Mongabay.co.id

Sungai Anahoni Tercemari Sianida Tambang Emas, Peneliti: Bakal Merusak Ekosistem Laut

Ratusan tenda milik penambang emas ilegal, yang hingga kini masih berdiri kokoh, di lokasi tambang Gunung Emas (Gunung Botak), Kabupaten Buru, Maluku. Foto : Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Sungai Anahoni di kawasan Tambang Emas Gunu Botak, Kabupaten Pulau Buru, Maluku, tiba-tiba dialiri air dengan warna yang tak seperti biasanya pada Kamis (4/8/2022). Air sungai berubah biru dan sontak membuat riuh warga sekitar.

Belum diketahui pasti penyebabnya, namun diduga tercemari limbah zat kimia berbahaya, seperti mercuri dan sianida, akibat aktivitas  penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak.

Sebelumnya pada 2018 lalu, Sungai Anahoni pernah tercemari limbah merkuri lantaran aktivitas petambangan ilegal di Gunung Botak, tetapi pemerintah saat itu segera menormalisasi guna melindungi ekosistem sekitar, termasuk sumber daya hayati laut dari ancaman kerusakan.

Dr. Yusthinus Thobias Male, Peneliti Ekotoksikologi Lingkungan, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon menduga, perubahan warna sungai menjadi biru lantaran reaksi antara sianida dan ion besi di tanah.

Menurutnya, salah satu ciri daerah tambang itu, adanya emas bodong atau emas tipuan yaitu semacam urat emas atau pirit. Secara fisik, pirit berwarna kuning keemasan dengan kilap logam, karena unsur besi dan belerangnya tinggi.

“Pirit itu persenyawaan besi dan belerang, warnanya kuning. Tetapi kalau dilarutkan dia jadi tidak berwarna,” jelasnya saat dihubungi Mongabay Indonesia, Senin (8/7/2022).

baca : Petaka Tambang Emas di Pulau Buru

 

Air Sungai Anahoni di Kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku, yang berubah warna menjadi biru yang diduga tercemar sianida dari aktivitas penambangan emas ilegal. Foto: Warga

 

Yusthinus mengatakan, dalam proses pengolahan emas, tanah tambang dihaluskan lebih dulu sebelum dimasukkan ke ke kolam rendaman, sehingga zat besinya tinggi. Tanah tambang akan bereaksi berwarna biru jika direndam dengan sianida. Karena itulah air sungai kemudian berubah warna menjadi biru.

Kemungkinan sianida itu lolos dan masuk ke sungai, lantaran curah hujan cukup tinggi sehingga menyebabkan rendamannya meluap. Kemungkinan juga karpet yang digunakan mengalami bocor pasalnya bahan dipakai berupa terpal biasa yang bukan standar industri.

Dia ungkap, ada penggunaan sianida yang cukup massif dalam proses pengolahan emas di kawasan Gunung Botak. Karena itulah komplisitas senyawa besi dan sianida tak terhindarkan.

 

Mengancam Biota Laut

Sianida mengandung racun yang tinggi sehingga dapat mengancam penduduk yang menggunakan air sungai, seperti pengaliran sawah, kolam ikan atau lainnya.

Selain itu, lanjut Yusthinus, air sungai Anahoni yang tercemari sianida sudah pasti bermuara sampai ke Teluk Kayeli dan berpotensi mencemari kawasan pesisir, ekosistem dan biota laut.

Bila pencemaran dibiarkan tanpa tindakan penanggulangan, maka dalam jangka tertentu akan terjadi degradasi lingkungan, seperti menurunnya populasi ikan dan lain-lain. Karena itu proses penambangan emas menggunakan sianida harus segera dihentikan.

“Zat kimia berbahaya sangat berpotensi merusak ekosistem, termasuk pesisir dan laut. Olehnya pemerintah segera menghentikannya, pemerintah harus tegas dengan cara menertibkan para pelaku pengguna sianida,” ujarnya

baca juga : Pasca Tambang Emas Ditutup, Cemaran Sianida dan Merkuri Jadi Hantu buat Warga Pulau Buru

 

Ratusan tenda milik penambang emas ilegal di lokasi tambang Gunung Emas atau Gunung Botak, Kabupaten Pulau Buru, Maluku pada Juni 2018. Foto : Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Jika menggunakan pendekatan sejak 2012, ungkap dia, semua biota laut yang dimakan termasuk rumput laut dan lamun telah tercemari mercuri dan sianida. Tetapi di tahun 2017-2021 angka kerusakan biota laut menurun dan berada pada level aman.

Kini aktivitas Gunung Botak kembali marak dan tidak terkontrol. Karena itu dia meyakini, pencemaran sianida akan kembali tinggi. Bila tidak diantisipasi pemerintah, tentu sangat berbahaya terhadap pertanian, maupun ekosistem laut.

