- Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua setelah Tiongkok, dan negara pengekspor rumput laut kering kedua terbesar di dunia setelah Korea Selatan.
- Pemerintah telah menetapkan rumput laut sebagai salah satu komoditas prioritas dari sektor kelautan dan perikanan, sehingga telah menetapkan pengembangan industri rumput laut nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.33/2019 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018-2021.
- Penguatan industri rumput laut nasional dilakukan dengan menerapkan beberapa program, seperti penelitian pengembangan budi daya jenis baru, pengembangan budidaya, inovasi teknologi dan penguatan pasar produk rumput laut
- Pengembangan budi daya rumput laut, salah satunya dengan penyediaan bibit yang baik yang dilakukan oleh BBPBAP Jepara, Jawa Tengah
Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua setelah Tiongkok, dengan volume ekspor tahun 2020 sebesar 195.574 ton dengan nilai mencapai USD279,58 juta. Indonesia juga menjadi negara pengekspor rumput laut kering kedua terbesar di dunia setelah Korea Selatan.
“Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang sangat melimpah di perairan Indonesia. Luas wilayah habitat rumput laut diperkirakan mencapai 1,2 juta hektare atau terbesar di dunia,” kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PDSPKP KKP), Artati Widiarti beberapa waktu yang lalu di Jakarta,
Oleh karena itu, Pemerintah telah menetapkan rumput laut sebagai salah satu komoditas prioritas dari sektor kelautan dan perikanan. Pemerintah juga telah mengambil langkah serius dalam pengembangan industri rumput laut nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.33/2019 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018-2021.
Sedangkan KKP, telah melakukan langkah penguatan industri rumput laut nasional dengan menerapkan beberapa program, seperti penelitian pengembangan budidaya jenis (spesies dan/atau varietas) baru, pengembangan budidaya, inovasi teknologi pengolahan produk setengah jadi dan produk akhir, serta penguatan pasar produk rumput laut nasional dan global.
baca : Rumput Laut Indonesia Terus Berjuang untuk Produksi bagi Dunia
Untuk pengembangan budi daya rumput laut, salah satunya dengan penyediaan benih yang baik. Penyediaan benih rumput laut itu dengan dilakukan seleksi klon bibit dari indukan terlebih dulu.
Wiwien Mukti Andriyani, Penanggung Jawab Kegiatan Budidaya Rumput Laut Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah, menjelaskan, untuk kriteria pemilihan bibit yang unggul dari alam, pertama yang perlu dilakukan yaitu memilih kultivar yang mempunyai talus muda, ujung-ujung talus agak rucing, dan rimbun.
Secara morfologi, talus rumput laut juga harus terlihat segar, bersih dan berwarna cerah. Bentuknya proposional antara besar dan panjang talus.
Saat melakukan pemotongan alat yang harus digunakan adalah pisau atau gunting yang tajam. Hal ini dilakukan agar struktur talus tidak rusak.
Selain itu, bibitnya seragam dan tidak boleh tercampur dengan jenis lain. Sedangkan bagian pangkalnya tidak boleh dijadikan bibit. Ketika melakukan penanaman awal, kondisi bibit harus bebas dari penyakit bercak-bercak putih dan tidak terkelupas, kondisi sehat, baunya tidak busuk, tidak mengeluarkan lendir dan patah-patah.
“Untuk bibit rumput laut yang kita ambil dari alam perlakuannya hampir sama semua, kita lakukan aklimatisasi terlebih dulu,” terang Wiwien saat ditemui di ruang kerjanya, awal Juli 2022.
baca juga : Produksi Rumput Laut di Pusaran Pandemi COVID-19
Lanjut dia, sedangkan untuk proses aklimatisasi ini dilakukan di dalam aquarium, di adaptasi dalam kondisi yang terkontrol, dengan membutuhkan durasi waktu kurang lebih seminggu. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam laboratorium untuk dibersihkan. Kemudian dipotong dengan ukuran 1-1,5 cm. Setelah itu diberi deterjen dan iodine untuk menyembuhkan luka setelah dipotong.
Berikutnya dimasukkan ke dalam media berupa toples kaca yang diisi air laut yang sudah terfilter dengan tingkat salinitas 30, dan pH 7 lalu dicampur dengan pupuk. Aklimatisasi dilakukan dua kali, pertama indukan yang dari laut, kedua dilakukan sebelum benih siap ditebar.
Pemilihan Tempat
Rumput laut secara umum bisa dijumpai tumbuh di kawasan perairan yang dangkal (intertidal dan sublitoral) dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit berlumpur, atau bahkan campuran keduanya. Sedangkan sifat rumput laut itu bisa melekat atau benthic, dikenal juga dengan benthic algae.
Dalam jurnal Budi daya Rumput Laut Penghasil Karaginan (Karaginofit) yang ditulis Andi Parenrengi, dkk. menjelaskan, langkah pertama sebagai kunci utama dalam keberhasilan usaha budidaya rumput laut yaitu pemilihan lokasi yang tepat. Hal ini dikarenakan kondisi ekologi perairan laut yang selalu dinamis.
