- Pemerintah Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara [Kaltara] mengevaluasi izin pembangunan Pembangkit Lisrik Tenaga Air [PLTA] Kayan Cascade oleh PT. Kayan Hydro Energy [KHE] di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kaltara.
- PLTA yang digadang-gadang akan menyuplai pasokan listrik ke Ibu Kota Nusantara [IKN] di Sepaku, Kalimantan Timur [Kaltim] ini, terganjal masalah izin dan belum memberikan hak-hak masyarakat terdampak.
- Bupati Bulungan, Syarwani menjelaskan, pihaknya sudah berulang kali mengevaluasi izin PLTA Kayan. Pihaknya juga tidak pernah memegang dokumen perusahaan.
- PLTA Kayan tahap pertama akan menghasilkan listrik 9.000 megawatt, menggunakan sumber daya alam dari aliran Sungai Kayan. Untuk kelancaran produksi, akan dibangun 5 bendungan, masing-masing 5-6 unit turbin. Berikutnya, tahap kedua [1.200 megawatt], tahap ketiga dan keempat [1.800 megawatt], dan tahap kelima sebesar 3.300 megawatt.
Pemerintah Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara [Kaltara] mengevaluasi izin pembangunan Pembangkit Lisrik Tenaga Air [PLTA] Kayan Cascade oleh PT. Kayan Hydro Energy [KHE] di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kaltara.
PLTA yang digadang-gadang akan menyuplai pasokan listrik ke Ibu Kota Nusantara [IKN] di Sepaku, Kalimantan Timur [Kaltim] ini, terganjal masalah izin dan belum memberikan hak-hak masyarakat terdampak.
Bupati Bulungan, Syarwani menjelaskan, pihaknya sudah berulang kali mengevaluasi izin PLTA Kayan. Pasalnya, PT. KHE sudah mengantongi izin 10 tahun, namun pembangunan tidak berjalan.
“Kami belum mendapatkan bukti administrasi. Kami juga tidak pernah memegang dokumen mereka. Bahkan, tidak pernah diperlihatkan,” katanya, Kamis [01/09/2022].
Dijelaskan dia, Pemkab Bulungan mengharapkan percepatan agenda itu. Namun, jika tidak ada progres, pihaknya menolak memberikan izin.
“Realisasi lapangan, katanya sudah ada gudang bahan peledak. Tapi saya belum lihat sampai sekarang,” sebutnya.
Syarwani mengungkapkan, pembangunan PLTA Kayan memerlukan lahan luas. Dua desa di Kecamatan Peso akan direlokasi, Desa Long Peleban dan Long Lejuh, merupakan desa adat Suku Dayak yang dihuni sekitar 700 jiwa.
“Sampai sekarang, perusahaan tidak menyiapkan kawasan baru sebagai wilayah pengganti,” tegasnya.
PLTA Kayan tahap pertama akan menghasilkan listrik 9.000 megawatt, menggunakan sumber daya alam dari aliran Sungai Kayan. Untuk kelancaran produksi, akan dibangun 5 bendungan, masing-masing 5-6 unit turbin.
Berikutnya, tahap kedua [1.200 megawatt], tahap ketiga dan keempat [1.800 megawatt], dan tahap kelima sebesar 3.300 megawatt.
Sebelumnya, pada kongres PKMRI di Samarinda pada Juni 2022, Presiden Jokowi menyebut PLTA Kayan akan menyuplai pasokan listrik ke IKN. Suplai melalui sistem interkoneksi listrik Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Baca: Pembangunan IKN Dimulai, Jokowi: Pemerintah Serius Soal Lingkungan
Efek negatif lingkungan
Direktur Wahana Lingkungan Hidup [Walhi] Kaltim, Yohana Tiko menyebut, pembangunan PLTA akan menimbulkan efek negatif lingkungan hidup. Termasuk, keberlangsungan hidup masyarakat lokal di bagian hulu dan hilir bendungan.
“Ancaman terkait gangguan fungsi hidrologi Sungai Kayan beserta anak sungainya. Baik sisi ekosistem, keanekaragaman hayati, hilangnya hutan lahan basah, pertanian, dan perikanan di hulu hingga hilir yang tidak dapat direstorasi,” katanya, baru-baru ini.
Akibat proyek, lanjut dia, akan ada ratusan masyarakat dipindahkan. Setelah berada di kawasan baru, masyarakat dikhawatirkan mendiami lahan tidak produktif, atau bahkan menyebabkan konflik sosial.
“Nantinya, masyarakat yang direlokasi terpaksa eksodus karena pola pembangunan yang mengadopsi model liberalisasi ekonomi dan energi,” ujarnya.
Tiko juga menyinggung dokumen analisis dampak lingkungan [amdal] PT KHE. Dokumen itu pernah diminta Walhi pada 8 tahun silam. Namun, hingga kini sulit diakses dan tidak terbuka untuk publik.
“Apabila ada aktivitas namun belum memiliki perizinan dan amdal, maka perusahaan melanggar kaidah-kaidah Free, Prior, and Informed Consent [FPIC] karena tidak memberikan informasi transparan,” jelasnya.
Amdal bukan hanya syarat administratif, tapi harus dilihat kompleksitas dampaknya. Kajian tidak hanya meliputi dua desa yang dalam perencanaan ditenggelamkan, lebih luas dari itu. Serta ada analisis risiko kebencanaan.
“Gubernur Provinsi Kaltara dan Bupati Bulungan diharapkan meninjau ulang megaproyek itu,” paparnya.
Tujuan pembangunan adalah terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, bukan merusak permukiman, budaya, adat, dan tatanan ekonomi masyarakat.
“Hentikan saja bila dampaknya melebar, juga tidak berproses sesuai aturan,” tegasnya.
Baca: Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia
Perusahaan klaim pembangunan berjalanan
Direktur Operasional PT. KHE, Khaerony menyatakan, pihaknya sudah bekerja maksimal di lapangan. Bahkan, telah menyelesaikan 60 persen pembangunan jalan.
“Sejauh ini progres lapangan cukup signifikan. Bila dihitung dari perizinan memang cukup lama. Ada kegiatan studi, eksplorasi, dan lain-lain,” katanya.
Sejauh ini, PT. KHE telah melakukan sosialisasi pada masyarakat yang bersinggungan langsung dengan pembangunan PLTA Kayan. Termasuk pada dua desa terdampak.
“Sosialisasi sudh pasti, bahkan ke desa-desa lain. Untuk desa terdekat sudah dilakukan jauh hari,” pungkasnya.