- Kegiatan konservasi di kawasan perairan Raja Ampat di Provinsi Papua Barat, selalu menghadapi tantangan kompleks. Penyebabnya, karena kawasan perairan tersebut menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat kaya
- Ada dua kawasan konservasi di wilayah kepala burung pulau Papua tersebut. Keduanya juga baru berganti status dari Suaka Alam Perairan (SAP) menjadi Taman yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 32 Tahun 2022
- Pergantian tersebut didasarkan pada pertimbangan utama, yaitu Peraturan Menteri KP Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi yang mengubah terminologi tipe kawasan konservasi
- Selain faktor regulasi, perubahan juga dilakukan karena luasan kawasan konservasi mengalami perubahan, terutama Waigeo Sebelah Barat dan Laut Sekitarnya. Karena itu, saat ini sedang disusun dokumen untuk pengelolaan di dua kawasan tersebut, agar lebih tertib dan tertata baik
Dua kawasan konservasi nasional yang ada di wilayah Provinsi Papua Barat mengalami perubahan status dari Suaka Alam Perairan (SAP) menjadi Taman. Perubahan status tersebut dilakukan sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi.
Merujuk pada peraturan tersebut, setiap kawasan konservasi yang fokus objeknya lebih dari satu, maka harus diubah menjadi Taman. Dengan demikian, semua SAP yang ada saat ini akan mengikuti penyesuaian tersebut secara bertahap.
Dua kawasan yang dimaksud, adalah Waigeo Sebelah Barat dan laut di sekitarnya; dan Kepulauan Raja Ampat dan Laut Sekitarnya. Keduanya diubah secara resmi melalui Kepmen KP Nomor 32 Tahun 2022 tentang Kawasan Konservasi Kepulauan Waigeo Sebelah Barat dan Laut Sekitarnya dan Kawasan Konservasi Kepulauan Raja Ampat dan Laut Sekitarnya di Provinsi Papua Barat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Gustaaf Manoppo membenarkan perubahan status tersebut. Dia mengucapkan penegasannya itu kepada Mongabay Indonesia, Kamis (25/8/2022).
Dia bilang, setelah penetapan dua kawasan konservasi nasional tersebut menjadi Taman, saat ini KKP sedang fokus menyusun dokumen rencana pengelolaan dua kawasan tersebut untuk mengakomodir strategi tata kelola, perlindungan, dan pelestarian laguna Wayag.
Laguna tersebut secara geografis ada di dalam Taman Kepulauan Waigeo Sebelah Barat dan Laut Sekitarnya dan sampai saat ini masih menjadi laguna pertama yang ada di dunia yang berfungsi sebagai habitat pembesaran ikan Pari Manta karang.
baca : Raja Ampat, Antara Kekayaan Laut dan Ancaman pada Ragam Hayati
Dia menyebut kalau penetapan dua kawasan konservasi tersebut menjadi Taman, sebagai penegas bentuk komitmen dari Pemerintah Indonesia. Juga, sebagai upaya untuk melestarikan kawasan yang sangat penting bagi sumber daya alam laut yang ada di sana.
Perubahan status tersebut, disebutkan Victor Gustaaf Manoppo sebagai bagian dari rencana pengembangan ekowisata Pari Manta yang berkelanjutan. Prinsip itu diadopsi, agar kegiatan ekowisata tetap memperhatikan kesehatan ekosistem kelautan.
“Dan mengedepankan ekologi laut sebagai panglima, guna mendorong terwujudnya ekonomi biru di Indonesia,” ucap dia.
Di hari yang sama, Plt. Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Firdaus Agung menjelaskan tentang perubahan status dua kawasan konservasi nasional tersebut. Menurut dia, satu-satunya pertimbangan untuk diubah, adalah karena Permen KP 31/2020.
Merujuk pada peraturan tersebut, ada perubahan terminologi tentang suaka dan taman, berbeda dengan peraturan sebelumnya digunakan untuk penetapan tipe kawasan konservasi. Aturan tersebut tidak lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007.
Kehadiran Permen KP 31/2020 tersebut mewajibkan semua kawasan konservasi nasional yang sudah ada harus melakukan penyesuaian. Itu kenapa, dua kawasan konservasi nasional di Papua Barat juga mengalami perubahan dan ditetapkan melalui Kepmen KP 32/2022.
Perubahan tersebut, berkaitan dengan fokus pengelolaan konservasi yang targetnya lebih dari satu objek. Fokus tersebut berlaku pada dua kawasan konservasi yang mengalami perubahan, di Kepulauan Waigeo Sebelah Barat dan Laut Sekitarnya, serta Kepulauan Raja Ampat dan Laut Sekitarnya.
baca juga : Tertinggi Jenisnya di Dunia, Bagaimana Kesehatan Karang di Perairan Raja Ampat?
