Mongabay.co.id

Kala Petugas Sita Puluhan Kg Sisik Trenggiling di Sumut, Lepas Liar Satwa di Yogyakarta

 

 

 

 

Selama Agustus, jajaran penegak hukum di Sumatera Utara, berhasil mengungkap beberapa kasus kejahatan satwa liar. Dari jajaran Polda Sumut menangkap pemburu belangkas, penyidik Gakum KLHK Sumatera juga mengamankan pelaku jaringan perdagangan sisik trenggiling dan lidahnya. Kemudian, Polres Tapanuli Utara mengamankan dua pelaku sisik trenggiling dan paruh rangkong.

Kasus ditangani Dit Polairud Polda Sumut 29 Agustus lalu yang berhasil mengamankan jaringan perdagangan belangkas. Dalam operasi itu polisi mengamankan 180 blangkas dari Ir, warga Medan.

Dia gunakan becak mesin akan jual kepada pengepul dengan tujuan ke luar negeri terutama Thailand dan Tiongkok.

AKBP Herwansyah, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda, Dit Polairud Polda Sumut mengatakan, kasus terbongkar setelah ada informasi masyarakat.

Saat itu, pelaku sedang membawa satwa kepada pengepul di Deli Serdang. Ketika petugas tanya dokumen satwa-satwa dilindungi ini, Irwansyah tak bisa menunjukkan.

 


Atas dasar itu, petugas langsung menangkap dan membawa ke kantor polisi untuk penyidikan lebih lanjut. Pemeriksaan awal, pelaku mengaku mendapatkan satwa saat menjaring ikan. Dari temuan penyidik, itu hanya modus padahal pelaku sengaja memburu satwa jenis belangkas untuk diperdagangkan ilegal.

Pelaku sudah menjalankan bisnis ilegal ini selama dua bulan. Modus dia bilang terkena jaring dan menjual untuk memperbaiki jaring, Padahal, dia diduga bagian dari perdagangan satwa liar ini.

“Kita akan memperketat penjagaan di pintu dan pulau-pulau terdepan Indonesia wilayah Sumut. Upaya pencegahan dan operasi akan terus dilakukan, ” katanya.

Pelaku, katanya, UU Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya (KSDAE) Nomor 5/1990 dengan ancaman penjara selama lima tahun, denda Rp100 juta.

 

Belangkas sitaan Polda Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Sedang belangkas, dalam kondisi menyedihkan. Dari 180 berhasil disita 170 mati, 10 lagi langsung lepas liar ke hutan bakau di perairan Belawan. Belangkas mati sebagian besar dimusnahkan dengan dibakar, ada juga jadi barang bukti untuk proses hukum.

Sementara Balai Gakkum KLHK Sumatera berhasil menangkap dua pelaku penjual sisik dan lidah trenggiling berinisial H dan D pada 19 Agustus 2022 di Kota Medan. Petugas mengamankan 19 kg sisik trenggiling, delapan potong lidah trenggiling yang dikeringkan.

Subhan, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, mengatakan, penyidik Gakkum menetapkan H sebagai tersangka dan ditahan di rutan Polda Sumut, sedang D masih sebagai saksi.

Operasi tangkap tangan ini, katanya, berawal dari informasi masyarakat kalau ada H menawarkan 50 kg sisik trenggiling dan 15 potong lidah trenggiling pada 23 Juli lalu. Balai Gakkum bergerak dan berhasil mengamankan H dan D di Tapanuli. Petugas mengamankan pelaku beserta barang bukti ke Kantor Gakkum di Medan.

 

Polres TapanuliUtara, amankan paruh rangkong gading. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Awal Agustus , kepolisian Polres Tapanuli Utara, juga berhasil menggagalkan upaya transaksi paruh rangkong dan sisik trenggiling. Petugas dari satuan Reskrim Polres Tapanuli Utara mengamankan dua pelaku saat akan transaksi dengan calon pembeli di dua lokasi berbeda. 

Dalam operasi ini petugas mengamankan Le, warga Siborong-borong. Dari tangan pelaku ada 38 kg sisik trenggiling dalam dua goni.

“Para pelaku merupakan jaringan perdagangan internasional satwa dilindungi. Rencana paruh rangkong dan sisik trenggiling akan diselundupkan ke Tiongkok. Kita masih mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan lebih besar.”

Bio Wildlife menilai, perdagangan satwa ilegal di pasar lokal marak salah satu faktor penyebab, perdagangan internasional makin sedikit karena pemeriksaan pintu masuk negara penerima makin ketat.

 

Belangkas sitaan di Polda Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Mempertanyakan status belangkas

Bicara belangkas, merupakan spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999. Bio Wildlife mencatat, sebagian besar pelaku yang diamankan dalam kasus belangkas adalah nelayan kecil yang hanya dimanfaatkan jaringan perdagangan untuk berburu dan memenuhi kuota pesanan dalam skala besar. Sedangkan pelaku-pelaku utama tak tersentuh hukum, Padahal, mereka merupakan pemasok satwa ini ke luar negeri terutama Thailand dan Tiongkok.

