Mongabay.co.id

Nelayan Makassar Sepakat Tutup Sementara Wilayah Tangkap Gurita

 

Nelayan di Pulau Langkai dan Lanjukang, di Kelurahan Barrang Caddi, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, membangun kesepakatan tidak menangkap gurita selama tiga bulan di wilayah Perairan Biring Batua, sebuah kawasan tak jauh dari wilayah perairan Pulau Lanjukang.

Kesepakatan itu sebagai kelanjutan dari kegiatan uji coba di wilayah antara Pulau Langkai dan Lanjukang, sebagai bagian dari pelaksanaan Program Peningkatan Ekonomi dan Konservasi Gurita Berbasis Masyarakat (Proteksi Gama) yang difasilitasi oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, atas dukungan Burung Indonesia dan Critical Ecosystem Parternship Found (CEPF) untuk mendorong tata kelola perikanan gurita skala kecil di kedua pulau tersebut.

Acara penandatanganan kesepakatan ini dilakukan di Pulau Langkai, Rabu (27/7/2022), dimulai dengan diskusi, dilanjutkan dengan penyampaian ikrar dari perwakilan nelayan dan penandatanganan kesepakatan dari nelayan dan perwakilan sejumlah institusi pemerintahan dari tingkat provinsi hingga kelurahan, termasuk perwakilan dari kepolisian dan polisi perairan (Polair) untuk wilayah kerja Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Makassar.

baca : Program Pengelolaan Gurita ternyata juga Lindungi Spesies Terancam Punah di Perairan Makassar

 

Haji Mansyur, tokoh masyarakat di Pulau Langkai turut membubuhkan tanda tangan menyepakati penutupan sementara penangkapan gurita di perairan di wilayah Perairan Biring Batua, sebuah kawasan tak jauh dari wilayah perairan Pulau Lanjukang, Makassar, Sulsel. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Terdapat lima poin kesepakatan yang dibacakan oleh Erwin, perwakilan nelayan dari Pulau Langkai.

Pertama, mereka bersepakat menutup sementara waktu, lokasi penangkapan gurita, di wilayah Perairan Biring Batua, terhitung dari tanggal 1 Agustus 2022 sampai 31 Oktober 2022.

Kedua, semua kegiatan penangkapan gurita di wilayah ini tidak diperbolehkan selama masa penutupan, kecuali nelayan pemancing yang menggunakan kedo-kedo, nelayan pemancing ikan tenggiri, ande-ande dan sebagainya.

“Kesepakatan ketiga, memberi tanda batas-batas pada wilayah penutupan sementara berupa pelampung dan bendera dengan dilengkapi papan pengumuman tentang larangan penangkapan gurita,” ungkap Erwin.

Poin keempat adalah melakukan pengawasan secara bersama-sama, pada lokasi penangkapan gurita yang ditutup sementara waktu tersebut. Poin terakhir bahwa apabila didapati menangkap gurita dan/atau menggunakan alat tangkap yang tidak termasuk dalam pengecualian di wilayah penutupan sementara, maka akan diberikan teguran dan pemahaman terkait maksud melakukan penutupan sementara.

“Jika mengulangi perbuatan tersebut, akan diberi sanksi berupa hasil tangkapannya akan disita; dan hasil sitaannya akan disumbangkan untuk kepentingan masyarakat umum dan akan dilaporkan pada pihak yang berkewajiban.”

baca juga : Gurita dan Tantangan Tata Kelola Perikanan Skala Kecil di Makassar

 

Nelayan Pulau Langkai dan Lanjukang, Makassar, menyiapkan perlengkapan untuk melakukan penutupan sementara kawasan laut dari penangkapan gurita selama 3 bulan. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Alief Fachrul Raazy, Program Manager YKL Indonesia, mengapresiasi nelayan Langkai-Lanjukang yang mampu membuat kesepakatan lokal terkait lokasi dan waktu penangkapan gurita sebagai kelanjutan uji coba sistem buka-tutup wilayah penangkapan gurita seluas 203,41 Ha selama bulan Februari hingga Mei 2022.

“Hasil uji coba awal ini memberikan pembelajaran secara langsung dan penyadaran bagi mereka, bahwa sistem buka tutup memberi dampak pada pertumbuhan gurita, termasuk biota lain seperti ikan demersal dan memberikan proses pemulihan bagi ekosistem,” katanya.

Nelayan juga memahami bahwa dampak dari sistem ini cukup menekan ancaman aktivitas destructive seperti penangkapan menggunakan bom dan bius. Nelayan juga pada akhirnya memahami bahwa ada kaitan musim penangkapan dengan lokasi yang ditutup, termasuk masa bertelur dan perkembangbiakan gurita.

“Kesepakatan yang telah nelayan Langkai-Lanjukang buat dan laksanakan dengan baik, perlu mendapatkan respons yang baik dari semua pihak dan mendukung inisiatifnya. Kehadiran berbagai pihak untuk pertemuan bersama masyarakat Langkai-Lanjukang sebagai bentuk pelibatan stakeholders dalam mendukung inisiatif tata kelola gurita berbasis masyarakat. Harapannya adalah agar sistem ini dapat terus diterapkan oleh masyarakat dan tentunya berkelanjutan.”

baca juga : Amankan Wilayah Tangkap Gurita, Nelayan Banggai Lakukan Patroli Mandiri

 

Proses kesepakatan bersama berbagai pihak, baik itu dari nelayan maupun pemerintah di tingkat provinsi hingga kelurahan untuk konservasi berupa penutupan sementara penangkapan gurita di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang, Makassar. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Saling Berbagi Pengetahuan

Andi Muhammad Ibrahim, technical advisor di YKL Indonesia, menyampaikan bahwa sebelum lahirnya kesepakatan tersebut, selama setahun terakhir telah dilakukan serangkaian pendampingan ke masyarakat di dua pulau, baik melalui sosialisasi maupun dengan pengembangan kapasitas nelayan untuk bisa mendata sendiri potensi dan hasil-hasil laut, khususnya gurita, yang mereka dapatkan di laut.

