Mongabay.co.id

Retha, Perempuan Muda Pioner Pembibitan Bambu di Ngada

 

Jalan semen sejauh sekitar 3 kilometer saban hari dilalui Margaretha Dae (30) menuju lahan pembibitan bambu. Sepeda motor ditaruh di jalan tanjakan selepas hutan bambu.

Lahan pembibitan bambu di Desa Langagedha, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT itu merupakan lahan miring. Berada di daerah lembah yang kerap dilalui air saat hujan. Di atas perbukitan terdapat hamparan pohon Ampupu (Eucalyptus urophylla) berbaris rapi.

Di lahan sepanjang 50 m dan lebar 4 m tersebut ditanam 1.347 bambu pada 27 bedeng. Tinggi bambu yang ditanam ada yang telah mencapai 5 meter lebih.

Satu bedeng yang memanjang dari lembah ke bukit tersebut ditanami 47 bibit sampai 53 bibit bambu jenis petung (Dendrocalamus asper). Bambu jenis ini sejak dahulu tumbuh subur di berbagai wilayah Kabupaten Ngada.

“Semuanya langsung ditanam di tanah setelah disemai di polybag terlebih dahulu. Jarak tanamnya 50 sentimeter antar pohon,” ujar Retha sapaannya saat ditemui Mongabay Indonesia, Rabu (20/7/2022).

Retha katakan, bibit bambu tersebut sudah berumur 4 tahun dan dijadikan kebun bibit. Pada November 2022, bibit bambunya akan diambil untuk ditanami di lahan yang ditentukan.

“Saya menanam di rawa-rawa sehingga cepat tumbuh. Satu rumpun sudah tumbuh 6 hingga 7 anakan bambu yang sudah bisa diambil untuk ditanam lagi,” terangnya.

baca : Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores

 

Bambu petung (Dendrocalamus asper) berusia muda di Desa Langagedha, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT yang belum bisa dipanen. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Awalnya Sering Dicibir

Di Desa Langagedha, masyarakatnya lebih banyak menanam tanaman hortikultura dan kopi. Bambu petung sejak dahulu ditanam nenek moyang dan tumbuh subur hingga kini. Masyarakat menganggap tidak perlu dilakukan pembibitan dan penanaman kembali.

Padahal kata Retha, bambu menjadi kebutuhan untuk membuat rumah, tenda, bale-bale, bangku bahkan kandang ternak.

“Masyarakat bilang kerja apa itu, buat capek saja. Kami pernah uji coba tapi tidak tumbuh tapi saya bilang saya uji coba dulu,” ungkapnya.

Tiap hari Retha rutin menyiram bibit bambu  dan membersihkan gulma. Pemberian pupuk kandang pun dilakukan. Hasilnya, anakan bambu tumbuh subur dan membuat masyarakat desa seakan tidak percaya.

Karena keberhasilannya itu, masyarakat memintanya untuk menanam bambu di lahan gersang di desanya tapi ia masih menunggu informasi dari Yayasan Bambu Lestari (YBL).

Retha pun pernah mengajari lima perempuan di desanya melakukan pembibitan bambu selama 6 bulan. Masyarakat desa kini ada yang mau ikut melakukan pembibitan bambu setelah melihat hasilnya.

“Banyak lahan kritis di desa kami sehingga perlu banyak melakukan penanaman bambu. Kalau kita tidak menanamnya, suatu saat bambu petung sulit diperoleh karena hampir tiap hari ditebang,” ujarnya.

Retha mengaku bersyukur bisa mendapatkan ilmu pembibitan bambu dari YBL berupa proses pengambilan bibit, menyeleksinya, merendam bibit hingga ditanam di polybag.

baca juga : Jokowi Kunjungi Kampus Bambu di Ngada, Apa Saja Keunggulan Kampus Ini?

 

Margaretha Dae, perempuan pioner pembibitan bambu di Desa Langagedha, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Berburu Bibit Bambu

Untuk melakukan pembibitan bambu di rumahnya, Retha berkeliling desa setiap hari. Bila ada masyarakat yang menebang bambu, dia juga meminta bibitnya.

Terkadang bila masyarakat menebang bambu, mereka meneleponnya. Satu pohon bambu bisa didapatkan 6-10 anakan yang bagus. Seminggu kadang bisa diperoleh 60 sampai 70 bibit bambu.

“Waktu badai Seroja tahun lalu, banyak pohon bambu tumbang sehingga saya mendapatkan banyak bibit bambu. Kadang saya membayar sekedarnya kepada warga yang memberikan bibit,” ungkapnya.

