Mongabay.co.id

Cerita Danori Hidup dari Sampah, Lingkungan Merauke pun Terbantu

 

 

 

 

Sampah-sampah plastik, kardus, ban, seng dan lain-lain menumpuk di depan rumah sekaligus bengkel pemilahan sampah Danori, yang berada di dekat Bandara  Merauke, Papua. Sampah-sampah yang kebanyakan plastik ini dia kumpulkan dari berbagai sudut gang di kota itu.

Ada antong plastik, gelas mineral, ban roda dua roda empat, seng bekas, kusen bekas, sampai kaca, tak laku di Merauke. Kala anggapan umum sampah tak berguna, Danori pikir sebaliknya.

“Saya hidup karena berjualan sampah plastik, memulung sampah,” katanya.

Danori, setiap hari mencari sampah sejak pagi hari dan pulang sekitar pukul 15.00. “Mengumpulkan sampah plastik setiap hari. Sampah-sampah sekitaran Kota Merauke,” katanya.

Terkadang, sepeda motor roda tiganya tak bisa jalan karena kehabisan uang buat beli bahan bakar atau ban kempes. Danori tak menyerah, yang penting sampah di Merauke terambil.

Dia bilang, tutup tangki saja pakai botol plastik hijau, belum lagi bak sepeda motor terlihat aus alias karatan. Baginya, semua itu tantangan.

Setelah sampah plastik terkumpul, dia pilah lalu masukkan mesin press sebelum dikirim ke pemesan. Dia jual sampah sampai ke luar Papua. Sampah-sampah plastik dia kirim antara lain ke Pulau Jawa..

Di dalam rumah sampahnya, terlihat berbagai botol plastik bekas, lama maupun baru teronggok. Rumah sampah sebagian terbuat dari papan, sebagian seng bekas. “Dalam tumpukan sampah, ada arak buku kecil, disertai sebuah kasur bekas,” katanya.

Ruang kecil itu untuk membaca karena sejak kecil dia terbiasa membaca. Injil dan Al-Quran, menghiasi rak bukunya.

Atap rumah agak tinggi agar melindungi sampah dan mesin penekan sampah.

“Sampah harus dipilah juga, plastik, kaca, segala kabel, besi bekas, seng bekas dan lain-lain. Biasanya, memilih menerima permintaan saja.”

 

Rumah tinggal sekaligus bengkel sampah Danori di Kota Merauke, Papua. Foto: Aga[itus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Selain mengumpulkan sampah, Danori juga memelihara kambing. Awalnya, sepasang, kini, sudah beranak jadi lima. Dia memanfaatkan sebagian rak piring besi bekas untuk bikin kandang.

“Untuk makanan kambing tidak masalah, bisa memanfaatkan sisa sayuran ditinggalkan penjual sayur daripada jadi limbah.”

Sampah di rumah penampung terlalu banyak tetapi dia tak dapat memproses lebih banyak karena kapasitas mesin hanya 70 koli.

“Asal talaten, daripada dibuang, lebih baik datangkan mesin ke Merauke. Saya siap mencetak, tidak perlu lagi susah mendatangkan orang-orang luar Merauke,” katanya.

Bahan baku sampah yang bisa dikelola, katanya, melimpah tetapi tak punya modal untuk mengadakan mesin seharga Rp75 juta, belum ongkos kirim dan pelatih. Dia sudah survei harga mesin di Jawa.   Dia berharap, ada bantuan pemerintah untuk membeli mesin pengolah sampah ini.

Danori, asli Jawa Tengah. Dia dan keluarga ikut transmigrasi pemerintah pada 1990-an, ditempatkan di Satuan Pemukiman Transmigrasi yang dikenal dengan SP 9, belakangan jadi Kampung Isanombias.

Kala dia datang ke lokasi itu, belum ada jalan aspal seperti sekarang. Tak ada telepon, kendaraan sedikit, dan jalan becek sekali.

Saat itu, dia mau ke Pasar Ampera—sekarang jadi Pasar Wamanggu–, harus mendayung perahu kecil. Belum ada Jembatan Maro atau Jembatan Tujuh Wali.

Dia bersama warga, harus pulang jalan kaki sekitar 37 kilometer. Sekarang, bisa pakai mobil.

 

Sampah-sampai yang berhasil dikumpulkan Danori. Setelah terkumpul, sampah dipilah, kemudian dikirim ke pemesan sampai ke luar Papua. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Danori putuskan cari mata pekerjaan di Merauke, isteri dan anak bungsu di Isanombias. Awalnya, berjualan bunga hias, tetapi tak berhasil, lalu coba jadi penjual lalapan, terus gorengan hingga mainan anak-anak, belum lancar juga.

Kebetulan dia berkenalan dengan Maryono, asal Jawa juga.

Maryono menawarkan jadi pengumpul pastik bekas. Rekannya ini bilang kalau jual sampah itu potensi pemasukan. Maryono saja pendapatan bisa Rp270.000 lebih per hari.

“Dia langsung membuka rekening, esoknya Rp300.000,” katanya mengenang awal mula tergerak memulung sampah.

Akhirnya, setelah 13 tahun, Danori sudah bisa beli motor roda tiga dengan menyicil.

Dia bersyukur bila kerjaan yang jadi sumber ekonomi keluarga ini bisa sekaligus bermanfaat bagi lingkungan. Sampah-sampah plastik yang bisa saja berakhir di sungai atau laut, masih bisa terkelola hingga kurangi beban bagi lingkungan hidup.

Danori dibantu anak tertuanya, Dany, untuk mengumpulkan sampah-sampah plastik di Merauke.

“Saya turut memilah dan mengumpulkan sampah plastik yang ayah bawa,” kata Dany.

Dia bersyukur, dengan jadi pengumpul sampah plastik, mereka bisa penuhi keperluan keluarga di Isanombias.

Sembari membantu ayahnya, Dany tetap tekun sekolah. Dia baru selesai SMA dan akan lanjut di Universitas Negeri Musamus. “Ayah berpesan rajin sekolah karena kondisi ekonomi hanya bisa berubah kalau selalu rajin.”

Dewanto Talubun, Direktur Harmoni Alam Papuana mengapresiasi Danori jadi pengumpul sampah di Merauke.

 

Danori bersama mesin pemproses sampahnya. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Talubun bilang, belum tentu semua orang di Merauke mau memilah sampah, karena menganggap tangan jadi kotor, jijik, dan bau. Sebaliknya, Danori berani turun memunguti sampah plastik yang dibuang masyarakat.

Menurut dia, Danori kreatif mengajarkan orang di Merauke untuk bisa memanfaatkan sampah plastik. Penanganan termasuk pengelolaan sampah, katanya, harus serius agar lingkungan bersih.

Dominikus Ulukayanan, Wakil Ketua II DPRD Merauke mengatakan, sudah bertemu Danori di rumahnya di belakang Kantor SAR Merauke.

Dia pernah mau mengundang Danori dalam rapat dengar pendapat untuk bahas soal sampah plastik. Sayangnya, pandemi hingga kini belum terlaksana.

‘Saya sempat melihat cara kerja mesinnya, hingga kondisi sampah plastik yang dibungkus dengan baik, dikapalkan ke luar Merauke, sungguh bagus.”

 

Sepeda motor roda tiga ini yang menemani Danori, setiap hari berkeliling Merauke, mencari sampah. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

*******

Exit mobile version