Dikatakan Ibrahim bahwa berbagai proses panjang tersebut adalah bagian dari membantu mentransformasi pengetahuan, memindahkan pengetahuan dan belajar satu sama lain.

“Dari setahun kami berprogram kami juga banyak belajar dari nelayan, jadi ada sebuah upaya pertukaran pengetahuan yang saling mengisi.”

Ibrahim kemudian menekankan pentingnya upaya konservasi dilakukan agar ekosistem perairan tetap terjaga, apalagi perairan sekitar dua pulau tersebut dulunya memiliki ikan yang melimpah, namun semakin berkurang akibat maraknya aktivitas penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan.

“Seingat saya, sekitar dua pulau ini sangat gampang cari ikan, paling lima menit nelayan sudah bisa tangkap ikan menggunakan alat tangkap ikan tradisional kedo-kedo, namun sekarang semakin sulit. Gurita menjadi perhatian karena bagian dari upaya mempersiapkan jangka panjang untuk generasi yang akan datang. Kita akan bantu maksimal, namun kami tidak bisa berbuat tanpa energinya dari masyarakat,” ungkapnya.

Dampak berkurangnya ikan ini, lanjut Ibrahim, juga semakin dirasakan di Kota Makassar akhir-akhir ini, di mana segala jenis ikan merosot drastis, sehingga sebagian besar ikan yang dijual di pasaran saat ini adalah ikan bandeng yang merupakan ikan budi daya tambak.

perlu dibaca : Berani Sukses Kelola Gurita Seperti Nelayan Wakatobi

 

Masyarakat nelayan di Pulau Langkai mendapat pendampingan intensif dari fasilitator YKL Indonesia terkait tata kelola gurita. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Dikatakan Ibrahim bahwa apa yang dilakukan nelayan di dua pulau ini dalam menjaga laut serta mengembangkan pengetahuan sendiri dan melakukan pencatatan hasil tangkapan dengan baik telah menjadi perhatian berbagai pihak, bukan hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari dunia internasional.

Terkait upaya konservasi melalui penangkapan gurita secara berkelanjutan yang dilakukan saat ini, tak terlepas dari adanya tren gurita semakin bernilai ekonomis tinggi, khususnya di Sulsel, yang menempati urutan tertinggi ketiga setelah tuna dan udang, sehingga rentan akan overfishing atau penangkapan berlebihan.

“Sehingga penting untuk jangan terus ditangkap, namun ditangkap secara ramah lingkungan dan berkelanjutan serta selektif melihat ukurannya. Kalau di luar ukuran yang diperkenankan dilepas saja, diberi kesempatan untuk berkembang biak. Inilah gunanya ditutup untuk sementara waktu.”

Penutupan sementara waktu, lanjut Ibrahim, akan memberi kesempatan bukan hanya kepada gurita, tetapi juga menjaga terumbu karang sehingga ikan-ikan pun akan melimpah.

“Pengalaman ujicoba lalu, ternyata menutup 3 bulan di perairan Taka Salangang menyebabkan ikan karang dan kakap kerapu yang punya nilai jual bagus meningkat. Jadi kita memperbaiki secara jangka panjang dan lebih luas.”

Penutupan sementara kawasan tertentu ini, lanjut Ibrahim, nantinya akan dilakukan di kawasan lain di kedua pulau tersebut, sehingga bersifat rotasi, yang penentuannya berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat.

“Nantinya, masyarakat sendiri yang akan menentukan mana yang akan ditutup terlebih dulu, dan setelah selesai akan berpindah ke lokasi lain.”

baca juga : Melihat Kesuksesan Sasi Gurita di Minahasa Utara

 

Ilustrasi. Seorang nelayan Desa Darawa, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara menangkap gurita hasil pengelolaan wilayah tangkap dengan model buka tutup kawasan sementara selama tiga bulan pada Februari 2021. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Haji Mansyur, tokoh masyarakat setempat, berharap agar seiring dijalankannya program ini ada pengawasan lebih ketat dari Polair.

“Gurita dan kerapu itu tempatnya di batu (karang), kalau batunya rusak maka ikan juga hilang. Batu itu rumahnya ikan, seperti halnya manusia kalau rumahnya rusak maka tak ada lagi tempat untuk menetap.”

Hamzah, Lurah Barrang Caddi, menyatakan sangat mendukung program ini dan berharap agar bisa juga dilakukan di pulau lain di wilayah kerjanya yang mencakup 5 pulau.

“Dengan adanya program ini kita berharap aktivitas illegal fishing bisa berkurang dan nelayan beralih ke kegiatan-kegiatan yang bisa membuat ekosistem laut dan pesisir menjadi lebih bagus. Selama ini masyarakat masih banyak melakukan kegiatan illegal fishing, yang sulit dihindari karena alasan butuh hidup. Namun harus disampaikan ke mereka menjaga ekosistem laut untuk keberlanjutan anak cucu. Apalagi dengan kondisi saat ini saya merasakan banyak ikan yang hilang. Ini pelajaran bagi kita, kalau tidak sadar dari sekarang bagaimana menjaga ekosistem ini maka kapan lagi?” kata Hamzah.

 

Exit mobile version