“Pasalnya zat beracun itu sistemnya menumpuk (terakumulasi di lingkungan), makanya kalau masuk dan mencemari ikan tidak bisa keluar lagi,” jelasnya.

Yusthinus mengatakan hasil penelitian terakhirnya yang belum dipublikasi, kadar pencemaran merkuri ke rambut warga Kayeli dan Namlea, Kabupaten Pulau Buru, sudah sangat tinggi.

Pada penelitian sebelumnya tahun 2014, hasil pengujian sampel di laboratorium di Australia yang merupakan laboratorium terbaik kedua di dunia memperlihatkan berbagai biota laut di Teluk Kayeli sudah tercemar merkuri dengan tingkat konsentrat lebih dari 3%. Artinya limbah merkuri sudah menyebar masuk ke laut dan mencemari lingkungan.

“Setiap hari kita makan ikan, bahkan tiga kali sehari. Pemerintah harus menghentikan distribusi sianida dan merkuri di Gunung Botak. Masyarakat akan terkontaminasi,” katanya. Untuk itu, perlu langkah kongkrit pemerintah menghentikan suplai merkuri dan sianida ke Gunung Botak.

“Terkait mitigasi, saya sudah berulang-ulang sampaikan kepada pemerintah, baik dalam seminar, FGD bahkan presentase langsung di Kantor Bupati. Namun responnya begitu-begitu saja. Saya hanya peneliti dan bertugas memberi data serta fakta, tetapi kebijakan adalah milik pemerintah,” pungkasnya.

baca juga : Ketika Perusahaan Tambang Nikel Masuk Pulau Wawonii [1]

 

Proses penertiban penambangan emas tanpa izin (PETI) oleh aparat gabungan TNI-Polri di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku. Foto: Polda Maluku

 

Penertiban PETI

Aparat Kepolisian sudah berkali-kali melakukan razia atau penertiban terhadap para Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI) di kawasan Gunung Botak. Namun penertiban itu tidak membuat para penambang jera dengan menggunakan jalur tikus.

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M. Rum Ohoirat, kepada wartawan, Minggu (7/8/2022) mengatakan selama ini Polres Pulau Buru dibantu TNI telah melakukan penertiban aktivitas PETI. Bahkan, sejumlah penambang ilegal hingga para pengusaha ilegal pengolahan emas ditangkap dan ditindak tegas sejak tahun 2021 hingga 2022.

Ohoirat mengatakan lokasi pertambangan emas di Gunung Botak terbentang luas. Banyak jalur tikus yang digunakan para penambang sehingga membuat aparat kesulitan melakukan pengawasan 1×24 jam. Meski begitu, Polres Buru terus melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir masuknya PETI.

Sejak ditutup tahun 2015, lokasi tambang emas dijaga ketat aparat gabungan TNI dan Polri. Sejumlah pos pengamanan dibangun pada setiap jalur atau pintu masuk lokasi pertambangan. Namun di tahun 2019, anggaran operasional pengamanan kawasan pertambangan emas di Gunung Botak mulai dihentikan Pemerintah Daerah.

“Meski begitu, berbagai upaya dalam menekan masuknya para PETI terus dilakukan Polda Maluku terutama Polres Buru secara mandiri, baik melalui patroli keliling, maupun operasi penertiban,” lanjut Ohoirat.

Sejak tahun 2021-2022, berbagai upaya penertiban dilakukan oleh Polri dibantu TNI. Hampir setiap bulan razia terus dilaksanakan. “Tahun 2021, Polres Buru kerap melakukan razia penertiban. Ini dilakukan sejak bulan April sampai dengan November 2021,” ungkapnya.

baca juga : Ketika Perusahaan Tambang Nikel Masuk Pulau Wawonii [3]

 

Proses penertiban penambangan emas tanpa izin (PETI) oleh aparat gabungan TNI-Polri di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku. Tenda-tenda dan alat pengolahan emas milik PETI dibakar aparat. Foto: Polda Maluku

 

Selain penertiban, Polres Pulau Buru juga berhasil mengungkap sejumlah PETI dan pelaku penyelundupan bahan kimia berbahaya, seperti material batu cinabar dan merkuri untuk  pengolahan material emas. Ada tujuh kasus yang diungkap dengan sembilan tersangka yang ditahan, baik penambang, maupun pengusaha penyelundupan.

Sedangkan pada tahun 2022, aparat melakukan sekitar 10 kali razia sejak sejak Januari hingga 4 Agustus 2022. Bahkan, pada bulan Mei 2022, sekitar 1.500 PETI dipaksa turun dari lokasi pertambangan ilegal tersebut.

“Di tahun 2022, terdapat empat perkara penambangan ilegal yang berhasil diungkap Polres Buru dengan empat orang tersangka,” katanya.

 

Exit mobile version