Di Waigeo, target konservasi mencakup sumber daya dengan menjaga ketersediaan sumber daya ikan dan pengelolaan terumbu karang yang lestari. Kemudian, target sosial budaya dan ekonomi dengan menjadikan kawasan konservasi sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Sementara, untuk target konservasi di Kepulauan Raja Ampat dan Laut Sekitarnya, adalah perlindungan ekosistem karang dan lamun, dengan luasan perlindungan mencapai 10 persen dari total luas ekosistem karang dan lamun yang ada di dalam kawasan konservasi.
Firdaus Agung memastikan, walau terjadi perubahan status pada dua kawasan konservasi nasional tersebut, namun tidak akan perubahan dalam pengelolaan yang signifikan. Semua itu akan tetap dikendalikan oleh manajemen konservasi.
Karena itu, dia mengingatkan kepada semua pihak yang peduli untuk tidak perlu merasa khawatir terhadap perubahan tersebut. Pasalnya, walau akan ada pengembangan ekowisata Pari Manta, namun itu tetap akan dikendalikan dengan landasan konservasi yang kuat.
Selain mengikuti Permen KP 31/2020, perubahan juga dilakukan melalui penetapan Kepmen KP 32/2022, juga karena luasan dua kawasan konservasi di Raja Ampat juga mengalami perubahan. Di Waigeo, luasnya bertambah dari 267.209,16 ha menjadi 271.630 hektare. Sementara, di Raja Ampat dan sekitarnya, luasnya tetap sama 57.875,75 ha.
baca juga : Tak Hanya Indah, Wayag di Raja Ampat Juga Favorit Pari Manta
Diketahui, Kabupaten Raja Ampat sudah lama menjadi surga bagi para pecinta kegiatan alam di laut ataupun pesisir pantai. Daerah yang letak di peta ada di atas kepala burung pulau Papua itu, menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat kaya.
Tak heran, secara perlahan kabupaten tersebut terus mengalami peningkatan popularitas sebagai destinasi pariwisata perairan. Bukan hanya itu, kekayaan sumber daya alam yang sangat berlimpah menjadikan Raja Ampat juga sebagai lokasi favorit untuk penelitian ilmiah.
Sebelum menjadi Taman, dua kawasan konservasi nasional di sana berstatus Suaka Alam Perairan (SAP) yang merujuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 junto UU 45/2009 tentang Perikanan. SAP sendiri adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya.
Dengan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, penghargaan internasional diberikan kepada kawasan konservasi Raja Ampat. Penghargaan bergengsi itu adalah Blue Park Awards tingkat emas dari Marine Conservation Institute yang diberikan pada 1 Juli 2022 lalu.
Penghargaan tersebut diberikan pada rangkaian Konferensi Kelautan Dunia Kedua (The 2nd Oceans Conference/UNOC) yang berlangsung di Lisbon, Portugal. Anugerah tersebut diberikan, karena Indonesia dinilai berhasil luar biasa dalam mengelola kawasan konservasi di kepulauan Raja Ampat secara efektif.
baca juga : Sasi, Konservasi Berbasis Kearifan Lokal Di Raja Ampat
Ekosistem Penting
Lebih jauh tentang konservasi nasional di Raja Ampat, Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Imam Fauzi memberikan penjelasannya. Dia mengatakan bahwa Laguna Wayag merupakan salah satu ekosistem penting kawasan konservasi Waigeo Sebelah Barat.
Dia menyebutkan ada temuan para pakar dan peneliti yang sudah dijabarkan secara rinci dalam sebuah artikel ilmiah dan dipublikasikan pada jurnal akses terbuka Frontiers in Marine Science. Melalui tulisan itu, pemahaman tentang pentingnya laguna Wayag mengalami peningkatan signifikan.
“Kami bertindak cepat untuk merumuskan strategi pengelolaan yang lebih baik guna meningkatkan perlindungan daerah pembesaran pari manta dan memastikan kelangsungan hidup juvenil pari manta karang yang tinggal di laguna Wayag,” ungkap dia.
Dia memaaparkan, dalam dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi Waigeo Sebelah Barat yang saat ini sedang proses reviu, area-area di laguna utama Wayag akan dijadikan sebagai zona inti dengan akses yang sangat terbatas.
Kemudian, area lainnya yang ada di laguna tersebut juga secara khusus akan direkomendasikan dan dirancang sebagai daerah pembesaran Pari Manta agar perlindungan terhadap juvenil ikan tersebut dan habitat pembesarannya bisa terjaga dengan baik.
Imam Fauzi menambahkan, selain sebagai habitat pembesaran untuk Pari Manta, laguna Wayag juga menjadi destinasi wisata perairan yang sangat populer saat ini. Dengan demikian, keberadaan laguna menjadi sangat penting karena bisa menjaga fungsi ekologi.
“Fungsi itu melalui pelindungan ekosistem dan biota penting, dan fungsi ekonomi dari kawasan ini bagi pelaku wisata dan masyarakat adat,” beber dia.
baca juga : Inilah Surga Laut Raja Ampat yang Tersembunyi
Bird’s Head Seascape Senior Manager Yayasan Konservasi Alam Nasional (YKAN) Lucas Rumetna kepada Mongabay menjabarkan bahwa kehadiran kawasan konservasi di Papua Barat, khususnya Raja Ampat, menjadi sangat penting.
