Mongabay.co.id

Temuan EoF: Pemasok APP Terindikasi Buka Hutan Alam dan Gambut

 

 

 

 

Dugaan itu dikonfirmasi Eyes on the Forest, koalisi antara Walhi Riau, Jikalahari dan WWF Indonesia, sejak awal tahun lalu. Penebangan vegetasi alam dan penanaman akasia di luar konsesi, berdasarkan laporan investigasi yang dibagikan ke Mongabay 9 Agustus lalu.

Hasil pengecekan citra satelit sentinel SWIR dan verifikasi lapangan, Arara menebang hutan alam dan menanam akasia di atasnya, seluas 50 hektar hingga ke luar areal kerja yang masuk dalam konsesi RAPP.

Sekitar lokasi masih ditemukan tumpukan pohon-pohon diameter 15 cm lebih dan sisa tegakan pohon alam di sela-sela tanaman baru itu.

Lokasi temuan EoF merupakan area dengan nilai konservasi tinggi (NKT) I—wilayah yang mempunyai keragaman hayati tinggi. Hal itu terlihat dari jejak kaki gajah Sumatera.

Berdasarkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Gajah, Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2007-2017, konsesi Arara merupakan jalur perlintasan satwa kunci terancam punah itu.

“Pemegang konsesi harusnya ambil tindakan guna mitigasi ancaman terhadap nilai konservasi tinggi. Sementara APP/SMG tidak mengubah operasinya,” tulis laporan itu.

 

 

emuan EoF mengenai pepohonan yang dirobohkan di konsesi PT Arara Abadi. Foto: Eyes on The Forest

 

Dalam artikel Mongabay.com yang terbit 8 Agustus, menyebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum mengumumkan SRAK 2019-2029. SRAK 2007-2017 sudah usang dan harus diperbarui karena populasi gajah Sumatera terus menurun.

Data itu makin diperkuat dalam dokumen rencana tindakan mendesak penyelamatan populasi gajah Sumatera 2020-2023, terbitan KLHK. Populasi gajah menurun 700 sepanjang 2011-2017.

Terjadi kepunahan lokal, bahkan 22 kantong tersisa sebagian besar dalam kondisi kritis. Penurunan luasan habitat gajah tak terlepas dari perebutan ruang dengan manusia untuk pemukiman maupun perkebunan.

Gajah di konsesi Arara berasal dari Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil yang memiliki luas 77.971 hektar dan Bukit Batu 21.677 hektar.

Kawasan itu dikelilingi izin tujuh anak perusahaan APP/SMG. Selain Arara dan SPM, ada PT Balai Kayang Mandiri (BKM), PT Bukit Batu Hutani Alam (BBHA), PT Riau Abadi Lestari (RAL), PT Rimba Mandau Lestari (RML) dan PT Satria Perkasa Agung (SPA).

Luas keseluruhan konsesi APP/SMG di blok GSK mencapai 287.204 hektar. UNESCO tetapkan GSK sebagai cagar biosfer. Areal itu juga rumah bagi harimau Sumatera.

Menurut EoF, kalau Arara tak mengubah model operasi, akan makin banyak konflik satwa liar dengan manusia.

Satu contoh, kejadian minggu terakhir Mei lalu. Satu gajah betina, tengah bunting, mati mengenaskan dalam konsesi PT Riau Abadi Lestari. Hanya menghitung hari, mamalia ini akan melahirkan namun bayi pun tak tertolong. Kuat dugaan, hewan bertubuh tambun itu diracun.

“Faktor tambahan mungkin karena kurangnya perlindungan oleh perusahaan terhadap praktik ilegal dalam konsesi mereka,” sebut laporan itu.

 

Tanaman akasia baru ini terlihat di lahan oembukaan baru oleh PT Sekato Pratama Makmur.. Foto: Eys on The Forest

 

Mengenai insiden itu, APP/SMG pernah memberi pernyataan pada Mongabay, kalau mereka rutin sosialisasi pada warga sekitar cara menghindari konflik dengan satwa liar. Mereka bikin protokol koeksistensi atau keharmonisan hidup antara manusia dan gajah Sumatera sejak 2012, terus diperbaiki kesinambungan sesuai perkembangan teknologi.

Pada konsesi SPM juga EoF temukan penebangan hutan alam pada gambut kedalaman lebih empat meter. Saat verifikasi lapangan, kayu tebangan masih berserakan di areal itu. Seperti di konsesi Arara, di lokasi itu juga ditanami akasia.

