Mongabay.co.id

Hutan Merdeka, Rayakan Nasionalisme dengan Tanam Mangrove

 

Seratusan generasi muda dari berbagai organisasi dan komunitas di Kota Makassar dan sekitarnya merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 dengan melakukan penanaman mangrove di lahan seluas 0,2 hektar di kawasan wisata mangrove Lantebung, Makassar, Minggu (21/8/2022).

Kegiatan tanam mangrove ini adalah rangkaian dari kegiatan bertajuk perkemahan Hutan Merdeka yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Lantebung (Ikal), yang diikuti oleh 168 peserta, belum termasuk warga sekitar. Selain tanam mangrove, mereka juga melakukan kegiatan lainnya berupa bersih pantai, pembibitan, diskusi, lapak buku dan serangkaian perlombaan.

“Kami lakukan kegiatan ini di hari kemerdekaan menyimbolkan jiwa-jiwa yang merdeka, juga dengan harapan bahwa dengan hutan mangrove pun anak muda juga bisa merdeka, baik dalam berekspresi, mendapatkan hak hidup yang layak serta kesetaraan sesama makhluk hidup untuk sama-sama bertahan melawan pengrusakan mangrove,” ujar Ade Saskia Ramadina, salah satu penggagas kegiatan ini.

Kegiatan perkemahan Hutan Merdeka sendiri telah memasuki tahun keempat. Hutan Merdeka pertama dilaksanakan pada 2018 silam dengan peserta 173 orang, lalu Hutan Merdeka kedua dan ketiga diikuti masing-masing sekitar 238 peserta.

Sebagaimana perayaan sebelum-sebelumnya, kegiatan utama Hutan Merdeka tahun ini adalah penanaman mangrove. Untuk tahun ini ditanam 2.000 bibit mangrove jenis Rizhopora apiculata yang bibitnya diambil dari kawasan mangrove Lantebung dan juga dari daerah sekitar wilayah Tallo dan Parangloe, Makassar.

“Kalau dijumlahkan dengan sebelum-sebelumnya selama pelaksanaan Hutan Merdeka kami telah menanam sekitar 7.000 bibit, pada tiga kali perayaan sebelumnya kita telah tanam sekitar 5.000 bibit. Kita berharap ini akan terus bertambah dari tahun ke tahun hingga seluruh kawasan benar-benar telah tertanami,” ungkap Ade.

baca : Kolaborasi Jaga Iklim, Puluhan Komunitas Makassar Tanam Mangrove di Lantebung

 

Penanaman mangrove yang dilakukan oleh seratusan generasi muda dari Makassar dan sekitarnya memperingati hari kemerdekaan ke-77 di kawasan wisata mangrove Lantebung, Makassar, Minggu (21/8/2022). Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan kali ini jauh lebih meriah dan melibatkan banyak warga sekitar, meski dari jumlah peserta berkurang. Ini dinilai sebagai bukti kepedulian masyarakat akan mangrove yang semakin meningkat.

“Tahun ini semakin banyak warga terlibat, bahkan mereka juga bantu dalam menyiapkan bibit. Ada yang namanya Kelompok Tani Mangrove Lantebung yang banyak membantu. Kita senang ada sambutan dan dukungan ini.”

Menurut Ade, kegiatan Hutan Merdeka masih perlu dilakukan hingga masa-masa mendatang karena ancaman atas pengrusakan mangrove masih ada, baik oleh aktivitas swasta ataupun proyek pemerintah seperti pembangunan jalur rel kereta api dan reklamasi.

“Ini semua menjadi ancaman baik bagi keberadaan mangrove maupun bagi ketenteraman warga. Hutan Merdeka tahun ini menjadi istimewa karena semakin banyak orang tua sadar dan memberi izin anak-anaknya untuk terlibat kegiatan ini. Pemerintah juga memberikan dukungan dalam menjaga keberlangsungan mangrove,” tambahnya.

Ia berharap ke depannya akan semakin banyak pihak terlibat berkolaborasi dan tidak sekedar seremonial tetapi menjadi ajang belajar bersama.

“Menanam mangrove adalah bentuk perlawanan juga dari segala tekanan yang ada. Jadi mari melawan dengan menanam.”

baca juga : Ade Saskia Ramadina, Perempuan Muda Penjaga Mangrove di Lantebung

 

Selain melakukan kegiatan tanam mangrove, peserta perkemahan juga melakukan kegiatan bersih-bersih pantai. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Kaitannya dengan perayaan kemerdekaan, menurut Ade, setelah 77 merdeka Indonesia belum sepenuhnya bebas dari penjajahan, di mana Indonesia masih mengalami penjajahan berupa deforestasi yang dipicu oleh kegiatan industri dan kepentingan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.

“Sama halnya dengan kondisi hutan mangrove Lantebung dan sekitarnya telah mengalami kerusakan akibat beralih fungsi sebagai lahan pemukiman dan penebangan mangrove secara ilegal oleh kegiatan industri dan kepentingan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.”

Ia berharap seluruh pihak berkomitmen untuk menjaga agar mangrove yang ada sekarang tidak lagi dikonversi dan hal ini hanya dapat diwujudkan jika tumbuh kesadaran akan pentingnya mangrove ini bagi seluruh pihak.