Pasalnya, tanpa kehadiran kawasan konservasi, pemanfaatan sumber daya alam yang ada di darat dan laut menjadi tak terkendali. Bahkan, sebelum ada kawasan konservasi, pemanfaatannya cenderung eksploitatif dan dilakukan dengan cara merusak.
Hanya saja, dia mengingatkan kalau pengelolaan kawasan konservasi nasional sebaiknya dilakukan secara penuh agar hasilnya juga maksimal. Namun, itu semua kembali pada kemampuan pendanaan dari Negara dalam melaksanakan pengelolaan.
Saat melaksanakan pengelolaan untuk kawasan konservasi, Lucas Rumetna menyebut kalau bukan sekedar pengawasan kawasan saja yang harus dilakukan. Namun, harus ada juga kegiatan lain yang berhubungan dengan pendidikan, ekonomi, dan penyadaran masyarakat sekitar.
“Tetapi, itu pasti memerlukan dana yang sangat besar, karena kegiatannya sangat kompleks. Jika itu tidak bisa didanai penuh oleh Pemerintah, maka harus ada mitra yang mau ikut bergabung dalam pengelolaan tersebut,” tutur dia.
Hal lain yang juga harus diperhatikan, dalam melaksanakan pengawasan juga pasti akan memerlukan dana besar, karena dalam praktiknya harus menggunakan transportasi air. Dengan jarak yang berjauhan antar kampung, itu pasti akan memerlukan bahan bakar minyak (BBM) yang besar.
“Itu berarti, untuk pengawasan saja biayanya juga besar,” sambung dia.
Mengingat pembiayaan yang tidak sedikit, dia berpendapat kalau Pemerintah pasti sudah mempertimbangkan skenario seperti apa yang paling tepat dan bijak untuk diterapkan pada pengelolaan kawasan konservasi nasional, seperti di Raja Ampat.
Jika memang memungkinkan, maka pengelolaan bisa dilakukan dengan konsep maksimal yang mencakup banyak kegiatan lain di luar kegiatan utama, yaitu pengawasan. Namun, jika tidak memungkinkan, maka pengelolaan harus dilakukan dengan minimal.
“Di Raja Ampat, prioritas adalah melakukan pengawasan. Utamanya dari ancaman kegiatan negatif seperti IUUF, pengeboman dengan menggunakan potasium,” tegas dia.
Kesempatan berbeda, Program Manager Raja Ampat Yayasan Konservasi Indonesia Kristian Thebu menyebut kalau ancaman yang sedang dihadapi oleh kawasan konservasi di Raja Ampat, bukan hanya kegiatan IUUF, atau pengeboman saja.
Namun, ancaman nyata yang sedang dihadapi sekarang adalah upaya introduksi untuk pengembangan pulau menjadi lokasi pertambangan nikel. Upaya tersebut saat ini sudah masuk dengan cara membujuk masyarakat adat untuk bisa menerima.
Dengan iming-iming uang, upaya introduksi tersebut terus berjalan, walau mayoritas ada yang menyatakan penolakannya. Mereka khawatir, jika pulau ada yang diubah menjadi area tambang, maka dampak negatifnya bisa dalam waktu yang panjang.
“Saya yakinkan mereka bahwa kita harus bertahan, karena Pemerintah juga perhatian. Jika bertahan, hasilnya juga akan lebih baik, karena untuk waktu jangka panjang,” ucap pria yang juga menjadi Ketua Dewan Adat Suku Maya Raja Ampat itu saat dihubungi Mongabay dari Jakarta.
Kekhawatiran dia dan warga yang peduli jika kegiatan tambang masuk ke Raja Ampat, bukan saja wilayah darat yang mengalami kerusakan untuk waktu yang panjang. Lebih dari itu, wilayah laut juga pasti akan terkena dampak negatifnya.
Makanya, Kristian Thebut meyakini jika kegiatan tambang memang tidak boleh masuk dan beroperasi di Raja Ampat. Dia dan warga ada berharap kalau Pemerintah Indonesia bisa mendukung itu dan melarangnya dalam bentuk apa pun.
Plt Direktur KKHL KKP Firdaus Agung yang dikonfirmasi langsung, menjanjikan bahwa kawasan konservasi nasional di Raja Ampat dan di provinsi lain akan bebas dari kegiatan tambang dalam bentuk apa pun.
“(Kegiatan) pertambangan di kawasan konservasi, itu tidak boleh. Dilarang,” tegas dia.
Seperti diketahui, kawasan konservasi perairan memang menjadi salah satu strategi andalan Indonesia dalam upaya memulihkan ekosistem kelautan dan perairan. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono selalu menyebutnya dalam berbagai forum dunia.
Melalui strategi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pusat ekonomi baru berbasis pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan ekonomi dan ekologi bisa berjalan berdampingan.