin. Kala itu, usia Aziil 62 tahun. Dia menyarungkan tubuh dengan sarung coklat bermotif kotak-kotak cerah dan memakai peci hitam.

Saya memanggil Aziil dengan “om”, tetapi dia suka kalau disapa dengan “Bro” yang terdengar muda.

Aziil mengajak saya berkeliling ke dalam hutan mangrove itu. Menjelaskan fungsi-fungsi setiap ruang yang kami lewati. Di situ tempat pembibitan. Di situ spot foto. Di situ ditumbuhi jenis ini-itu.

Tiba di suatu sudut yang paling Aziil sukai. Ia sebuah tempat yang tenang di sudut pulau, dengan suara debur ombak menyertai, dan lanskap terbuka ke laut lepas.

Jauh sebelum Aziil tinggal di Baluno, dia telah menyiapkan seorang pelanjut. Dia adalah Firhan Rimbawan, putra pertama Aziil.

“Papa menyisipkan nama ‘Rimbawan’ di belakang nama saya, [karena] untuk melanjutkan perjuangan papa,” kata Rimbawan kepada saya baru-baru ini.

Aziil masih punya impian sederhana. Dia ingin hutan mangrove Baluno menjadi tempat budidaya kepiting bakau–yang kelak menjadi sumber pendapatan ekonomi warga. “Dia juga ingin Mangrove Warrior Sulawesi Barat segera dibentuk,” kata Rimbawan.

“Saya akan melanjutkan perjuangan Papa.”

Aziil sudah tak bisa lagi merawat mangrove Baluno, dia sudah tiada. Meskipun begitu, semangat dan ilmu yang telah dibagikannya akan terus hidup. Selamat Hari Mangrove Sedunia!

 

Para penerima Kehati Award VIII yaitu (kiri ke kanan) Prof. Achmad Subagio, Januminro Bunsal, Agustinus Sasundu, Ambarwati Hernawan, Ketua KeSEMaT (Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur) dan Aziil Anwar. Foto : Jay Fajar
Aziil Anwar, di hutan mangrovenya. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version