Mongabay.co.id

Buruh Perempuan Tewas Kena Terkam Harimau di Konsesi HTI di Riau

 

 

 

Seakan tak putus-putus konflik manusia dan harimau Sumatera terjadi di berbagai daerah di Sumatera. Di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada 19 Agustus ditemukan mayat laki-laki korban terkaman harimau. Hari sama, di Semenanjung Kampar, di kawasan hutan rawa gambut yang jadi konsesi perusahaan perkebunan kayu, Sehat Sopiana Damanik, juga tewas kena terkam harimau.

Ceritanya, sekitar pukul 19.00, perempuan 44 tahun ini menemani suaminya mandi di pinggir kanal, depan barak, Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, Pelalawan, Riau. Mereka buruh tanam di konsesi, PT Peranap Timber yang dipekerjakan pihak ketiga, PT ASM. Suami istri itu baru empat hari tinggal di barak itu bersama 15 buruh lain.

Baru lima menit, sang suami mendengar teriakan istrinya minta tolong. Teriakan itu bahkan terdengar sampai ke barak yang sontak membuat penghuni lain berhamburan keluar. Mereka ramai-ramai mencari Sehat yang sudah tak berada di tempat awal.

Hampir 30 menit pencarian, Sehat ditemukan tergeletak di dekat menara pemantau api. Wajah penuh luka cakar. Tak ada yang berani mendekat karena si datuk masih di sekitar korban. Bahkan tak menjauh sama sekali, meski tiap setengah jam bolak-bolik ditengok. Bahkan, ketika mau ngecek lagi ternyata Sehat sudah dibawa si belang ke tempat lain.

Pencarian lanjut keesokan hari memakai alat berat. Lepas tengah hari, korban berhasil ditemukan di hutan penyangga perusahaan, sekitar 300 meter dari lokasi awal insiden penerkaman.

Sunarto, Kabid Humas Polda Riau, dikutip dari riauin.com, mengatakan, Sehat dalam posisi tertelungkup. Beberapa bagian tubuh dari muka hingga leher penuh bekas gigitan, tangan kiri tidak ada dan usus keluar dari perut.

Keluarga korban langsung membawa ke Pangkalan Kerinci, pusat pemerintahan Pelalawan. Dokter melakukan visum.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, mengaku baru terima laporan, 20 Agustus, setelah korban dimakamkan. Selanjutnya, balai konservasi itu turunkan tim enam orang ke lokasi.

Mereka kumpulkan informasi dan pasang kamera pengintai untuk identifikasi kucing besar itu. Tim juga menyisir tempat kejadian dan meninjau barak.

“Informasinya, tempat itu sempat tak dihuni empat tahun belakangan. Jika dilihat dari jejak dan kotoran, harimau sering melintasi areal sekitar barak,” Genman S Hasibuan, Kepala BBKSDA Riau, dalam rilis yang diterima Mongabay, 21 Agustus.

Tim BBKSDA Riau menyempatkan melayat ke rumah duka dan menyampaikan bela sungkawa. Selanjutnya, berkoordinasi dengan aparat pemerintah daerah, kepolisian dan pihak terkait juga mengimbau masyarakat menghentikan aktivitas sementara waktu di sekitar lokasi kejadian.

Bagi pekerja dilarang berkegiatan pada petang maupun jelang pagi, saat harimau berkeliaran. Juga melakukan aktivitas tak seorang diri atau sedikit orang.

Tim BBKSDA Riau akan memasang kandang perangkap harimau sembari tetap patroli dan pendampingan di lokasi kejadian.

 

Baca juga: Konflik Satwa Manusia Telan Korban Lagi, Warga Tapanuli Tewas Kena Terkam Harimau

Proses pencarian Sehat, buruh perusahaan HTI yang kena terkam harimau. Foto: BBKSDA Riau

 

Andri Hansen Siregar, Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau bilang, menunggu hasil mitigasi untuk menentukan langkah berikutnya.

“Rencana evakuasi atau tidak itu tergantung mitigasi dari lapangan. Karena tidak mesti semua harimau berkonflik dengan manusia harus dievakuasi. Apalagi lokasi kejadian di habitatnya. Perlu pertimbangan matang, dari sisi teknis maupun ilmiah,” kata Andri, melalui aplikasi perpesanan, 22 Agustus.

BBKSDA Riau menyebut, desa tempat Sehat diterkam harimau bersebelahan dengan Kampung Teluk Lanus, Kecamatan Sungai Apit, Siak. Pada 29 Agustus 2021, Malta Akfarel, remaja 16 tahun meninggal kena gigit harimau. Dia bekerja di perkebunan sawit, PT Uniseraya. Kejadian hari dan baru ditemukan keesokan hari.

Hampir setengah bulan setelah kejadian itu, BBKSDA Riau mengevakuasi harimau ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya (PRHSD), Sumatera Barat, milik Yayasan Arsari Djojohadikusumo. Ketika terperangkap dalam kandang jebak, kaki depan sebelah kanan harimau membengkak, jaringan membusuk dan dihinggapi belatung.