Banyak pihak masih mempertanyakan alasan belangkas masuk dalam status dilindungi, karena dalam aturan itu tak ada menyebutkan angka pasti populasi di alam.

Kairi Arif, periset Bio Wildlife mengatakan, di Indonesia tiga jenis belangkas masuk dalam satwa dilindungi belum memenuhi syarat mempunyai populasi kecil, ada penurunan tajam di alam dan daerah penyebaran terbatas (endemik).

Berdasarkan riset mereka, belangkas besar, belangkas tiga duri dan belangkas padi hidup di daerah tropis Asia Selatan dan Tenggara, mendiami pantai berpasir dan berlumpur pada kedalaman sampai 40 meter atau 130 kaki.

Di Indonesia, hampir seluruh pantai memiliki pantai berpasir dan berlumpur, apalagi pantai yang banyak vegetasi mangrove dan muara sungai. Situasi ini, katanya, menghilangkan syarat daerah penyebaran terbatas.

Menurut dia, kalau bicara populasi untuk satu belangkas betina sekitar 500 gram bisa bertelur 4.000-5.000 butir. “Ini menghilangkan syarat penurunan tajam dalam individu dan populasi kecil.”

Dalam pengembangbiakan belangkas, katanya, hampir sama dengan pertumbuhan kepiting. Dalam status CITES ketiga jenis belangkas ini belum masuk dalam daftar Appendix CITES.

Di Malaysia, Singapura dan Thailand, belangkas belum termasuk dilindungi dan konsumsi bebas sebagai makanan.

Kairi  nilai, status perlindungan belangkas ada hal yang ditutupi terkait data dan informasi status perlindungannya.

 

Perburuan trenggiling juga tidak pernah berhenti, menyebabkan populasinya di alam terganggu. Trengiling diburu salah satu untuk dijual sisiknya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Lepas liar satwa di Yogyakarta

Belum lama ini, 16 landak Jawa (Hystrix javanica) diberangkatkan menuju Tlogo Nirmolo, di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Beberapa butir apel impor menemani mereka sebagai kudapan selama perjalanan dalam pet cargo.

Ke-14 landak itu sebelumnya dirawat di Wildlife Rescue Center-Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta, Kulon Progo sejak 29 Maret lalu. Dua landak lain dirawat di Stasiun Flora Fauna Bunder, Playen, Gunungkidul di bulan sama.

Tim Kepolisian Resor Kota Yogyakarta sekitar empat bulan lalu atau pada 29 Maret melakukan penindakan terhadap pengepul satwa dilindungi. Seorang warga Candimulyo, Magelang, dicokok polisi karena kedapatan memelihara dan memperjualbelikan landak Jawa. Sebanyak 14 landak Jawa disita dengan usia satwa berkisar 2-4 tahun.

Dari penggalian informasi pria itu telah memiliki satwa dilindungi sejak empat tahun lalu. Landak-landak itu diperoleh dengan membeli dari pemburu di sekitar rumahnya kisaran harga Rp400.000-Rp500.000.

 

Petugas dan relawan mau melepasliar landak di TN Gunung Merapi. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Landak-landak itu ditangkap dengan jerat, terlihat dari luka di kaki dan kepala. Masyarakat anggap landak hama, hingga jadi buruan dan menambah pendapatan.

Dua landak lainnya sitaan dari Ditreskrimsus Polda Yogyakarta pada Maret lalu. Landak disita dari pelajar yang menjual secara online. Penyidikan dihentikan melalui restoratif justice 22 Agustus lalu karena pelaku masih di bawah umur.

Muhammad Wahyudi, Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta bilang, banyak satwa dijual online.

“Sedih karena Jogja ini kota pelajar, malah pelajar yang melakukan perdagangan online.”

 

Landak jawa/Hystrix javanica. Sumber: Wikimedia Commons/Ragunan Zoo, Jakarta, Indonesia/Domain Umum/Sakurai Midori

 

Habitat landak

Tlogo Nirmolo merupakan obyek wisata di TNGM. Tempat ini menawarkan pesona alam perbukitan dan jalur tracking ke puncak Plawangan, lima km dari puncak Merapi.

Ada sumber air alami untuk pemandian di kawasan ini. Karena erupsi 2010, mata air tertutup. Ada goa Jepang yang pernah menjadi persembunyian tentara Jepang pada Perang Dunia II.

Tarko Sudiarno, Ketua Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta menerangkan, pelepasliaran landak ke TNGM setelah keluar keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Selama menunggu, landak-landak ini menjalani cek kesehatan, perilaku, termasuk diambil sampel darah.

“Landak cocok di Merapi karena memang habitatnya. Menurut pelaku, mereka mendapatkan landak di sekitar lereng Merapi.”

Husni Pramono, Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pengelolaan TNGM mengatakan, pilihan TNGM sebagai tempat pelepasliaran landak Jawa sangat pas. “Di sini memang habitat satwa itu.”

Husni berharap, kelestarian kawasan Gunung Merapi bisa membuat landak Jawa nyaman dan tidak turun ke lahan pertanian masyarakat sekitar TNGM.

 

Pelepasliaran landak Jawa di Bukit Plawangan. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

*******

 

 

Exit mobile version