Mongabay.co.id

Tradisi Rasulan, Menjaga Keselarasan Manusia dengan Alam

 

 

Jalan utama Dusun Sumberalit, Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tampak ramai. Hari itu Sabtu, 25 Juli 2022, sekitar pukul 15.00 WIB. Warga berkumpul membawa encekan, makanan yang dikemas pelepah pisang, untuk berbagi.

Ini merupakan tradisi rasulan turun temurun yang saban tahun digelar masyarakat Wonogiri, khusunya bagian selatan. Sebagai ungkapan syukur atas hasil panen para petani, berharap hasilnya tak berkurang dan warga terhindar musibah.

Bertajuk Umbul Mungkret Festival 2022, beragam kegiatan digelar Senin hingga Minggu [24/07/2022]. Bersih desa dilakukan di dusun, balai pertemuan, mata air yang dikeramatkan, hingga makam.

Dwi Oktavia, panitia dari karang taruna menyatakan, rasulan menjadi ajang pesta warga Sumberalit. “Bapak-bapak, ibu-ibu, dan pemuda menunjukkan potensinya di pentas seni setiap malam,“ ujarnya, akhir Juli 2022.

Masing-masing RT menampilkan kesenian lokal mulai klenengan, tabuh rebana, bass bambu, wayang beber tani, klotek lesung, dan tretek. Puncaknya Minggu, dipentaskan wayang kulit, menghadirkan tiga dalang yaitu Ki Danur Purbo Kusumo, Ki Alifian Nur Rohmad, dan Ki Aan Bagus Saputro.

Oktavia memaparkan, tradisi ini butuh persiapan matanga. Sebanyak 40 hingga 50 orang dilibatkan.

“Prinsipnya guyub rukun,” imbuhnya.

Baca: Situs Petirtaan Ngawonggo, Peninggalan Mpu Sindok yang Dilestarikan Warga

 

Penanaman pohon dilakukan warga Sumberalit, Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, di kawasan pilang guna menjaga serapan air. Foto: Dok. warga Sumberalit

 

Bersih desa selaras dengan alam

Tradisi rasulan mempunyai dua makna yaitu gerakan bersih yang dilakukan gotong-royong dan  persembahan terhadap leluhur, serta ibu pertiwi yang memberikan hasil panen. Falsafah Jawa mengajarkan manusia hidup menyatu dengan alam.

Faris, penggerak festival Umbul Mungkret menyatakan, di Dusun Sumberalit terdapat tiga titik lokasi yang dikeramatkan. Setiap rasulan selalu dibersihkan oleh warga per RT.

Sumber Jemplo, mata air yang mengairi lahan pertanian warga tanpa mengenal musim. Makam yang dikenal dengan Astonoloyo Sumberalit. Kemudian, pohon kepuh yang dijadikan danyang, dikenal dengan pilang. Pilang dikenang warga sebagai lokasi mengambil air. Terdapat sumber air di bawah akar pohon kepuh yang dikeramatkan tersebut.

Titin, warga Sumberalit ingat, hingga tahun 1999, sumber air pilang masih digunakan masyarakat. Namun setelah itu, warga memilih membuat sumur bor. Sumber air di pilang pun tak terurus, akhirnya kering.

Rasulan kali ini, Faris mengajak warga untuk nguri-uri [melestarikan] kisah lama itu. Sumber air yang tertimbun tanah dikeduk kembali pada Rabu, 16 Juli 2022. Masih tersisa sumber air kecil yang mengalir.

“Pilang ini dulu menjadi identitas warga Sumberalit, khususnya sumber air. Kini saatnya mengembalikan ingatan kolektif lama,” ujarnya.

Baca juga: Wisata Ramah Lingkungan Tomboan Ngawonggo dan Konsep Kuliner Tradisional

 

Warga Dusun Sumberalit menggali sumber air di bawah pohon area pilang. Foto: Dok. warga Sumberalit

 

Tanam pohon

Tradisi Rasulan di Dusun Sumberalit 2022 ini dilakukan juga acara khusus, yakni penanaman pohon di kawasan pilang dan makam.

Wachid Nuryanto, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Dusun Sumberalit, menyatakan tahun ini Dusun Sumberalit kebagian 10 bibit pohon alpukat dari pemerintah Desa Sedayu. Tujuh bibit ditanam di kawasan makam, tiga lagi ditanam di kawasan pilang.

Wachid menilai, serapan mata air di pilang kurang, sehingga perlu ditanami pepohonan besar.

“Warga sekitar sudah diinfokan agar tak mengusik alpukat dan beringin di kawasan pilang. Kalau perlu ikut merawat dan menjaga. Kecamatan Pracimantoro sebagai daerah dengan bentang alam karst, memiliki sistem air bawah tanah. Potensi air di permukaan cenderung kecil dan menipis saat kemarau panjang,” terangnya.

 

Generasi muda

Faris menambahkan, generasi muda menjadi isu krusial di Dusun Sumberalit. Tak sampai sepuluh orang yang mengecap pendidikan tinggi di dusunnya. Rata-rata berpendikan menengah atas, selanjutnya bekerja, merantau. Mboro, istilah bekennya.

Kegelisahan bersama ini membawa Faris menggerakkan generasi muda untuk berkarya, sekaligus memberdayakan potensi yang ada. Pada 2011, Faris berdialog dengan beberapa pemuda di dusunnya dan pada 2015, terselenggara festival yang berlangsung hingga tahun ini.

“Festival ini sebenarnya hanya nama kegiatan. Mengambil momen saat rasulan, tujuannya memberdayakan generasi muda dusun,” paparnya.

Para anggota karang taruna di dusun, diajaknya mempersiapkan kegiatan. Dibiarkannya masing-masing berinisiasi mengambil peran. Kegiatan dilaksaakan swadaya.

“Panitia yang masih sekolah, SMP atau SMA, dibuatkan surat dispensasi untuk bisa terlibat kegiatan di hari tertentu,” tambah Oktavia.

Faris berharap, adanya diskusi, kegiatan, dan pertemuan antarpemuda memicu munculnya tren baru. Bahwasanya, pendidikan menjadi kebutuhan penting, pilihan selepas lulus SMA atau SMK, selain bekerja ke luar Wonogiri. Termasuk juga, dikenalkannya aset-aset kehidupan warga Sumberalit melalui rangkaian acara Umbul Mungkret Festival 2022.

“Kita sadar tak bisa menampik perubahan. Sehingga, perlu memegang teguh filosofi hidup yang menujukkan siapa jati diri kita,” tandasnya.

 

* Wulan Eka HandayaniMahasiswi Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya, Malang. Tertarik menulis isu lingkungan.

 

Exit mobile version