Mongabay.co.id

Cacar Monyet dan Darurat Kesehatan Global

 

 

Dunia dikejutkan dengan munculnya penyakit cacar monyet [monkeypox]. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia [WHO], penyakit ini telah mewabah di 78 negara dengan 18 ribu kasus.

Cacar monyet merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan virus genus Orthopoxvirus, famili Poxviridae. Dinamakan monkeypox karena pada 1958 di Denmark, ditemukan kasus seperti cacar yang menginfeksi koloni monyet yang dipelihara untuk penelitian.

Cacar Monyet merupakan penyakit endemik di Afrika barat dan tengah, namun kini telah menyebar luas ke penjuru dunia.

Zulvikar Syambani Ulhaq, dari Pusat Riset Kedokteran dan Praklinis dan Klinis Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN], menjelaskan penyakit ini terungkap sejak 1970.

“Beberapa gejala yang timbul seperti flu, sakit kepala, kelelahan, kedinginan, yang berkembang menjadi ruam menyakitkan,” katanya pada webinar “Cacar Monyet, Darurat Kesehatan Global, dan Apa yang Perlu Kita Ketahui?” pada Selasa [02/08/2022].

Baca: Wabah Cacar Monyet, Indonesia Harus Tingkatkan Kewaspadaan

 

Virus cacar monyet yang saat ini mewabah di dunia. Ilustrasi: WHO

 

Zulvikar melanjutkan, kasus pertama cacar monyet menjangkiti manusia pada 1970 di Republik Demokratik Kongo, yaitu pada anak laki-laki berusia 9 tahun. Sejak itu cacar monyet menyebar di wilayah Afrika tengah dan barat, tercatat 11 negara melaporkan kasus tersebut.

“Virus ditularkan lewat kontak dekat dengan hewan terinfeksi yang kebanyakan pengerat atau berasal dari manusia.”

Tahun 2003, wabah pertama terjadi di luar Afrika, ditemukan di Amerika Serikat. Muasalnya, diduga berasal dari hewan pengerat yang diimpor ke negara itu dari Ghana, menginfeksi anjing padang rumput. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit [CDC] AS melaporkan 87 kasus. Namun tidak ditemukan kasus meninggal akibat penyakit ini.

Berlanjut 2017, cacar monyet menyerang Nigeria dengan 200 kasus yang dikonfirmasi. WHO mencatat kasus meninggal di negara itu sekitar 3 persen. Lima tahun selanjutnya dilaporkan sejumlah negara terjangkit, misalnya di Inggris, Israel, Singapura, dan Amerika Serikat.

Pada Mei 2022, sejumlah kasus terdeteksi pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan dengan perjalanan ke Afrika. Eropa jadi pusat wabah terbaru, dan sebagian besar yang terdampak adalah gay atau lelaki seks lelaki [LSL]. WHO melaporkan 80 kasus di seluruh dunia termasuk Australia, Belgia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Portugal, Spanyol, dan Swedia.

“Penularan cacar monyet tidak selalu melalui hubungan seksual, meski ini adalah salah satu caranya. Penularan yang utama adalah melalui sentuhan kulit ke kulit,” ujarnya.

Guna mencegah penyebaran cacar monyet di Indonesia, kata Zulvikar, Kementerian Kesehatan dan BRIN tengah bersiap menghadapi potensi ancaman itu. Peningkatan kapasitas deteksi dan laboratorium yang memadai dinilai penting, karena PCR atau polymerase chain reaction belum tersedia terlalu banyak.

“Perlu adanya validitas internal dari masing-masing negara terkait PCR agar bisa digunakan mendeteksi cacar monyet.”

Tak kalah penting adalah peningkatan kesadaran atau penekanan klinis. Misal, bila ada pasien yang dicurigai terinfeksi cacar monyet, dokter spesialis kulit diharapkan, melakukan skrining lebih lanjut. Selanjutnya strategi vaksinasi.

“Perlu mempersiapkan vaksinasi, jika suatu saat cacar monyet muncul di Indonesia, terutama memastikan apakah kita sudah memiliki vaksinnya,” paparnya.

Pada webinar yang sama, Reza Y Purwoko, peneliti dari Pusat Riset Kedokteran Praklinis dan Klinis BRIN mengatakan, perlu dilakukan karantina pada WNA maupun WNI yang masuk ke Indonesia, sebagimanay yang dinyatakan positif COVID-19. Selanjutnya, dilakukan isolasi mandiri, sebagaimana yang telah telah diterapkan banyak negara, guna mencegah penyebaran lebih luas penyakit ini.

“Misal, turis asing yang memiliki gejala cacar monyet, perlu karantina 21 hari. Pencegahan dengan melakukan edukasi kepada masyarakat tentang wabah cacar monyet dan pentingnya isolasi perlu dilakukan,” jelasnya.

Baca juga: Penyakit Mulut dan Kuku Serang Hewan Berkuku Belah, Gajah Sumatera Aman

 

Gambaran virus cacar monyet yang menyerang tubuh manusia. Ilustrasi: Pixabay/Mohamed Hassan/Public Domain

 

Pencegahan

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia [Perdoski] mengeluarkan infografis terkait cacar monyet. Penegahan dapat dilakukan dengan menjaga higienitas dengan cara cuci tangan dengan air dan sabun, menghindari kontak langsung dengan tikus, primata, juga tidak mengkonsumsi darah atau daging yang tidak dimasak matang.

Tentunya, menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi, termasuk tempat tidur dan pakaian.

“Jika kembali dari wilayah yang terjangkit monkeypox, waspada timbulnya gejala penyakit ini selama tiga minggu,” tulis Perdoski pada akun Instagram.

Masa inkubasi penyakit ini antara 6-12 hari. Terdapat 2 fase, pertama, prodromal atau fase invasi, yaitu dapat berlangsung hingga 5 hari. Tandanya tubuh menjadi lemas, sakit kepala hebat, demam. Lalu terjadi pembesaran kelenjar getah bening [ketiak, leher, selangkangan], nyeri punggung dan otot.

Kedua, fase erupsi yaitu muncul hari 1-3 setelah demam, ditandai ruam kulit awal berupa bercak kemerahan pada area wajah. Lalu menyebar ke bagian tubuh lain secara bertahap, mulai telapak tangan, telapak kaki, selaput mulut, genitalia, hingga selaput mata [kornea].

Bentuk ruam cacar monyet berupa bercak atau bintik kemerahan, diikuti lenting berisi cairan, nanah, hingga keropeng. Ruam dapat berlangsung hingga 3 minggu.

“Seseorang dapat menularkan cacar monyet sejak timbulnya ruam hingga seluruh keropeng rontok.”

Lalu bagaimana cara mendiagnosis cacar monyet?

“Dokter yang akan menilai apakah seseorang terinfeksi cacar monyet. Tentunya, dengan cara diagnosis laboratorium rujukan untuk pemeriksaan mendalam,” jelas Perdoski.

 

Exit mobile version