Untuk itu, pemilihan dan penentuan lokasi lahan budidaya harus didasarkan pada pertimbangan ekologis baik itu dari segi arus, dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, dan keberadaan organisme pengganggu.
Selain itu juga perlu mempertimbangkan resiko dari keterlindungan, keamanan lokasi, konflik kepentingan dan peraturan perundang-undangan. Pertimbangan lainnya yaitu lokasinya harus higienis dari keberadaan polutan atau pencemaran baik itu dari limbah industri maupun rumah tangga.
baca juga : Jerit Petani Rumput Laut Glacilaria di Bone, dari Harga Rendah hingga Kelangkaan Pupuk
Berikutnya yaitu memikirkan sosio ekonominya dari lokasi yang terjangkau, tenaga kerja, sarana prasarana dan kondisi sosial masyarakat.
Pemilihan lokasi budidaya rumput laut sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan gabungan beberapa faktor yang dikaji secara menyeluruh, seperti menentukan layak atau tidaknya suatu lokasi yang akan digunakan untuk budidaya rumput laut.
Sedangkan dalam jurnal Petunjuk Teknis Teknologi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottoni Dengan Metode Vertikultur yang ditulis Petrus Rani Pong-Masak dan Nelly Hidayani Sarira memaparkan, jika budidaya rumput laut berhadapan langsung dengan laut lepas, sebaiknya terdapat karang penghalang (barrier reef) atau karang tepi (fringing reef) yang berfungsi sebagai pemecah ombak, sehingga bisa melindungi tanaman di lokasi budidaya karena ombak.
Selain itu, lokasi budidaya diusahakan pada perairan yang tidak banyak terdapat organisme pengganggu yang bersifat herbivor seperti ikan baronang, bintang laut, bulu babi, dan penyu.
Organisme ini bisa bersifat hama dalam budidaya rumput laut karena akan memakan rumput laut yang sedang dibudidayakan. Hama lainnya yaitu tanaman penempel (biofouling) akan mengganggu dan sebagai penyaing unsur hara dalam pertumbuhan rumput laut.
baca juga : Beragam Permasalahan Rumput Laut dari Petani hingga Tata Niaga
Penting Secara Ekonomis
Karena sifatnya yang mengandung karagenan, agar dan alginate, secara ekonomis rumput laut dianggap penting. Komoditas yang dikenal dengan alga ini juga telah lama menjadi salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Dalam sejarahnya, sejak ribuan tahun lalu bangsa-bangsa di Asia Timur seperti Jepang dan China serta masa kekaisaran Romawi juga telah menggunakan rumput ini sebagai bahan pangan dan obat-obatan. Sedangkan di Britania Raya, rumput laut sudah lama dikenal kurang lebih sejak tahun 1200 M.
Di Indonesia, rumput laut sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat terutama di daerah pesisir. Umumnya, waktu itu rumput laut hanya untuk dimakan atau dikonsumsi secara langsung. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan rumput laut sudah sangat beragam baik itu untuk produk pangan ataupun non pangan.
KKP mengelompokkan produk turunan rumput laut menjadi 5P, yaitu pangan, pakan, pupuk, produk kosmetik, dan produk farmasi. Oleh karena luas kegunaanya itu rumput laut menjadi salah satu komoditas penting dalam perdagangan internasional.
Berdasarkan hasil kajian Indonesia Eximbank Institut (IEB), selama periode Januari-Oktober 2021 nilai ekspor rumput laut tercatat naik sebesar 20,42% year-on-year (yoy) mencapai USD177,99 juta.
Pertumbuhan nilai ekspor secara kumulatif tersebut juga diikuti oleh pertumbuhan di sisi volume ekspor sebesar 11,68% year-on-year (yoy) menjadi 159,59 ribu ton dibandingkan periode yang sama di tahun 2020 sebesar 142,90 ribu ton.
baca juga : Pariwisata Mati, Rumput Laut Hidup Lagi (bagian 1)
Kepala Divisi IEB Institut Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Rini Satriani dilansir dari laman Kementerian Keuangan, menyebutkan, meskipun kinerja ekspor di tahun 2020 sempat mengalami penurunan, namun pada sisi lain Indonesia mampu menempati peringkat kedua sebagai negara eksportir rumput laut terbesar di dunia yang berdaya saing baik.
Adapun jenis rumput Indonesia yang dikenal baik di pasar global, kata dia, adalah jenis Eucheuma Cottoni. Tahun 2020 rumput laut jenis ini mempunyai porsi 71,59% dari total ekspor produk rumput laut Indonesia yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karagenan.
Sedangkan jenis Gracilaria sp. menjadi produk rumput laut terbesar kedua dengan porsi 11,89% yang digunakan sebagai bahan baku agar-agar. Di tahun 2020 untuk tujuan ekspor rumput laut Indonesia diantaranya didominasi ke negara Tiongkok dengan porsi terbesar (82,36%), diikuti Korea Selatan (5,25%), Chile (3,20%), Vietnam (2,09%) dan Perancis (1,97%).