Mongabay.co.id

Kesehatan dan Perluasan Kandang, Prioritas Gajah Sumatera di Kebun Binatang Surabaya

 

 

Kebun Binatang Surabaya [KBS] merupakan lembaga konservasi ex-situ di Indonesia. Fungsinya,  merawat dan mengembangbiakkan berbagai jenis satwa, sesuai ketentuan yang berlaku, untuk kesejahteraan satwa.

Kebun binatang yang didirikan 31 Agustus 1916 ini, menempati lahan seluas 15 hektar di pusat Kota Surabaya. Koleksinya, lebih dari 2.000 satwa hidup, dengan 350 spesies. Gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus], merupakan jenis satwa yang ada di sini.

Gajah sumatera mulai menghuni KBS pada 1989. Koleksi pertama didatangkan dari Way Kambas, Lampung.

“Di awal ada gajah bernama Minggu dan Manis, disusul Doa dan Selvi. Tahap kedua ada Guruh dan Melati. Semua dari Way Kambas,” tutur Dovir, mahout gajah Kebun Binatang Surabaya, baru-baru ini.

Sebelum dibawa ke Surabaya, gajah menjalani proses penjinakan dan penyesuaian di Way Kambas. Saat dibawa ke Surabaya melalui jalur darat, gajah medapat perlakukan khusus agar tubuhnya tetap sehat dan nyaman. Tidak ada perbedaan jauh dari segi cuaca dan kondisi geografis, sehingga adaptasi tidak terlalu sulit dilakukan.

“Butuh waktu sekitar tiga bulan, gajah tersebut mengenal lingkungan barunya,” ucapnya.

Baca: Ada Penghuni Baru di Kebun Binatang Surabaya

 

Gajah sumatera bersama mahout di Kebun Binatang Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Proses pengenalan perlu dilakukan intensif karena perbedaan lingkungan antara in-situ dengan ex-situ. Saat di Way Kambas, gajah hanya berinteraksi satu arah dengan lingkungan. Sedangkan di lembaga konservasi ex-situ, ada banyak satwa dengan jenis dan suara beragam, sehingga dapat menimbulkan reaksi yang tidak dapat diprediksi seperti ketakutan, bingung, serta marah.

Juga, kehadiran pengunjung juga menjadi faktor perubahan perilaku gajah dibandingkan saat berada di in-situ.

“Mahot harus melakukan pendekatan, memahami apa yang dirasakan gajah,” ujarnya.

Dovir menuturkan, dirinya pernah diserang gajah yang dirawat. Pemicunya, bisa karena kenyamanan terganggu, atau keinginan yang tidak terpenuhi.

“Saat itu saya sedang membersihkan kandang, tiba-tiba saya diserang dengan belalai dan kaki. Telinga saya sampai tidak dapat mendengar. Bahkan, saya pernah mendapat lemparan kotoran gajah. Bisa jadi, gajah menanti makanan yang tidak segera diberikan. Padahal, setiap hari ada jadwalnya, pagi dan sore, termasuk waktunya mandi.”

Pendekatan lain yang dilakukan adalah melalui sentuhan. Gajah perlu disentuh seluruh bagian tubuhnya, sembari dipanggil namanya. Bila gajah nyaman dielus keeper, artinya sudah ada keterikatan.

“Gajah juga memiliki jadwa aktivitas bebas, keluar kandang. Kedepan akan dilakukan penambahan luas kandang, sehingga ruang geraknya makin luas,” ujarnya.

Baca: Kantongi Izin Lembaga Konservasi, Kebun Binatang Surabaya Janji Sejahterakan Satwa

 

Kesehatan gajah sumatera di Kebun Binatang Surabaya menjadi prioritas. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Prioritas perluasan kandang

Perluasan kandang gajah, menurut Direktur Utama Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya [PDTS-KBS], Chairul Anwar, menjadi prioritas demi kenyamanan gajah sekaligus keamanan pengunjung.

