Mongabay.co.id

PTTUN Makassar Kabulkan Banding Perusahaan Sawit, Bupati Sorong Selatan akan Kasasi

 

 

 

 

Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar pada 11 Agustus lalu mengabulkan permohonan banding dua perusahaan sawit untuk membatalkan putusan PTUN Jayapura yang mencabut izin lingkungan mereka. Dua perusahaan sawit ini, PT Persada Utama Agro Mulia (PUA) dan PT Anugerah Sakti Internusa (ASI) melawan Bupati Sorong Selatan. Bupati Sorong Selatan pun akan maju ke kasasi.

Sebelumnya, Samsudin Anggiluli, Bupati Sorong Selatan mencabut izin konsesi dua perusahaan sawit ini. Perusahaan melawan dan gugat ke PTUN Jayapura. Pengadilan menguatkan putusan Bupati Sorong Selatan dan dua perusahaan pun banding ke PTUN Makassar.

Sebelumnya, Hakim PTTUN Makassar juga mengabulkan gugatan banding ketiga perusahaan sawit, yaitu, PT Sorong Agro Sawitindo (SAS), PT Papua Lestari Abadi (PLA) dan PT. Inti Kebun Lestari (IKL) melawan Bupati Sorong. Putusan atas banding SAS dan PLA keluar pada 15 April 2022, dan IKL pada 5 April lalu. Bupati Sorong pun melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan pada 23 Mei dan 7 Juni lalu.

Di Sorong, PLA mendapat izin konsesi di Distrik Segun, SAS di Distrik Segun, Klawak, dan Klamono. Kemudian, IKL di Distrik Salawati, Distrik Klamono dan Distrik Segun. Total luas izin ketiga konsesi mencapai 90.031 hektar.

Sementara di Sorong Selatan, ASI mendapat izin di Distrik Teminabuan dan Konda dan PUA di Distrik Wayer dan Distrik Kais. Total luas konsesi mereka sekitar 62.000 hektar.

Putusan pencabutan izin perusahaan-perusahaan ini berdasarkan rekomendasi hasil evaluasi perizinan sawit di Papua Barat. Hasil evaluasi ini menunjukkan ada 682.000 hektar lahan yang sudah diberikan izin kepada 24 perusahaan banyak merupakan kawasan hutan primer. Dari luasan itu, hanya 70.000 hektar sudah ditanam dan 17.000 hektar yang membayar pajak.

Dari rekomendasi evaluasi ini, Pemerintah Papua Barat mencabut 13 izin perusahaan dan mengurangi luasan tiga perusahaan. Dari 13 perusahaan, lima menggugat ke PTUN Jayapura. Para hakim di PTUN Jayapura menolak. Kelima perusahaan lantas banding ke PTTUN Makassar.

 

Sungai dan hutan di wilayah adat Sorong, Papua Barat. Bupati Sorong mencabut izin perusahaan sawit di wilayah ini dan mengembalikan ke masyarakat adat. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Para hakim PTTUN Makassar menyatakan tak terdapat aturan sanksi pencabutan secara langsung. Pemerintah daerah seharusnya tidak memberikan sanksi terberat berupa pencabutan izin namun terlebih dahulu teguran tertulis kepada perusahaan-perusahaan ini.

Teguran tertulis memberikan kesempatan yang layak kepada ketiga perusahaan untuk memenuhi kewajiban sebagai pemegang izin. Keputusan para bupati ini dinilai bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik khusus pemberian kesempatan yang layak.

Hakim PTTUN Makassar yang mengadili perkara SAS, PLA, dan IKL melawan Bupati Sorong adalah Bambang Priyambodo, Kasim, dan H. Andri Mosepa. Sedangkan yang mengadili perkara PUA dan ASI melawan Bupati Sorong Selatan adalah Fari Rustandi, Bambang Priyambodo, dan Bonnyarti Kala Lande.

Heri Wijayanto, Ketua Tim Evaluasi Perizinan Sawit di Papua Barat kecewa dengan putusan hakim PTTUN Makassar. Pertimbangan hakim tentang pencabutan izin harus sesuai dengan AUPB sudah diperdebatkan di PTUN Jayapura. Hakim PTUN Jayapura sudah memutuskan menolak gugatan itu.

Walaupun saat itu proses pencabutan izin melalui tahapan seperti pendapat hakim PTTUN Makassar, perusahaan-perusahaan itu tetap sulit menjalankan kewajiban dalam IUP karena izin lokasi sudah mati. Ditambah lagi, katanya, dengan penolakan masyarakat adat yang tak mau melepaskan tanah adat.

“Pemerintah melihat lex specialis-nya di IUP. Dalam IUP sudah disampaikan kalau tidak memenuhi semua kewajiban itu, izin dicabut,” kata Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Papua Barat ini.

Heri bilang, Hakim PTTUN Makassar hanya menilai dari norma hukum dan tak mempertimbangkankan persoalan di lapangan sebagaimana yang sudah diungkapkan dalam persidangan di PTUN Jayapura.

“Meskipun perusahaan menang, saya tetap yakin tidak beroperasi karena izin lokasi sudah mati semua karena sudah lebih delapan tahun. Belum lagi kalau melihat SK Menteri Kehutanan terkait pencabutan kawasan hutan.”