Anakan bambu yang diperoleh Retha, ditanam di polybag yang ada di rumahnya. Apabila rutin setiap hari melakukan pembibitan, selama sebulan dirinya bisa melakukan pembibitan 500 anakan.

Saat ini dia mulai menjual bibit-bibit bambu. Sebanyak 630 anakan bambu petung sudah diambil YBL untuk ditanam di Soa Dia juga telah menjual 65 anakan bambu peri. DLH Ngada dan UPT KPH Ngada meminta ribuan anakan bambu. Tapi dia minta bibit bambu ditanam saat musim hujan supaya tidak mati.

“Uang dari pembibitan bisa dipergunakan buat keperluan sehari-hari,” ungkapnya.

Retha selalu mengajak masyarakat membudidayakan bambu di desanya untuk ditanam di lahan-lahan kritis termasuk lereng-lereng bukit. Menurutnya, kalau membiarkan bambunya tumbuh sendiri maka banyak anakan yang mati.

“Bambu ke depannya sangat penting karena banyak manfaatnya sehingga mari kita menanam bambu. Banyak lahan kritis di tempat kami yang belum ditanami bambu sehingga saya terus lakukan pembibitan,” ucapnya.

baca juga : Jokowi dan Diplomasi Sepeda Bambu

 

Pembibitan bambu petung (Dendrocalamus asper) di Desa Langagedha, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

 

Perempuan Pioner

Project Koordinator YBL di Flores, Paskalis Lalu kepada Mongabay Indonesia di kebun kepompong milik Retha mengapresiasi pembibitan yang dilakukan perempuan muda ini.

Paskalis katakan, selama ini pembibitan di YBL lebih banyak dilakukan laki-laki terutama di lahan kepompong. Setelah bergabung dengan YBL, Retha mampu melakukan pembibitan dengan baik.

“Untuk pembibitan, Retha perempuan satu-satunya yang pertama bergabung di YBL dan melakukan pembibitan. Dirinya merupakan pioner untuk kalangan perempuan di Ngada,” ucapnya.

Sejak bergabung di YBL tahun 2018, hingga kini Retha masih dipertahankan. YBL menilai dia tekun mengikuti SOP pembibitan yang diajarkan saat pendampingan.

Paskalis menilai Retha merupakan seorang perempuan yang mampu berbuat sesuatu untuk masyarakat sekitarnya. Dia berani melakukan hal berbeda. Masyarakat di desanya menanam hortikultura tapi dia menanam bambu.

Dirinya menciptakan sejarah baru, generasi muda yang mampu melakukan pembibitan dan pengembangan lahan bambu dan selalu tekun belajar.

Paskalis berharap Retha pelan-pelan mendorong masyarakat melakukan pembibitan meski banyak tantangan yang dihadapi.

“Dia harus mulai berjuang dan percaya diri tentang bambu. Mulai mengajarkan mama-mama di desanya untuk melakukan pembibitan bambu. Kami berkeyakinan mama-mama bisa didampingi karena mereka sudah melihat bukti pembibitan yang dilakukan Retha,” pesannya.

baca juga : Ulat Bambu, Sustainable Food dari Hutan Bambu Ngada

 

Margaretha Dae, perempuan pioner pembibitan bambu di Desa Langagedha, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

YBL menyebutkan bambu memiliki keutamaan ekologis yakni mampu memulihkan lahan kritis dan menyimpan air. Bambu juga mampu tumbuh di lahan miring dan mencegah longsor.

Tiap rumpun bambu menyimpan 5.000 liter air per musim hujan serta mampu menyerap karbondioksida sehingga mengurangi pemanasan global. Satu hektare bambu mampu  menyerap 50 ton CO² per tahun. Satu desa bambu menyimpan 100 kilo ton CO² per tahunnya.

Bambu juga menciptakan lingkungan kondusif bagi budidaya tanaman pangan dan produktif lainnya serta dapat diolah menjadi beraneka ragam produk. Secara global teridentifikasi lebih dari 1500 pemanfaatan bambu.

Permintaan akan bambu terus naik dimana untuk pasar global ditaksir nilainya melebihi 100 miliar US Dollar.

Relief bambu di Candi Borobudur menunjukkan bahwa bambu merupakan bagian penting kebudayaan nusantara sejak berabad-abad silam.

Bambu merupakan elemen penting dalam ritual, mitos, cerita rakyat, kesenian, kerajinan, makanan serta arsitektur tradisional berbagai suku bangsa di Indonesia.

Dengan demikian, bambu, pengetahuan dan penggunaan bambu merupakan bagian penting dari kearifan lokal dan identitas kultural bangsa kita.

 

Exit mobile version