Harimau yang diberi nama Lanustika, tak lama sembuh dan lepas liar. BBKSDA Riau tak menyebut pelepasan liar, kala itu. Dua minggu sejak pelepasan Lanustika, tepatnya 6 April 2022, kembali ada korban terkaman harimau. Adalah Indra, pria Tasik Tebing Serai, Kecamatan Talang Muandau, Bengkalis. Jasad ditemukan setelah satu hari tak pulang ke rumah sejak berpamitan dengan istri untuk bersihkan ladang. Kepala terpisah dari tubuh, sekitar dua meter. Pundak juga terkoyak kena bekas cakaran kuku harimau.

Belum ada informasi dari BBSKDA Riau untuk memastikan harimau yang menyerang Indra. Yang jelas, sejak Indra tewas, harimau sempat berkali-kali muncul di hadapan manusia dan memangsa hewan ternak. Sempat upaya evakuasi dengan memasang sejumlah perangkap.

Kematian Sehat menambah korban konflik harimau Sumatera dan manusia di Riau. Dalam tahun ini sudah ada tiga orang.

Sebelum Indra, korban pertama Tugiat, operator chainsaw rekanan PT Satria Perkasa Agung di Desa Pulau Muda, bersebelahan dengan Peranap Timber.

Besta Junandi Nduru, Manager Kampanye Perkumpulan Elang mendesak, perbaikan tata kelola HTI untuk mitigasi dan menghindari kejadian berulang.

“Ada konflik harimau dan manusia berarti ada persoalan di sana yang harus direspon pemerintah. Perlu pemulihan habitat atau wilayah jelajah harimau,” katanya.

Terlebih kejadian dalam kawasan HTI, katanya, seharusnya perusahaan bertanggungjawab dan jadikan areal konsesi itu kawasan konservasi. “Jangan sampai mengorbankan pekerja untuk operasi bisnis.”

 

Taman Nasional Zamrud dari udara, Siak Sri Indrapura. Salah satu kawasan konservasi di Semenanjung Kampar. Foto: Perkumpulan Elang

 

Selamatkan hutan alam

Semenanjung Kampar, lokasi konflik merupakan ekosistem hutan rawa gambut dan mangrove terluas di Riau. Luas membentang sekitar 743.000 hektar d dua kabupaten, Siak dan Pelalawan.

Dibelah Sungai Kampar, bersebarangan dengan bentangan alam Suaka Margasatwa yang juga rumah harimau Sumatera.

Dalam Semenanjung Kampar, ada tiga suaka margatsawa, Tasik Belat, Tasik Metas dan Tasik Serkap. Ada juga Taman Nasional Zamrud. Hutan alam ini menyimpan keragaman hayati dan satwa endemik yang terancam punah.

Setidaknya, ada 44 spesies langka hidup di wilayah dengan ketebalan gambut lebih tujuh meter ini.

Hanya saja, bentangan alam ini terancam rusak karena terbebani puluhan perizinan pemanfaatan hutan kayu. Mayoritas konsesi dikuasai Asia Pacific Resources International Holding Limited (April) Grup.

Kelompok usaha yang berinduk ke Royal Golden Eagle (RGE) itu juga menguasai izin untuk restorasi ekosistem. Salah satunya, PT Sinar Mutiara Nusantara (SMN), bersebelahan dengan Peranap Timber.

Cerita mengenai izin restorasi ekosistem April Grup, tidak hanya kali ini harimau terancam di dalamnya. Dua tahun lalu, 24 Maret 2019, satu harimau jantan berusia tiga tahun terjerat di areal PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN). Harimau yang diberi nama Inung Rio ini mati setelah dirawat beberapa hari di PRHSD.

Satu tahun kemudian, kejadian serupa kembali terjadi di sekitar lokasi sama. Kali ini, harimau betina berumur tiga tahun. Waktu itu, awal pandemi COVID-19, hingga harimau itu diberinama Corina. Nasibnya lebih beruntung. Pengobatan dan perawatan di PRHSD membuahkan hasil, Corina kembal ke alamnya, di Semenanjung Kampar 20 Desember 2020.

April Group punya empat Izin usaha restorasi ekosistem di Semenanjung Kampar. Selain SMN dan GCN, ada juga PT Global Alam Nusantara (GAN) dan PT The Best One Unitimber (BOU). Seluruhnya, dikelilingi 11 perusahaan HTI lain juga dari grup itu.

Besta menyebut, pembenahan tata kelola Semenanjung Kampar merupakan upaya penyelamatan satwa yang kian terancam dengan pendekatan restorasi dan pemulihan ekosistem. Langkah itu dia nilai turut mendukung upaya pemerintah mengendalikan perubahan iklim.

“Hutan alam tersisa cukup luas dan harus dipertahankan. Yang rusak harus dipulihkan. Kita dorong Semenanjung Kampar jadi kontribusi Riau mendukung program pemerintah mengatasi perubahan iklim,” katanya, 22 Agustus.

Besta mengatakan, upaya ini perlu sejalan dengan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Caranya, mendorong percepatan izin perhutanan sosial pada masyarakat sekitar yang belum memiliki hak lahan.

Harimau Sumatera yang selalu diburu, rumah mereka pun terus tergerus. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

*******

Exit mobile version