Mongabay.co.id

Gakkum Sulawesi Hentikan Tambang Ilegal di dalam Kawasan Hutan di Mamuju Tengah

 

Tim operasi gabungan pengamanan hutan Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) wilayah Sulawesi bersama Polisi Hutan Dinas Kehutanan Sulawesi Barat, Ditreskrimsus Polda Sulbar, Korem1 42 Tatag Mamuju, dan personil dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat berhasil mengamankan pelaku penambangan emas ilegal di dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) di wilayah pengelolaan KPH Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah.

Subagio, Kepala Seksi Wilayah II Palu Balai Gakkum LHK wilayah Sulawesi, menyampaikan bahwa dalam operasi tersebut tim gabungan berhasil mengamankan para pelaku dan dua alat berat sebagai alat bukti.

“Penyidik telah mendapatkan lebih dari dua alat bukti sah untuk menetapkan pelaku sebagai tersangka diduga sebagai penanggung jawab dengan inisial NS berusia 35 tahun, dan penanggung jawab logistik dengan inisial ARM berusia 19 tahun. Tim juga mengamankan dua orang saksi yang ada di lokasi tersebut. Kedua tersangka tersebut saat ini telah ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Mamuju Sulawesi Barat,” ungkap Subagio, kepada media di Makassar, Sabtu (30/7/2022).

Menurut Subagio, kegiatan penambangan emas ilegal ini terungkap bermula dari hasil laporan petugas lapangan dan informasi masyarakat serta informasi yang diperoleh Polhut Balai Gakkum Sulawesi tentang adanya kegiatan penambangan emas tanpa ijin di dalam kawasan hutan yang terjadi di sekitar sungai Anggaromo, Desa Sanjango, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah.

Pada hari Rabu, 27 Juli 2022, tim operasi gabungan pengamanan hutan kemudian berangkat menuju lokasi penambangan ilegal tersebut. Siang hari, sekitar pukul 12.00, tim melakukan penangkapan dan pengamanan alat bukti berupa dua unit alat berat jenis Excavator Merk Hitachi beserta beberapa peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan aktivitas tambang dari lokasi tersebut.

“Keberhasilan operasi ini berkat koordinasi yang terjalin baik dengan beberapa mitra kerja Balai Gakkum Sulawesi, yaitu Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat, Polda Sulbar, Korem 142 Tatag, dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat,” jelas Subagio.

baca : Gakkum KLHK Sulawesi Ungkap Jaringan Peredaran Kayu Ilegal Bermodus Dokumen Palsu

 

Tim gabungan mengamankan dua tersangka berinisial NS berusia 35 tahun, dan penanggung jawab logistik dengan inisial ARM berusia 19 tahun. Keduanya terancam diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar rupiah. Foto: Gakkum LHK Wil. Sulawesi.

 

Menurut Dodi Kurniawan, Kepala Balai Gakkum LHK wilayah Sulawesi, aktivitas penambangan ilegal ini mendapat perhatian serius karena berdampak pada kerusakan kawasan hutan dan lingkungan hidup serta dapat menimbulkan pencemaran dari bahan beracun berbahaya (B3), seperti merkuri, sianida, dll., di sungai yang berada di lokasi tersebut. Apalagi sungai tersebut selama ini menjadi sumber air untuk kebutuhan sehari-hari warga.

“Semoga kasus ini dapat diproses sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku sehingga dapat memberikan efek jera kepada pelaku-pelaku perusakan hutan dan memberikan kepastian hukum serta rasa keadilan bagi masyarakat,” ujar Dodi.

Dijelaskan Dodi bahwa kedua tersangka dalam kasus ini disangkakan melanggar ketentuan yang diatur dalam rumusan Pasal 89 ayat (1) huruf a dan b jo. Pasal 17 ayat (1) huruf a dan b UU No.18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan pasal 37 angka 16 UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan pertambangan ilegal di kawasan hutan tanpa ijin berusaha dan atau melarang membawa alat berat yang dapat digunakan untuk kegiatan penambangan tanpa ijin berusaha dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar rupiah.