Menurut EoF, perluasan areal tanam melanggar PP 57/2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Dampak buruknya, memicu pemanasan global dampak pelepasan emisi gas rumah kaca dari penebangan hutan dan pembukaan lahan gambut tadi.

Dua tahun sebelumnya, koalisi juga menemukan akasia baru di areal kerja perusahaan ini. Padahal, kawasan itu prioritas restorasi pasca kebakaran 2015 mengacu pada peta Badan Restorasi Gambut 2016 dan peta Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut berdasarkan SK 130/2017.

Pemulihan gambut rusak pada konsesi, katanya, merupakan tanggung jawab pemilik. Berdasarkan PP 57/2016 perubahan PP 71/2014 yang dijelaskan EoF dalam laporan itu, Pasal 30 menyebut salah satu cara dengan restorasi. Kalau tidak, dapat kena sanksi administrasi paksaan pemerintah berupa pembekuan hingga pencabutan izin lingkungan.

EoF memberikan enam rekomendasi pada APP/SMG antara lain, menghentikan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan konservasi hutan, dan melindungi populasi satwa liar. Juga, mengumumkan laporan resmi terkait high conservation value (HCV), dan high carbon stock (HCS) seluruh konsesi grup perusahaan.

 

Jejak kaki gajah Sumatera di area bukaan baru PT Arara Abadi. Foto: Eyst on The Forest

 

Keliru?

Melalui siaran pers yang dibagikan Emmy Kuswandari, Global Communications APP/SMG, pada Mongabay, 10 Agustus lalu, induk perusahaan ini membantah. Mereka bilang, tak ada aktivitas penebangan hutan di konsesi pemasok mereka.

Memakai titik koordinat yang dilampirkan EoF, lalu menumpang susun dengan rencana kerja umum (RKU) dan rencana kerja tahunan (RKT), APP/SMG menyatakan lokasi temuan berada dalam area budidaya hutan, tak melanggar batas kawasan lindung dan tak ditemukan mengandung hutan alam.

APP/SMG tak membantah identifikasi EoF tentang areal dengan NKT 1, khusus NKT 1.2 soal spesies hampir punah. Kemudian, NKT 1.3 mengenai habitat populasi spesies dengan penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup.

APP/SMG berkilah, kalau silvikultur boleh kalau tak menganggu nilai konservasi tinggi. Pernyataan itu diyakinkan dengan merujuk jumlah gajah yang stabil. Baru-baru ini, mereka melaporkan 300 gajah terpantau melintasi perkebunan dan konsesi perusahaan.

Meski tidak dipungkiri, konflik satwa liar dengan manusia kerap terjadi di sekitar maupun areal kerja pemasoknya, APP/SMG mengklaim selalu melibatkan mitra di pemerintahan maupun komunitas setempat. Juga, menerapkan langkah-langkah mitigasi mengurangi insiden berulang, seperti operasi antiperburuan, sosialisasi pada pekerja dan masyarakat terkait perlindungan gajah.

ihwal perluasan tanaman akasia di RAPP, APP/SMG mengatakan batas wilayah kerja itu sudah diputuskan jadi bagian dari Arara. Mengenai sebagian areal dikuasai masyarakat, perusahaan menawarkan solusi kemitraan yang disepakati sejak akhir September 2021.

Sanggahan APP/SMG terhadap temuan EoF di konsesi SPM juga sama. Mereka bilang, areal pembukaan baru itu merupakan kawasan produksi yang berbatasan dan tak merambah hutan lindung.

“APP bersama ahli gambut Deltares, telah pemetaan LIDAR yang komprehensif terhadap semua konsesi pemasok, termasuk kawasan perkebunan dan konservasi,” tulis APP/SMG.

Berdasarkan peta itu, area terdampak di SPM tak memiliki kubah gambut kritis. Dengan kata lain, areal itu bisa untuk budidaya.

APP/SMG pun bertekad tak akan mengubah komitmen terhadap kebijakan konservasi hutan.

 

Bekas pembukaan area baru di konsesi PT Sekato Pratama Makmur. Foto: Eyes on The Forest

 

Perusahan klaim, telah melindungi hampir 600.000 hektar lahan konservasi dan 30.000 hektar lahan gambut kritis.

Nursamsu, anggota koalisi, mengatakan, sebenarnya APP/SMG sudah mengakui areal temuan mereka berada dalam kawasan bernilai konservasi tinggi. Namun berkilah masih boleh ditanami sepanjang keragaman hayati tak terganggu.

“Mari tarik logika. Bukti menunjukkan gajah keluar dari habitat. Ada ditemukan mati indikasi keracunan.”

Exit mobile version