Mongabay.co.id

Cerita Masyarakat Karangtengah Mandiri Energi dari Aliran Sungai

 

 

 

 

Masyarakat Karangtengah, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sudah bisa penuhi energi dari memanfaatkan aliran sungai desa. Mereka tak perlu lagi mengharapkan PLN masuk menerangi desa. Kini, tak hanya penerangan, masyarakat bisa mandiri penuhi berbagai keperluan energi mereka.

Narto, petani Desa Karangtengah, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tak menyangka akan menjadi operator pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH). Sebagai petani, Narto tak punya pengalaman mengoperasikan pembangkit yang digerakkan oleh aliran air dari sungai ini.

“Awalnya awam, lalu saya tanya teman-teman yang tahu. Rupanya cukup sederhana,” katanya.

Kini, sekali dua minggu Narto bertugas memeriksa mesin turbin memastikan debit air sungai mampu mengalirkan listrik ke 75 rumah di Desa Karangtengah.

Sebelum ada PLTMH, warga desa pakai kincir air untuk menerangi rumah. Satu kincir dengan daya sekitar 50 watt hanya cukup melistriki dua rumah. Itupun hanya untuk penerangan. Kincir yang terbuat dari bambu seringkali rusak atau terbawa aliran sungai saat deras.

Hingga pada 2015 Komando Distrik Militer (Kodim) Purwokerto bekerjasama dengan PT Indonesia Power membangun PLTMH offgrid yang tak tersambung ke PLN.

Sebetulnya, kata Narto, pada 2010 warga pernah meminta kepada PLN agar menyambung listrik ke Karangtengah. Karena dinilai kurang permintaan dan lokasi rumah di desa yang masih terpencar-pencar, PLN menolak masuk.

 

Ilustrasi. Air sebagai sumber tenaga listrik. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Meski begitu, kini mereka bisa nikmati listrik tanpa PLN masuk. Sekitar tujuh tahun terakhir warga bisa menikmati listrik dengan kapasitas 15 kilowatt. Mula-mula untuk 44 rumah, kemudian tiap tahun bertambah.

Operasional dan pemeliharaan PLTMH murni dari masyarakat. Setiap bulan warga mengumpulkan iuran berdasarkan pemakaian dengan tarif Rp500 per kwh. Iuran terkumpul Rp2 juta setiap bulan untuk honor operator, biaya pemeliharaan dan sewa tanah. PLTMH ini berdiri di tanah warga dengan sewa Rp2,5 juta pertahun.

Rumah Narto baru ikut teraliri listrik pada 2020. Meski baru dua tahun, Narto bilang masuk listrik dari energi bersih ini mengubah hidupnya.

Semula Narto dan istri hanya mengandalkan pencaharian dari pertanian. Sejak listrik masuk ke rumah dengan akses berkualitas, menyala 24 jam, mereka mulai membuka usaha rumahan. Rumah yang semula hanya punya lampu bohlam kini dilengkapi penanak nasi listrik, kulkas dan Wi-Fi.

Selain membuka warung kecil di rumah, Narto juga menyediakan jasa sewa internet. Saat pandemi, usaha ini laris terutama untuk anak-anak yang harus sekolah secara daring.

“Mereka bisa men-cas (mengisi daya) handphone juga untuk belajar,” kata Narto.

Lokasi PLTMH Cilongok berada dekat dengan sejumlah tempat wisata di Karangtengah. Desa ini merupakan desa wisata rintisan sesuai dengan SK Bupati Banyumas pada 2019. Dengan ada PLTMH ini, Pemerintah Desa Karangtengah berharap lokasi ini bisa menjadi wisata edukasi bagi pelajar mengenai pemanfaatan energi bersih dan berkelanjutan sesuai potensi yang ada di desa.

 

Ilustrasi. Aliran sungai sebagai sumber enerfi air. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Karyoto, Kepala Desa Karantengah, mengatakan, PLTMH ini wujud kemandirian energi. Masyarakat bersama menjaga hutan agar debit air terjaga. Masyarakat juga bekerja sama mengelola pembangkit ini karena merasakan langsung manfaatnya.

“Terutama untuk keperluan rumah tangga dan menunjang kegiatan perekonomian,” katanya.

Lokasi PLTMH yang dekat dengan objek wisata juga dimanfaatkan warga untuk menggerakkan kegiatan penunjang pariwisata seperti penerangan jalan dan melistriki warung.

“Sekarang ada yang usaha bikin es. Tukang kayu yang biasa manual sekarang bisa pakai listrik,” katanya.

Saat ini, katanya, kendala PLTMH ini adalah lokasi di lahan milik warga. Dia berharap, tahun depan pemerintah desa bisa membeli lahan ini agar bisa menjamin PLTMH terus beroperasi tanpa harus tersambung dengan PLN.

“Mohon maaf kami memang belum siap menerima PLN di sini,” katanya.

 

Kawasan sekitar pembangkit mitro hidro Karangtengah. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia

 

Selain karena khawatir PLTMH akan terbengkalai, Karyoto takut tarif listrik PLN akan memberatkan warga.

Jawa Tengah, termasuk daerah kaya potensi air. Bauran energi air Jawa Tengah pada 2020, 3.632 megawatt. Tahun 2021, PLN UID Jateng dan Yogyakarta mencatat hingga 2020 kapasitas energi terbarukan terpasang 7.947 megawatt dengan PLTMH 467 megawatt atau sekitar 6%. Tahun ini, kapasitas pembangkit energi terbarukan ditargetkan meningkat 200 megawatt.

Marlistya Citraningrum, Program Manager Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan, bentuk demokrasi energi dengan energi terbarukan bisa dengan pemanfaatan PLTMH.

“Indonesia memiliki banyak aliran sungai. Aliran sungai ini bisa dimanfaatkan untuk PLTMH dengan atau tanpa memodifikasi alirannya. Kapasitasnya bisa bervariasi, dari ukuran puluhan kilowatt hingga puluhan megawatt,” katanya.

Desa yang sulit atau lama terjangkau jaringan PLN dan memiliki aliran sungai yang baik, bisa menggunakan PLTMH sebagai sumber listrik.

“Praktik pengelolaan swadaya dan bersama menjadi kunci untuk keberlanjutan fasilitas dan pemanfaatannya. Jadi, tak hanya menerima manfaat, masyarakat dan pihak sekitar juga berperan aktif.”

 

Narto, saat berada di onstalasi mikro hidro Desa Karangtengah.Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia

 

******

Exit mobile version