“Pengelolaan mangrove berbasis masyarakat sangat penting dilakukan di mana masyarakat turut serta dalam mengelola dan menjaga mangrovenya sendiri.”

Menurut Ade, di Kelurahan Bira sendiri, termasuk kawasan wisata Lantebung, tersisa kawasan mangrove seluas 12 Ha yang sebagian besar berasal jenis Avicennia Sp dan Bruguera sp.

“Mengapa ini perlu dijaga, karena mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat besar, baik ditinjau secara fisik, kimia, biologi, ekonomi, bahkan ekowisata. Secara fisik hutan mangrove dapat menjaga garis pantai agar tidak terjadi abrasi, menahan sedimen, tiupan angin, dan menyangga rembesan air laut ke darat. Secara kimia hutan mangrove mampu menghasilkan oksigen dan mengolah limbah agar mengurangi pencemaran terlebih lagi di wilayah Kota Makassar yang pengembangan industri sangat pesat,” jelasnya.

baca juga : Kasus Pengrusakan Mangrove di Lantebung Makassar Terus Diusut, Aktivis Harap Ada Sanksi Pidana

 

Kawasan ekowisata Lantebung, yang merupakan ‘kawasan mangrove terakhir di Kota Makassar, banyak dikunjungi wisatawan di akhir pekan dan hai libur. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Dukungan Perda

Nirwan Dessibali, Direktur Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia menyatakan kegiatan Hutan Merdeka tersebut sebagai bukti nyata besarnya kepedulian generasi muda Lantebung dalam melindungi dan mempertahankan ekosistem mangrovenya yang selama ini telah menjadi laboratorium alam dan sosial.

“Di Lantebung ini kita bisa melihat langsung bagaimana mangrove berperan penting dalam kehidupan masyarakat,” katanya dalam diskusi Hutan Merdeka sehari sebelum penanaman.

Menurutnya, kehadiran hutan mangrove telah terbukti melindungi masyarakat Lantebung dari angin kencang, banjir rob, abrasi dan lainnya.

“Belum lagi nelayan saat ini tidak perlu lagi jauh-jauh untuk menangkap ikan ataupun kepiting. Bahkan kawasan mangrove Lantebung yang dikemas sebagai lokasi ekowisata saat ini sudah dikenal secara luas,” katanya.

Menurutnya, dengan berbagai manfaat yang telah dirasakan langsung oleh masyarakat, maka perlu terus dilakukan upaya perlindungan dan pelestarian. Apalagi alih fungsi lahan terus mengintai setiap saat.

“Pembangunan yang pesat mengarah ke pesisir, konversi lahan juga menjadi tambak masih ditemukan di beberapa lokasi bagian utara Kota Makassar. Belum lagi tumpang tindih kepemilikan lahan.”

Ia berharap inisiasi generasi muda Lantebung ini perlu terus didukung sebagai upaya untuk menguatkan upaya perlindungan dan pelestarian ekosistem di tingkat tapak. Apalagi mangrove di Lantebung adalah benteng terakhir mangrove Kota Makassar yang dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini terus menghilang hingga tersisa 20 persen dari total kawasan mangrove yang pernah ada.

baca juga : Ini Harapan Parapihak dengan Ranperda Pengelolaan Mangrove Sulsel

 

Lantebung adalah kawasan wisata mangrove yang banyak dikunjungi warga di akhir pekan. Kawasan ini menjadi lokasi penanaman mangrove berbagai pihak, termasuk Pemprov, Pemkot, TNI, BUMN, mahasiswa, komunitas , dll. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Dijelaskan Nirwan, di tingkat Sulsel sendiri, kondisinya sama di mana kini hanya tersisa 12.277 Ha kawasan mangrove, jauh berkurang dibanding tahun 1970-an yang pernah masih mencapai 214.000 ha (masih bergabung dengan Sulawesi Barat, jika dipisahkan setidaknya 110.000 ha). Penyebab utama rusaknya hutan mangrove ini, sekitar 62 persen, disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi tambak.

Menurut Nirwan, adanya upaya DPRD Sulsel yang menginisiasi lahirnya perda perlindungan mangrove adalah harapan baru bagi penggiat mangrove di Makassar. Parapihak juga telah memberikan masukan melalui berbagai forum dan diskusi dengan tim penyusun naskah akademik dan isi rancangan peraturan daerah (ranperda).

Nirwan berharap kehadiran perda ini nantinya akan menjadi amunisi baru dalam upaya perlindungan mangrove di Sulsel dengan segala permasalahan dan keterancamannya. Apalagi pemerintah pusat juga telah memberi dukungan, seperti yang disampaikan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, ketika melakukan penanaman mangrove di Maros beberapa waktu lalu.

“Kita berharap kehadiran perda ini nantinya akan betul-betul menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada, termasuk alih fungsi, dan pengelolaan ekowisata yang berkelanjutan. Pemerintah provinsi dan pihak-pihak juga sudah menunjukkan komitmen dengan melakukan penanaman jutaan bibit mangrove dalam dua tahun terakhir. Ini bukti bahwa mangrove telah menjadi concern utama parapihak.”

 

Exit mobile version