Awal Januari 2022, Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan izin kawasan hutan kepada ribuan perusahaan. Ketiga perusahaan ini dalam daftar perusahaan dengan izin dicabut.

 

Tetua adat di Sorong Selatan kuatkan dukungan kepada Samsudin Anggiluli, Bupati Sorong Selatan (baju dinas). .Pemerintah Sorong Selatan, sudah mencabut izin perusahaan sawit di wilayah adat. Foto: dokumen warga

 

Masyarakat adat dukung pemerintah daerah

Silas Kalami, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi menanggapi putusan PTTUN Makassar dan upaya Kasasi Bupati Sorong.

“Kami tetap dukung Bupati Sorong. Kalau pun perusahaan menang, mau bangun di mana? Cari tanah di mana? Itu jadi pertanyaan kami Masyarakat Adat Moi. Kami yang punya tanah. Masyarakat Adat Moi yang punya tanah menolak,” katanya belum lama ini.

Dia merujuk hasil sidang LMA Malamoi pada 14 Oktober 2021. Keputusan sidang itu antara lain, mendukung penuh keputusan Bupati Sorong mencabut izin-izin perkebunan sawit SAS, PLA, dan IKL. Juga menolak kehadiran ketiga perusahaan itu di wilayah adat Moi di Sorong.

“Harapan saya, hakim dalam memutuskan perkara harus melihat pada substansi yang disampaikan pemerintah daerah maupun masyarakat adat. Masyarakat adat tak memberikan persetujuan pelepasan hak tanah adat kepada perusahaan.”

Kalau ada pelepasan hak ulayat, katanya, itu hanya keputusan perorangan, bukan komunal marga.

Olland Abago, Koordinator Relawan Tolak Sawit di Sorong Selatan kecewa dengan putusan hakim di PTTUN Makassar.

“Hakim tidak melihat hutan itu sebagai ruang hidup untuk masyarakat adat. Sedangkan kronologi kasus kedua perusahaan banyak kejanggalan. Tidak ada musyawarah adat, tidak ada pelepasan adat,” katanya, penghujung Agustus lalu.

Sebaliknya, perusahaan “menculik” orang-orang untuk memaksakan penandatangan pelepasan ulayat. Olland bilang, akan terus melakukan aksi-aksi penolakan bersama masyarakat pemilik ulayat.

 

Masyarakat adat di Sorong Selatan, Papua, aksi mendukung Pemerintah Sorong Selatan, yang sudah mencabut izin dua perusahaan sawit di wilayah adat mereka. Foto: dokumen warga

 

Ajukan sahabat peradilan

Guna mendukung Bupati Sorong, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Sorong Raya, Yayasan Pusaka, Walhi Papua, dan Greenpeace mengajukan sahabat peradilan (amicus curiae) ke Mahkamah Agung. Mereka berpendapat, tindakan pencabutan izin oleh Bupati Sorong sudah melalui melalui proses evaluasi mendalam dan melibatkan perusahaan. Ketidakpatuhan dan pelanggaran perusahaan-perusahaan ini bukan pelanggaran biasa hingga sanksi bersifat regresif berupa pencabutan keputusan.

Perkara ini juga memiliki dimensi lebih luas dari sekadar sengketa perizinan perusahaan. Ada kepentingan publik atas keberlanjutan lingkungan dan keanekaragaman hayati di tanah Papua. Hakim Agung diharapkan menerapkan pertimbangan-pertimbangan penyelamatan lingkungan hidup dalam memutus perkara ini.

Hakim juga diharapkan mempertimbangkan penolakan dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat adat. Ada Peraturan Daerah Nomor 10/2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong. Tindakan pencabutan izin adalah upaya perlindungan, pemenuhan, penghormatan hak-hak masyarakat adat yang sebelumnya mengalami pelanggaran.

Kalau Bupati Sorong Selatan kasasi, koalisi ini juga akan mengajukan amicus curiae.

 

protes masyarakat adat di sorong Selatan atas putusan hakim PPTUN Makassar yang mengabulkan banding dua perusahaan sawit. Masyarakat adat mendukung Pemerintah Sorong Selatan, maju kasasi melawan perusahaan sawit itu. Foto: dokumen warga

 

Masyarakat adat protes

Senin 5 September lalu, masyarakat adat di Sorong Selatan aksi dukungan terhadap Pemerintah Sorong Selatan di halaman Kantor Bupati Sorong Selatan di Teminamuan. Aksi ini menyusul Putusan Hakim PTTUN Makassar yang memenangkan banding PAU dan ASI. “Kami mendesak Pemerintah Sorong Selatan segera kasasi ke Mahkamah Agung,” kata Herit Ani, Ketua LMA Suku GEMNA.

Mereka juga mendesak DPRD Sorong Selatan mendukung upaya bupati melindungi tanah dan hutan adat di Sorong Selatan.

Samsudin Anggiluli, Bupati Sorong Selatan hadir dan mendengar langsung pernyataan sikap massa aksi ini. Dalam kesempatan itu, Theo Thesia, Kabag Hukum Pemerintah Sorong Selatan menyatakan, mereka akan ajukan kasasi.

 

 

*******

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version