“Kandang besi di bawah atau sebelah utara akan dipindah, sehingga menjadi ruang lebih terbuka. Tahun depan kita laksanakan,” paparnya.

Program lain, penambahan sepasang gajah baru, atau fresh blood dari lembaga konservasi lain. Gajah-gajah KBS rerata berusia 40-50 tahun. Hanya gajah Gonzales, usia 11 tahun yang produktif.

“Kandang dan infrastruktur sangat penting dalam hal meningkatkan kemampuan gajah, sesuai perilaku aslinya. Makanan, nutrisi, suplemen dan obat-obatan untuk mencegah sakit juga harus disiapkan,” urainya.

Kesiapan infrastruktur dan managemen satwa, menurut Chairul, sangat diperlukan sebelum lembaga konservasi menerima atau mendatangkan satwa baru. Berikutnya, lembaga konservasi menjalani pemeriksaan standar, mulai kandang, fasilitas penunjang, pakan, hingga prosedur keamanan dan kesehatan satwa. Langkah tersebut penting untuk memastikan satwa yang akan masuk ke lembaga konservasi terjamin kesejahteraannya.

“Setelah terpenuhi persyaratan yang diperlukan, lembaga konservasi akan bersurat kepada pemerintah melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam [BBKSDA] di provinsi, yang diteruskan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bila semua terpenuhi, satwa baru dapat masuk ke lembaga konservasi,” paparnya.

Baca: Zoonosis, Virus Corona, dan Perburuan Satwa Liar di Sekitar Kita

 

Selain kesehatan, perluasan kandang gajah sumatera menjadi perhatian utama pihak manajemen Kebun Binatang Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Program kesehatan

Nurali Faisol, dokter hewan di Kebun Binatang Surabaya, menyatakan penyakit yang biasanya diderita gajah di alam dengan yang ada di lembaga konservasi pada dasarnya sama. Adanya program kesehatan  terjadwal, seperti pemeriksaan penyakit berkala serta kontrol pakan, membuat penyakit yang ada jarang ditemukan.

“Biasanya diare. Ini disebabkan perubahan cuaca atau salah makan, tapi tidak sering. Kalau di in-situ biasanya yang ditemukan penyakit karena parasit atau luka hingga tetanus,” terangnya.

Gajah di Kebun Binatang Surabaya, kata Nurali, selalu rutin diperiksa mulai tingkah laku, pakan, feses, hingga kuku. Kuku gajah jangan sampai bermasalah, karena menopang beban tubuhnya yang berat.

Melalui mahot, gajah juga diperiksa mulutnya setiap sore, untuk mengetahui ada tidaknya luka. Laporan harian kesehatan gajah, selalu diterukan online kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam, karena gajah merupakan satwa prioritas.

“Kami lakukan screening pengunjung dengan desinfektan sebagai bagian penerapan bio-security. Pengunjung sudah tersaring. Juga, ada jarak yang cukup antara pengunjung dan satwa, karena zoonosis kan banyak, penyakit bisa ditularkan dari manusia ke satwa atau sebaliknya, harus diantisipasi,” papar Nurali.

 

Gajah sumatera yang ada di Kebun Binatang Surabaya, berasal dari Way Kambas, Lampung. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Pengawasan ketat juga dilakukan di area kandang, terutama saat pengunjung datang. Mahout atau keeper harus memastikan tidak ada benda yang membahayakan satwa, yang diberikan pengunjung sengaja atau tidak.

Imbauan untuk tidak memberi sangat penting disuarakan, sebagai edukasi dan penyadartahuan bagi pengunjung untuk menjaga kelestarian satwa liar.

“Misalkan ada pengunjung mengidap tuberkulosis, lalu melemparkan makanan atau minuman yang sudah dia konsumsi sebelumnya, maka penyakitnya bisa menular ke satwa. Kami terus mengingatkan pengunjung untuk tidak melempar apapun ke kandang, karena berdampak pada kesehatan satwa,” tegas Nurali.

 

Exit mobile version