Selain itu, perbuatan para pelaku juga akan dijerat dengan ketentuan Pasal 50 ayat (2) huruf a Jo pasal 78 ayat 2 huruf UU No.41/1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah pasal 36 angka 17 Jo pasal 36 angka 19 UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja Jo. Pasal 55 dan 56 KUHP, bahwa setiap orang dilarang mengerjakan, menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah di mana ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp7,5 Miliar.

baca juga : Dua Kasus Kejahatan Lingkungan di Sulawesi Segera Disidangkan

 

Tim mengamankan alat bukti berupa 2 (dua) unit alat berat jenis Excavator Merk Hitachi beserta beberapa peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan aktivitas tambang dari lokasi tersebut. Foto: Gakkum LHK Wil. Sulawesi.

 

Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, menyatakan telah memerintahkan kepada penyidik KLHK untuk melakukan proses pelaku tidak hanya pelaku saat ini menjadi tersangka namun bila penyidik didapatkan dua alat bukti yang sah siapa saja yang terlibat kasus ini dapat proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga tuntas.

Sustyo Iriyono, selalu Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK mengapresiasi kerjasama yang baik dari tim operasi Balai Gakkum Sulawesi dengan beberapa mitra terkait upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan di Sulawesi Barat. Ia memerintahkan tim untuk bekerja profesional dan selalu mengedepankan integritas serta segera menuntaskan kasus tersebut hingga memberikan efek jera bagi pelakunya dan kepastian hukum ke depannya.

 

Berkas Perkara Bos Tambang Ilegal Parigi Moutong Telah P-21

Selain pengungkapan kasus tambang ilegal di Sulawesi Barat, kasus tambang illegal di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, yang ditangani Gakkum Sulawesi yang berkasnya telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah berhasil dirampungkan atau telah P-21.

“Bertepatan dengan Hari Bhakti Adhiyaksa yang ke–62, 22 Juli lalu, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, menyatakan bahwa berkas perkara AM sebagai pemodal tambang ilegal di Kabupaten Parigi Moutong, telah lengkap. Kejaksaan Sulteng sendiri menerima berkas perkara dari penyidik Gakkum KLHK pada tanggal 18 Juli 2022,” ungkap Dodi.

Menurut Dodi, pihaknya menyambut baik gerak cepat kejaksaan dalam penanganan kasus ini, yang membuktikan bahwa hukum tidak tumpul ke atas.

Tersangka AM (44) akan dikenakan pasal mengenai kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri dan turut serta melakukan atau membantu terjadinya penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, yang diatur dalam Pasal 89 Ayat 1 Huruf a dan Huruf b Jo. Pasal 17 Ayat 1 Huruf b dan/atau Pasal 98 Ayat (1) Jo. Pasal 19 Huruf b dan/atau Pasal 94 Ayat (1) Huruf c Jo. Pasal 19 Huruf b UU No.18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang telah diubah dengan Pasal 37 Undang-undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja dengan hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun serta pidana denda sebesar Rp100 miliar.

baca juga : KKP Proses Hukum Pelaku Perdagangan Sirip Hiu Ilegal di Sulawesi Tenggara

 

Aktivitas penambangan ilegal ini mendapat perhatian serius karena berdampak pada kerusakan kawasan hutan dan lingkungan hidup serta dapat menimbulkan pencemaran dari bahan beracun berbahaya (B3), seperti merkuri, sianida, dll., di sungai yang berada di lokasi tersebut. Foto: Gakkum LHK Wil. Sulawesi.

 

Dijelaskan Dodi bahwa kasus ini bermula dari kegiatan operasional Tim Operasi Pengamanan Hutan Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi bersama Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Parigi Moutong, KPH Dampelas Tinombo dan masyarakat Desa Sipayo, yang berhasil mengamankan dua unit ekskavator merek Caterpillar yang diduga digunakan untuk aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan hutan negara pada tanggal 26 Januari 2022 lalu.

Selain menemukan alat berat dan alat-alat lainnya, tim juga berhasil menemukan lokasi kegiatan PETI di wilayah sekitar Desa Sipayo di Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Balai Gakkum LHK Sulawesi sendiri telah beberapa kali menangkap pemodal tambang yang sudah menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan hidup. Kasus bos tambang ilegal AM ini merupakan pengembangan dari kasus K (42), operator tambang ilegal yang telah divonis oleh Pengadilan Negeri Parigi Moutong pada tanggal 21 Juli 2022 dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp1,5 miliar.

 

Exit mobile version